Dua Sisi Menantu

Dua Sisi Menantu

By:  El-Haz  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
33Chapters
2.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Nisa, seorang menantu yang tak pernah mendapatkan cinta dan kasih sayang yang adil dari Ibu Mertua. Dirinya kerap dibandingkan dan diasingkan. Pun, cinta lama sang suami yang hadir sebagai adik ipar mengusik kebahagiaan. Dua sisi Menantu, membuka tabir kelam masa lalu Sang Suami dengan cinta pertamanya yang tak usai, memberikan pandangan untuk memilih jalan kehidupan agar tak gegabah dalam mengambil keputusan. Kehilangan orang terkasih di saat semua rahasia terbongkar dan memberi luka yang tak usai. Mampukah Nisa bertahan dan melawan semua ujian rumah tangganya? Atau justru memilih kalah dan pergi? Selengkapnya ada di Dua Sisi Menantu.

View More
Dua Sisi Menantu Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
default avatar
Juwita Virtama
mana lanjutannya thor
2023-03-09 11:39:44
0
default avatar
ilmupustaka.19
lanjut thor...
2022-12-19 18:57:15
0
33 Chapters
Bab 1 (Resepsi)
Hari ini aku lelah sekali, rasanya badan seperti remuk semua. Pelan kupejamkan mata, dan lambat laun semakin terlelap. Samar-samar aku mendengar suara orang memanggil, berkali-kali dan terus menerus. Suara itu terasa tidak asing, mimpikah aku? Namun, mengapa terasa nyata? "Bangun Nisa!" Seseorang memanggil disertai hentakan pada tubuh membuatku terbangun dan tergagap. "Kok malah tidur? Itu semua lauk dan sayur sisa kamu panaskan dulu, biar panci-pancinya di cuciin tukang cuci piring sebelum mereka pulang." Perempuan dengan sanggul tinggi berdiri dengan wajah yang masam. Aku memanggilnya Ibu Mertua. Dengan segera aku bangkit dari pembaringan, menuju kamar di mana semua lauk dan sayur berada. Duh rasanya kepalaku semakin sakit saja. Namaku Annisa Zahra, aku menantu perempuan pertama di rumah ini. Suamiku yang merupakan anak kedua, memiliki seorang kakak perempuan dan adik lelaki. Hari ini adalah resepsi pernikahan adik suamiku. Resepsi ini merupakan resepsi kedua setelah sebelumn
Read more
Bab 2 (Perempuan cantik itu, Adik Iparku)
"Bu, saya pamit pulang ya," izinku pada Ibu dengan membawa tas kecil yang berisi beberapa pakaian saja. Aku memang sudah memiliki rumah sendiri. Sebuah rumah yang di bangun oleh suami sejak sebelum menikah. Bangunan permanen dengan halaman keliling yang luas. Di rumah, aku tinggal sendiri, sedang suamiku bekerja sebagai pelayar yang baru kembali ke daratan dalam waktu enam bulan sekali. Itu adalah rentang waktu tercepat. "Loh, kok cepat sekali, Nis? Nggak nanti malam saja? Lauk untuk malam belum dimasak 'kan?" jawab Ibu tanpa memandang karena beliau sedang asyik dengan selendang di tangannya. Ya saat ini, Ibu, Kak Rika sedang ada di kamar Sarah. Mereka sedang asyik dan sibuk membongkar kado dari resepsi kemarin juga melihat-lihat barang pribadi milik Sarah. "Hm, Nisa besok harus ngajar, Bu. Nanti malam rencana mau buat soal ulangan anak-anak besok." "Alah libur saja! Masih ada acara keluarga bilang ke kepala sekolah tempatmu mengajar. Lagi pula sekolah itu nggak akan batal ulang
Read more
Bab 3 (Kedatangan keluarga Sarah)
