‘Sebenarnya apa sih mau suaminya itu, mau gini nggak boleh mau gitu nggak boleh terus gue harus gimana?’
“Apa kata orang, aku sudah resign balik kerja lagi?” Tanya Nara membuat Dewa menatap Naya.“Tidak jadi masalah,”“Iya nggak jadi masalah buat Bapak! Tapi jadi masalah buat saya!” Sahutnya kesal.“Ya Sudah, dirumah saja.”Kenapa jawaban suaminya itu selalu membuatnya kesal. Tidak bisakah, suaminya itu sekali saja bersikap baik padanya?Naya menatap suaminya penuh dengan permusuhan, hingga membuat Dewa membalas menatap istrinya.“Apa kurang jatah bulanan dari saya?” tanya Dewa.Dirinya mau kembali bekerja bukan karena uang, tapi ingin menyibukan diri karena percuma saja dirinya di rumah karena selalu kesepian karena suaminya itu sering pulang malam dan berangkat pagi, dan weekend pun suaminya tetap bekerja.“Ini bukan soal uang, Pak. Tapi saya bosan kalau dirumah terus.” jawab Naya kesal.Apakah dirinya terlihat mata duitan sekali, hingga suaminya berkata seperti itu, bahkan uang bulanan dari Dewa saja hanya dirinya gunakan untuk kebutuhan rumah saja. Untuk kebutuhan pribadinya masih menggunakan uang pribadinya.“Kita program hamil, gimana?”Hah! Gimana? Dirinya nggak salah dengar kan jika suaminya mau program hamil?Program hamil? Yang benar saja.“Apa! P-program hamil?” tanya Naya dengan wajah bingungnya.“Iya, daripada kamu kesepian di rumah.”Jawaban macam apa itu? Di kira punya anak mudah kali ya,“Nggak! Saya nggak mau!” tolak Naya.“Kenapa?” tanya Dewa menatap istrinya penuh.‘Duh, kenapa kalau natap tajem banget sih, ah!’“Punya anak itu bukan perkara yang mudah ya pak,”“Saya tau, dan saya sudah siap”‘Itu mulut enteng banget ya kalau ngomong, mana mukanya tenang dan santai banget, dia nggak tau bikin anak orang kelimpungan.’Apakah suaminya sebegitu inginnya memiliki seorang anak?“Bapak, pengen banget punya anak?” tanya Naya penasaran.Dewa mengangguk, “Iya, saya pengen punya anak.”“Why?”“Teman seusia saya sudah memiliki anak lebih dari satu.”Jawaban macam apa itu? Apakah karena seusianya sudah memiliki anak dan suaminya itu tidak mau kalah, hingga ingin memiliki anak juga ?“Bapak, nggak memiliki anak dari mantan?” tanya Naya penasaran.Kapanlagi, dirinya bisa menanyakan tentang masa lalu suaminya itu.Dewa terdiam sebentar, kemudian menggeleng.“Kamu fikirkan lagi, saya mau berangkat.” Ujarnya kemudian pergi meninggalkan Naya yang masih bertanya-tanya tentang masa lalu suaminya itu.Suaminya sudah entah dimana tapi pikiran Naya masih stuck di permintaan suaminya tadi pagi.Memiliki anak?Mengurus diri sendiri saja Naya belum bisa apalagi memiliki anak? Apa bisa, dirinya memiliki anak dengan pria yang belum dirinya cintai ?**Siang ini dirinya di ajak mertuanya untuk menemani belanja, sebenarnya Naya tidak suka belanja namun karena ajakan mertuanya membuat Naya akhirnya mengiyakan.Saat ini Naya dan Aida sedang ada di mall sedang menemani mertuanya belanja baju, sedari tadi Naya hanya mengikuti ibu mertuanya saja. Karena dirinya tidak tahu mau membeli apa.Namun melihat kemeja laki-laki di depannya membuat Naya ingat suaminya, selama ini dirinya tidak pernah melihat Dewa memakai baju yang berwarna lain, yang suaminya pake itu hanya warna gelap-gelap saja.