Share

Bab 7 Aku Menginginkanmu

"Kenapa Anda bisa berada di sini?" tanya Vio. Ketahuan dalam posisi seperti itu sungguh memalukan. Dia sedang berada di tubuh seorang lelaki, meski kenyataannya tak semesum itu.

"Aku lewat dan melihat pertunjukan ini. Sungguh membuatku ingin menonton secara langsung," ledek Brian. Tidak mungkin dia mengatakan jika dirinya kepo dengan apa yang terjadi. Setelah melihat langsung, ternyata tak seburuk dalam pikirannya tadi.

Dengan bantuan Brian, akhirnya Vio dapat melaporkan orang itu ke polisi. Meski kasusnya harus ditindak lanjut lagi. Vio dapat bernapas lega, satu pelaku pelecehan seksual akhirnya dapat diproses juga.

"Kamu nggak takut?" tanya Brian. Kini Brian dan Vio tengah berada di depan kantor polisi. Vio menunggu taksi sedang Brian ingin tahu lebih lanjut tentang gadis ini. 

"Takut apa?" Vio ganti bertanya. Gadis itu kini tengah meneguk kopi yang berada dalam botol yang dia minta pada polisi di dalam sana.

"Sama orang tadi. Baru kali ini aku lihat gadis seberani kamu," puji Brian. Tapi memang benar, circle pergaulannya yang selalu dengan kalangan atas, tak pernah melihat wanita petakilan seperti Vio. Ini kali pertama untuknya.

"Jika kita takut terus, maka kita yang akan ditindas, Om. Orang mesum seperti mereka harusnya cepat diberantas, supaya nggak ada korban lainnya." Vio dengan mata abu-abunya menengadah, melihat ke arah atas. Seakan ada sesuatu yang menjadi pikirannya saat ini.

Brian hanya melihatnya dari samping. 'Perasaan apa ini? Kenapa aku seolah ingin melindungi gadis ini?' Brian menggelengkan kepalanya, 'sadar Brian. Dia lebih pantas menjadi adik, atau anak mungkin.'

"Kamu--"

"Udah, ya, Om. Saya pulang dulu." Vio beranjak dari duduknya. Rupanya taksi yang dipanggilnya lewat aplikasi online tadi sudah datang. Brian melipat bibirnya ke dalam, menurunkan niatnya untuk bertanya sesuatu.

"Oh, iya!" Vio kembali berbalik menghadap Brian, "maaf dan makasih." Hanya dua kata, tetapi mampu membuat Brian kehilangan logikanya. Vio masuk ke dalam taksi dan tak lagi melihat ke arah Brian.

Brian masih terpaku di sana, merenung apa yang terjadi dengan dirinya? "Ada apa ini? Kenapa seperti ini?" gumamnya pelan. 

"Aku pasti sudah gila." Brian segera bangkit, menuju ke mobilnya dan bersiap untuk pulang. Dia merindukan Azzura, pasti karena itu. Memikirkan Azzura, senyum di bibir Brian mengembang. Pasti saat ini Azzura sedang menyadari kesalahannya. Dia pasti akan minta maaf dan tidak memaksa Brian untuk menikah lagi.

Hari sudah sangat larut, hampir tengah malam. Brian sudah terlalu lama meninggalkan rumah. Zura pasti sedang pusing mencarinya. Dia sengaja mematikan ponselnya, agar istrinya tak menghubunginya. Bukan karena dia sedang selingkuh, tetapi karena dia tidak ingin dicecar oleh permintaan tak masuk akal dari istrinya.

Brian kembali terbayang tentang Vio, "Siapa namanya tadi? Apa aku sudah menanyakannya?" Brian membelokkan setirnya ke kiri, masuk ke halaman rumah megahnya.

"Sudahlah, Brian! Stop thinking about her! Apa kamu akan menjilat ludahmu sendiri?" Untuk sesaat Brian sangat jijik dengan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia memikirkan wanita lain selain Azzura. Padahal dia terang-terangan menolak usul poligami istrinya.

Brian melihat ke dalam rumah, lampu masih menyala terang, tandanya Azzura masih terbangun. Mungkin wanita itu menunggunya, hingga belum tidur?

Saat memasuki rumahnya, Brian melihat Azzura tengah tertidur di ruang tengah. Segera lelaki itu berjalan mendekat ke arahnya. Brian melihat wajah istrinya dari samping, lelaki itu tersenyum.

"Kamu selalu cantik." Brian mengecup pipi Azzura, membeli rambutnya dengan lembut. Menyingkirkan anak-anak rambut yang menutupi wajah cantik istrinya.

Selama sepuluh tahun lebih bersama, tak pernah ada rasa bosan di hati Brian. Azzura sangat pintar merawat badan dan juga wajahnya, serta kelembutan hatinya membuat Brian selalu jatuh cinta, lagi dan lagi.

"Bagaimana bisa aku menyakitimu, Zura? Dan jangan memintaku untuk menyakitimu, karena aku takkan pernah sanggup," lirihnya. Dia tak ingin mengganggu tidur istrinya, Brian hanya ingin mengungkapkan isi hatinya. 

Brian mengambil napas panjang. Lelaki itu mengangkat tubuh istrinya dan menggendongnya ke kamar. Meski rasa marah pada istrinya belum juga reda, namun tak mungkin juga dia meninggalkan Zura seorang diri di sofa depan. 

Saat menidurkan Azzura di atas kasur, Brian benar-benar memperlakukan wanita itu seperti benda yang terbuat dari kaca. Begitu lembut dan juga hati-hati. Takut jika dia perlakuan dengan keras maka akan hancur dan pecah. Betapa dia sangat mencintai wanita yang menjadi cinta pertama dan terakhirnya itu.

"Mas ...." Azzura menahan tangan Brian yang hendak berbalik meninggalkannya. Keduanya lama bertatapan, sengatan-sengatan itu masih sangatlah terasa. Panggilan merdu Azzura, terdengar sangat seksi di telinga Brian. Apakah dia masih bisa marah dan sama sekali tak menyentuh istrinya itu?

"Persetan dengan semua itu!" Brian tak bisa lagi menahannya. Dia ingin segera melupakan jika saat ini dia sedang menghukum istrinya. Dia menginginkan Zura malam ini. Zura pun sepertinya memikirkan hal yang sama, dia tersenyum penuh arti ke arah Brian dan menarik Brian untuk lebih mendekat ke arahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status