Suara dering ponsel membangunkan. Saat akan kuangkat ternyata sudah terputus. Sembilan belas panggilan tak terjawab atas nama Ibu Mertua. Kurentangkan tangan ke atas, suara tulang terdengar beradu. Rasanya badanku lelah dan sakit semua. Dua hari di rumah Ibu benar-benar menguras tenaga dan energi. Semalam aku juga tidur hingga larut malam karena menyelesaikan soal ulangan untuk murid-muridku. Kulihat jam di nakas, sudah hampir jam empat, adzan subuh baru saja usai berkumandang. Saat akan beranjak ke kamar mandi untuk berwudhu ponsel itu berdering kembali. Segera aku meraihnya. "Halo, Assalamu'alaikum Bu.” "Waalaikumsalam, Nis. Kok lama angkat telponnya? Sampai pegel loh tangan Ibu menunggunya, baru bangun ya? Jam segini kok baru bangun sih Nis, pusing Ibu lihat kamu, untung saja nggak tinggal sama Ibu, kalau tinggal sama Ibu sudah Ibu omelin kamu tiap hari Nis," Ibu berkata panjang lebar, aku hanya diam mendengarkan. Karena aku tahu, mulut Ibu memang seperti itu tapi sesungguhn
Read more
Bab 4 (Sebuah pertanyaan)
Tepat jam tujuh pagi aku tiba di kediaman mertua. Segera aku masuk ke dalam rumah, dan menuju kamar yang biasa aku tempati apabila menginap di rumah Ibu. Kamar Mas Ilyas semasa masih lajang dulu. Kusibak gordyn kamar dengan niat ingin membuka jendela. Aku ingin udara masuk ke kamar ini, agar tercium lebih segar. Biasanya di pagi hari begini, aroma bunga akan menguar dari taman samping. Suara chat masuk terdengar dari ponselku. Suami [Assalamu'alaikum. Kamu sudah sampai rumah Ibu, Nis?] Segeraku ketik pesan balasan. [Sudah, Mas, baru saja.] [Ibu tidak mengangkat telpon, Mas, bisa kamu berikan ponselmu pada Ibu? Mas mau video call.] [Tentu saja Mas. Nisa tunggu] Aku keluar kamar, dan segera mencari Ibu di kamarnya. Tidak ada. Mungkin di taman. Tidak ada juga. "Bi, ada lihat Ibu?" tanyaku pada Bi Siti, asisten rumah tangga yang mengurusi pakaian. "Biasalah, Non, di kamar Non Sarah.”. Bergegas aku ke kamar Sarah, karena panggilan video call dari Mas Ilyas sudah satu kali tidak
Read more
Bab 5 (Luka yang jadi masalah)
Sekembalinya kami dari pasar. Ternyata Ibu sudah berdiri di depan rumah dengan cemasnya sembari menggulung-gulung ujung bajunya."Duh, kok lama sekali kalian ini? Ibu nggak tenang di rumah loh. Kamu nggak kecapekkan Rah?" tanya Ibu sambil menyambut Sarah, lalu mengajak masuk."Nggak kok, Bu. Malahan seru. Tunggu, Bu. Sarah bantu Mba Nisa turunin belanjaan dulu," tolak Sarah pelan."Udah nggak usah. Mang Tardi kan ada."Aku hanya bisa memandang Ibu nanar. Baru dua hari Sarah menjadi menantu Ibu, tapi ia sudah sangat berhasil mengambil hati Ibu. Sedangkan aku, masih saja tetap menjadi menantu kedua.Sebenarnya sebelum kehadiran Sarah, Ibu juga sudah seperti ini terhadapku. Tapi rasanya tidak sesakit setelah kehadiran Sarah.Ternyata selama ini sikap Ibu padaku bukan karena sifatnya yang memang begitu, tapi karena Ibu tidak menyayangiku."Non, ini semua yang mau diangkat?" tanya Mang Tardi membuyarkan pikiranku."Iya, Mang. Ini saja. Seperti biasa. Sembako, letakkan di lemari stok ya, Ma
Read more
Bab 6 (Teguran dari Ilyas)
Gelisah aku kini. Setelah orangtua dan keluarga Sarah selesai makan, dengan cepat aku membersihkan meja dan mencuci piring. Suara dering ponsel yang merupakan suara panggilan tak lagi bisa kutangkap dengan jelas. Aku benar-benar takut dan cemas kini. Pastinya sesaat lagi setelah semua tamu pulang, aku akan dimarahi Ibu perihal luka ditangan Sarah.Kembali ponsel berdering, segera aku mencuci tangan yang penuh sabun dan busa.Tiga panggilan tak terjawab dari Mas Ilyas.Sebentar aku menunggu, tidak ada lagi panggilan berdering, akhirnya aku melanjutkan pekerjaan."Nis, kenapa tadi tangan Sarah bisa luka?" tanya Kak Rika yang baru menghampiriku."Ngupas bawang dia, Kak. Tapi aku sudah melarangnya.""Emaknya sekarang lagi bahas itu tuh di depan. Sampai bilang ke Ibu, meminta Sarah dan Reno tinggal di rumah orangtua Sarah saja.""Sebegitunya, Kak?" tanyaku terkejut."Iya, kamu sih cari masalah, bukannya berusaha keras dilarang," sungut Kak Rika padaku dan berlalu.Kini degup jantungku sema
Read more