“Buat Dewa?” tanya Aida, ibu mertuanya.Naya menoleh dan tersenyum, “Iya buk, mas Dewa kan jarang pake baju yang berwarna, jadi Naya kepikiran mau membelikan yang beda,”“Kamu juga beli, jangan mikir suami kamu aja.” Ujar Aida membuat Naya tersenyum.‘Iya juga ya, kenapa aku justru mikirin dia’“Ini bagus, Nay.” Ujar mertuanya menunjukan sebuah dress.“Buat ibu?” Tanya Naya menatap dress yang menurutnya terlalu muda untuk dikenakan ibu mertuanya.“Buat kamu, masa ibu pake dress kaya gini di ketawain orang nanti.” ujar Aida terkekeh.“Nggak usah buk, baju..”“Nggak boleh nolak rejeki, Nay.”Naya hanya bisa tersenyum dan mengucapkan terima kasih ke ibu mertuanya. Kemudian Naya kembali memilih dua kemeja yang warnanya soft, Naya rasa warnanya akan cocok untuk suaminya.Setelah selesai berkeliling mall bersama ibu mertuanya yang sudah membuatnya lelah dan pegal. Namun mertuanya itu seolah tidak memiliki capek sedikitpun bahkan sangat gesit. Membuat Naya heran dengan stamina ibu mertuanya itu.Sekarang mereka berada di salah satu restoran makanan indonesia untuk makan siang yang sudah terlewat karena keasyikan belanja.“Terimakasih ya, udah nemenin ibu seharian.” Ujar Aida menatap Naya tulus.Naya mengangguk,” terimakasih juga buk, udah beliin Naya sebanyak ini.”Aida tersenyum menatap menatap Naya dalam. “Maafkan anak ibu ya. Kalau sering sibuk dengan pekerjaanya. Sejak kecil Dewa itu sudah bekerja keras demi menghidupi ibu dan kedua adiknya.” ujar Aida dengan wajah sedihnya, bahkan Nara bisa melihat kilatan kesedihan di mata mertuanya.Nara terdiam menunggu mertuanya kembali melanjutkan.“Sejak umur 12 tahun Dewa sudah kehilangan ayahnya karena kecelakaan, dan semua barang berharga yang kami punya diambil oleh adik kandung ayahnya. Dan kami tidak memiliki apapun sehingga kami harus tinggal di kontrakan satu ke kontrakan lainya, karena kami sering diusir karena tidak bisa membayar, bahkan makan pun waktu itu kami susah,” ujar Aida tersenyum dengan mata berkaca-kaca. “Saat itu ibu sedang mengandung Denny sehingga Dewa harus bekerja sepulang sekolah hanya untuk kita bertiga makan, Dewa sering di bully dan di ejek oleh teman-temannya karena keadaan kami, bahkan Dewa sering berantem dengan preman hanya untuk mempertahankan uangnya dari hasil jualan angsongan di lampu merah. Karena hal itu Dewa selalu menutup diri dari siapapun, dan dia tumbuh menjadi pria yang mandiri, keras kepala bahkan tertutup”Naya tidak tau hal itu sama sekali tentang suaminya, jika ibu mertuanya tidak bercerita selama ini dirinya hanya menilai Dewa dari luarnya saja, siapa yang mengira untuk menjadi Dewa yang sekarang tidaklah mudah.Naya mendekat dan memeluk ibu mertuanya dan mengelus punggungnya pelan, berusaha untuk menenangkan.“Bahkan dia tidak pernah memikirkan dirinya sendiri,Nay. Dia selalu memikirkan bagaimana ibu dan kedua adiknya bisa makan dan hidup enak. hingga Dewa rela mengenyampingkan kebahagiaannya sendiri hanya demi ibu dan kedua adiknya.”Naya sudah tidak bisa berkata apapun lagi, setelah mendengar cerita dari ibu mertuanya. Naya tidak pernah menyangka jika perjuangan seorang Dewa ternyata seberat itu.Ternyata suaminya itu laki-laki yang luar biasa.Naya menatap Dewa yang sedang fokus dengan layar ponselnya yang sedang membalas email masuk yang membahas pekerjaan. Sekarang Naya tau alasan suaminya kerja keras selama ini. “Kenapa kamu lihatin saya seperti itu?” tanya Dewa.Sebenarnya Naya juga tidak tahu kenapa dirinya menatap laki-laki yang selalu terlihat tegas dan galak ini ternyata memiliki masalalu yang berat.