Share

Bab 3 (Kedatangan keluarga Sarah)

Suara dering ponsel membangunkan. Saat akan kuangkat ternyata sudah terputus. Sembilan belas panggilan tak terjawab atas nama Ibu Mertua.

Kurentangkan tangan ke atas, suara tulang terdengar beradu. Rasanya badanku lelah dan sakit semua. Dua hari di rumah Ibu benar-benar menguras tenaga dan energi. Semalam aku juga tidur hingga larut malam karena menyelesaikan soal ulangan untuk murid-muridku.

Kulihat jam di nakas, sudah hampir jam empat, adzan subuh baru saja usai berkumandang.

Saat akan beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu ponsel itu berdering kembali.

Segera aku meraihnya.

"Halo, Assalamu'alaikum Bu.”

"Waalaikumsalam, Nis. Kok lama angkat telponnya? Sampai pegel loh tangan Ibu menunggunya, baru bangun ya? Jam segini kok baru bangun sih Nis, pusing Ibu lihat kamu, untung saja nggak tinggal sama Ibu, kalau tinggal sama Ibu sudah Ibu omelin kamu tiap hari Nis," Ibu berkata panjang lebar, aku hanya diam mendengarkan.

Karena aku tahu, mulut Ibu memang seperti itu tapi sesungguhnya hatinya baik. Walau terkadang Ibu juga bisa tiba-tiba berubah sikap.

"Nis, kok diam? Kamu denger Ibu ngomong nggak sih?" tanya Ibu memastikan.

"Iya Bu, Nisa dengar,"

"Oh iya, Ibu pikir kamu nggak dengar. Hahaha," terdengar Ibu tertawa, "Hm barusan Sarah bilang katanya siang ini orang tua dan keluarganya mau datang berkunjung ke rumah hari ini. Kita harus menyambut mereka dengan baik. Kamu kesini ya Nis," pinta Ibu mertua dari seberang sana.

"Iya Bu, nanti sepulang mengajar Nisa langsung ke rumah Ibu ya."

"Loh, kok nanti? Kalau tunggu kamu pulang ngajar mereka ya keburu pulang."

"Memang mereka mau datang jam berapa Bu?" tanyaku.

"Mareka datang jam makan siang. Makanya nanti kita masak Nis. Nggak mungkin mereka nggak makan dan nggak kita suguhi apa-apa kan? Besan baru Ibu itu."

Aku kira akan berkunjung malam hari.

"Jadi jam berapa Nisa harus datang Bu? Nis--"

"Ya sekarang, pagi ini jam tujuh'an lah. Mau belanja bahan dulu, Nis" ucap Ibu memotong ucapanku.

"Tapi hari ini Nisa mengajar Bu, anak-anak akan ulangan."

"Duh Nis, berapa kali Ibu bilang. Perintah dan keputusan Ibu adalah mutlak. Nanti Ibu ganti gajimu bulan ini ya," ucap Ibu memaksa dari seberang sana.

"Bu, maaf bukan soal gajinya, tapi soal tanggung jawabnya."

"Nisa, tanggung jawab kamu lebih besar disini karena kamu mantu tertua Ibu di rumah ini. Kamu harus ada disini bantu dan dampingi Ibu. Sudah ya, Ibu tunggu." Klik, telpon terputus sepihak.

Aku memicit pelipisku yang mulai sakit.

Kucari nomor kepala sekolah di kontak ponselku, terhubung.

"Assalamu'alaikum Bu," ucapku.

"Waalaikumsalam Nis, iya ada apa?"

"Begini Bu, hari ini saya izin tidak masuk mengajar lagi ya Bu, ada urusan keluarga mendadak," ucapku takut.

"Tapi kan hari ini anak-anak ulangan Nis, bagaimana dengan soalnya, kamu izin mendadak," ucap Bu kepala sekolah dari seberang sana.

"Hm begini Bu, soal ulangannya sudah selesai saya buat, sudah ada di tangan saya.

Jika Ibu mengizinkan soal ulangannya tetap saya antarkan ke sekolah Bu," ucapku hati-hati.

"Memang ada urusan apa Nis?"

"Mertua adik ipar saya hari ini datang ke rumah Bu, jadi Ibu mertua meminta saya ikut serta menyambut kedatangan mereka," jelasku.

"Begitu ya, baiklah Nis."

"Iya, terimakasih banyak ya Bu. Dan sekali lagi saya mohon maaf," ucapku tak enak hati

"Iya tidak apa-apa, saya mengerti."

"Kalau begitu sudah dulu ya Bu, Asalamu'alaikum."

"Iya Nis, Waalaikumsalam.”

Ibu kepala sekolah pasti akan selalu memberikan izin jika yang berhubungan dengan Ibu mertua. Karena kepala sekolah pun tahu aku menantu dari kalangan mana dan bagaimana Ibu membantu dalam pembangunan sekolah dasar negeri tersebut.

Namanya saja negeri, tapi sungguh jauh dari kata layak.

Ibu mertuaku merupakan tuan tanah yang memiliki kebun luas yang di tanami berbagai jenis macam rempah dan tanaman. Kost'an dan kontrakannya juga banyak di kota. Ibu juga disini sering membantu para warga sekitar. Rumah Ibu besar nan megah, hanya di huni oleh Ibu, Kak Rika dan suaminya juga Zahira, lalu Reno beserta kini Sarah, istrinya.