Bab 7 (Praduga)
Hari ini adalah hari ulang tahun Ibu. Seperti biasa, dan tahun-tahun sebelumnya ulang tahun Ibu adalah waktunya berkumpul semua keluarga tapi tak jarang juga menjadi tempat ajang pamer mengenai jabatan dan harta masing-masing.   Ulang tahun Ibu selalu dirayakan dengan meriah. Semua sanak saudara akan di undang. Semua turut bersuka cita jika Ibu ulang tahun.   Bahkan warga dan pekerja di kebun teh sering berguyon, seandainya saja Ibu bisa berulang tahun sepuluh kali dalam setahun, tentunya mereka akan sangat bahagia.   Sebab di setiap acara ulang tahun Ibu, beliau pasti membuka lebar pintu rumahnya untuk warga yang mayoritasnya adalah pekerja, dimulai dar
Read more
Bab 8 (Sebuah Pertanyaan)
Acara ulang tahun Ibu berlangsung meriah. Tampak semua keluarga datang malam ini. Mereka mengenakan setelan dan gaun yang mewah, tak lupa aksesoris dan perhiasan  melengkapi.Ibu tampak berjalan kesana kemari sembari menggandeng Sarah. Tampak bahagia dan berbangga. Jelas, Ibu punya alasan yang kuat untuk berbangga diri. Di usianya yang sudah menua, ia masih tampak cantik dan bugar. Tidak kekurangan uang, selalu berbahagia, hanya saja sesekali penyakit tua akan menghampiri pun ketidaksabarannya ingin menimang cucu laki-laki pertama dari anak laki-lakinya. Begitu juga halnya dengan Kak Rika yang tampak asik bercengkrama dengan para keluarga dan kenalannya.Sedang aku disini, duduk di salah satu sudut ruangan sembari menggendong Zahira. Bukan merasa keberatan akan hal itu, hanya saja aku merasa sikap Ibu padaku semakin menyakiti saja sejak kehadiran Sarah dirumah ini. Aku bagai pelengkap rasa dalam masakan, tapi bukan aku bahan utamanya. Namun tetap saja tanpa aku, b
Read more
Bab 9 (Hadiah untuk Ibu)
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Acara telah usai, para tamu dan kolega Ibu telah pulang menuju rumah masing-masing, pun hal nya keluarga jauh dan dekat. Hanya Bulek Lani yang akan menginap karena esok Bulek Lani akan ke pabrik juga, mengambil daun teh yang sudah jadi untuk dibawa dan di pasarkan di tempat Bulek Lani tinggal.Aku mencari sosok Ibu sembari membawa nampan yang diatasnya terdapat sebuah gelas dan piring kecil yang berisikan berbagai jenis obat dan vitamin Ibu. Pasti sejak acara tadi Ibu belum meminum obatnya.Pelan kususuri ruangan, tak tampak Ibu berada."Bulek." Perempuan yang kupanggil berbalik dan menghadapku."Apa?""Lihat Ibu nggak, Lek? Mau Nisa ingatkan minum obat," ucapku sembari mengangkat sedikit keatas nampan yang kubawa.""Nggak lihat, Bulek. Mungkin di kamarnya.""Oh, yaudah kalau gitu Nisa ke kamar Ibu dulu ya, Lek.""Iya, pergilah."Akupun berbalik dan menuju kamar Ibu. Pel
Read more
Bab 10 (Perdebatan Kecil)
Aku terbangun, ketika sebuah sentuhan tangan yang terasa dingin mendarat dipipiku."Bulek," ucapku mengucek mata."Bangun, sudah jam lima. Ayo sholat, Nis," ajak Bulek Lani."Iya, Bulek."Pelan aku berdiri dari tempat tidur, lalu membuka jendela. Seketika aroma subuh hari menguar masuk memenuhi kamar ini. Sepertinya semalam hujan deras, terlihat dari tanah yang basah dan sedikit becek. Usai sholat, segera aku kedapur. Membuat sarapan. Roti bakar, dan teh susu jahe."Walah, Bulek tungguin di kamar rupanya sudah kedapur saja," ucap Bulek Lani yang membuatku sedikit terkejut."Iya, Bulek. Bulek mau teh susu jahe atau teh saja?""Kamu buat teh susu jahe, Nis?""Iya, kalau malam hari hujan, biasa Nisa selalu buat paginya. Kalau nggak buat Ibu nanyain.""Sejak kapan? Dulu juga nggak begitu.""Nggak tahu, Bulek. Tapi kalau Nisa disini selalu begitu,""Hm, sebenarnya Mbakyu itu sejak ada kamu j
Read more
DMCA.com Protection Status