Pun salah seorang satpam, dua orang supir, juga dua orang asisten rumah tangga yang bertugas hanya untuk membersihkan rumah, dan mengurus pakaian. Sedangkan memasak, untuk hari-harinya Ibu selalu memasak sendiri, terkadang di bantu Kak Rika, tak jarang juga mereka pergi makan di luar. Sedangkan saat ada acara keluarga, arisan dan sebagainya. Ibu akan selalu memintaku yang memasak.

Kata Ibu masakanku selalu enak, itu sebabnya Ibu mempercayaiku untuk menghandle bagian itu.

Hanya di satu minggu setelah menikah aku tinggal bersama Ibu, lalu dibawa Mas Ilyas ke rumah yang memang sudah ia persiapkan jika menikah. Awalnya Ibu menentang keras keputusan Mas Ilyas. Ibu bilang Ibu tak ingin anaknya tinggal terpisah-pisah. Ia takut kesepian. Terlebih Mas Ilyas yang bekerja sebagai pelayar. Ayah mertua memang sudah lama meninggal bahkan saat Reno masih kecil. Tapi kepergian Ayah mertua meninggalkan banyak harta yang hingga kini masih di urus dan dijaga Ibu dengan baik. Bagaimana cara Ibu membesarkan anak-anaknya dengan peninggalan harta yang banyak dan tanpa tergoda untuk menggantikan sosok sang suami, adalah panutanku. Aku sangat mengagumi sosok Ibu untuk hal dalam menjaga cinta dan kesetiannya pada Ayah mertua.

Akhirnya entah bagaimana cara Mas Ilyas membujuk Ibu sehingga Ibu mengizinkan walau dengan terpaksa dan dengan wajah yang masam melepas kepindahan kami.

Mas Ilyas bilang padaku, setelah menikah baiknya memang mertua dan menantu tidak tinggal bersama menjaga hubungan agar tetap baik, bagaimanapun menantu dan mertua dari awal hanyalah orang lain yang dijadikan keluarga karena sebuah ikatan. Rentan terjadi cekcok dan perpecahan. Walau tidak berlaku untuk semua orang, tapi untuk menghindari akhirnya mas Ilyas membawa aku pindah dari rumah Ibu.

Ah, aku teramat merindukanmu, Mas. Kulihat lagi jam di ponsel. Astaga aku hampir melewatkan waktu subuh. Bergegas aku ke kamar mandi, dan berwudhu. Usai sholat aku, meraih ponsel. Karena sedari tadi ada notifikasi pesan masuk.

Suami

[Asalamu'alaikum istri cantik Mas, sudah bangun?] Aku tersenyum membacanya.

[Waalaikumsalam Mas. Sudah, baru selesai sholat. Mas lagi apa?] Kuketik pesan balasan.

[Nggak ada, lagi duduk aja di atas dek kapal, menikmati udara pagi. Tiba-tiba teringat saat kita bulan madu dulu. Hehehe] Ah, aku merindukanmu Mas.

[Segeralah pulang kalau begitu. Nisa rindu Mas.]

Sedang mengetik

[Iya sayang, awal bulan Mas pulang, sudah dapat izin. Nanti jemput Mas di bandara ya]

Aku senang bukan kepalang, Mas Ilyas jika sudah di daratan bisa mencapai dua bulanan.

[Alhamdulillah. Nisa senang sekali mendengarnya Mas. Iya nanti pasti Nisa jemput]

[Iya sayangkuh. Hmm istri Mas sudah mandi?]

[Belum Mas, ini mau mandi. Nisa mau ke rumah Ibu hari ini. Orangtua dan keluarga Sarah akan datang jam makan siang nanti.]

[ Oh iya, jadi mau menyambut ya? Mau masak?]

[Iya Mas. Seperti biasa.] balasku dengan tersenyum getir.

[Jangan terlalu lelah ya. Ajak Kak Rika beserta istri Reno juga. Kamu jangan sendirian menyiapkan semuanya. Mas nggak mau dengar kamu sakit.]

[Iya Mas.]

Selama ini aku juga sendiri Mas, gumamku.

[Jangan terlalu capek ya sayang ya. Mas mencintaimu 😘]

[Iya Mas. Mee too.]

Kembali kuletakan ponsel di meja rias. Kupandangi foto pernikahanku. Aku memang cantik, tapi kehidupanku sedari kecil tak secantik wajahku. Aku hanya anak pertama dari lima bersaudara. Anak dari pasangan orangtua yang hanya bekerja sebagai petani yang menyewa lahan sawah orang lain untuk di tanami.

Aku bersekolah dan berkuliah dengan beasiswa yang aku kejar dengan susah payah dan mati-matian di iringi dengan cucuran airmata dan keringat sembari bekerja. Bekerja halal apa saja yang bisa membuatku bisa makan dan bisa membayar kost'an, lalu lulus dengan nilai cumclaude. Mengenal Mas Ilyas saat wisuda kelulusanku di kampus yang di kenalkan oleh seorang teman. Tak dinyana Mas Ilyas ternyata serius dan melamarku, memintaku menjadi istrinya dan berharap dapat mendampinginya suka dan duka selamanya.

Aku, aku adalah cinderella di dunia nyata. Tapi cinderella yang belum mengetahui akhir hidupnya seperti apa. Berakhir bahagia bersama pangerankah atau justru berakhir sedih terpisah dari sang pangeran?

Karena aku dan Mas Ilyas berbeda kasta, pun sedari awal Ibu sudah tidak bisa menerima.

___

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status