“Eh iya, sebentar.” Naya mengambil paperback itu lalu membawanya ke atas ranjang. “Saya tadi belanja sama ibu, terus lihat kemeja ini kayaknya cocok buat, Bapak.” ujar Naya dengan senyum di wajahnya lalu mengambilnya dan menunjukan ke Dewa.“Kemeja saya sudah banyak,” respon suaminya membuat wajah Naya berubah cemberut.“Bapak, itu ngga bisa menghargai usaha istrinya untuk mengubah penampilan suaminya agar berwarna sedikit.” “Kanaya. saya sudah bilang berapa kali, jangan panggil saya, Bapak.” Naya tersenyum canggung bahkan memperlihatkan barisan gigi rapinya.“Nggak terbiasa, P..”Tak.“Aw.. sakit!” Keluhnya sambil men
“Dia ngajak gue promil, Gila kan!”“Apa masalahnya? Lo sama pak Dewa juga udah suami istri, wajar kali,Nay. Suami istri bahas soal anak,” respon Citra membuat Naya berdecak kesal.Karena dirinya sedang pusing dengan suaminya yang tiba-tiba ingin program hamil. Membuat Naya mengajak Citra untuk bertemu siapa tau sahabatnya ini bisa memberi solusi tapi justru tidak sama sekali.“Iya, wajar untuk pasangan suami istri yang saling mencintai dan memiliki tujuan yang sama. Gue sama dia kebiasan, pikiran dan selera kita saja beda, Cit. Ya kali mau punya anak?!” “Ya, mungkin itu salah satu cara suami lo buat memperbaiki hubungan, dengan adanya anak misalnya,” balas Citra lagi.Jelas Naya tidak terima dengan ucapan sahabatnya itu, Namun dia sudah tidak tau lagi harus bagaimana.”Lo, tau. Dia pengen punya anak karena teman sesuianya udah punya anak lebih dari satu, terus dia nggak mau kalah, terus ngajakin gue bikin anak gitu?!”“Lah, kan emang umur pak Dewa udah cocok punya anak,” ujar Citra yan
Naya memutar bola matanya malas.“Terus kamu samakan aku sama mantan istri kamu?” Tanya Naya dengan wajah tidak sukanya.Dewa menggeleng, memperhatikan makanan yang Naya bawa yang menarik perhatiannya dan tentunya terlihat sangat enak, apalagi masakan Naya memang sangat cocok di lidah Dewa.“Kamu jarang makan siang, Mas?” tanya Naya menatap suaminya yang sedang fokus dengan makanannya.“Saya sibuk, Kanaya.”“Terus kalau kamu sibuk, nggak makan siang gitu!” tanya Naya membuat Dewa diam seolah enggan untuk menjawab.Melihat itu Naya berdecak, sebenarnya Naya tau kalau suaminya itu memang selalu melupakan makan siangnya, karena saat dirinya masih menjadi karyawan suaminya, ia sering mendapati Dewa yang menskip makan siangnya. Dan mungkin tidak hanya makan siang saja namun makan-makan yang lainya juga.Bahkan dulu saat Naya ikut meeting di luar bersama Dewa, pernah dirinya harus menahan lapar karena pria di depannya ini sangat profesional dalam bekerja.“Kenapa begitu sih, Mas?”“Jangan me
Malam ini Naya menunggu Dewa pulang, seperti biasanya Naya selalu menghabiskan waktunya untuk menonton drama korea. Sekaligus mengalihkan pikirannya dari kejadian siang tadi yang membuatnya kesal.Saking serunya menonton drama korea hingga Naya tidak sadar Dewa sudah pulang bekerja dan memasuki kamar tidur mereka. Melihat suaminya yang sudah pulang, Naya menjeda tayangan dan menghampiri suaminya.Demi melanjutkan rencananya untuk membuat suaminya jatuh cinta padanya.“Mas, udah makan malam?” tanya Naya.“Sudah.” Naya mengangguk membiarkan suaminya untuk membersihkan diri, Naya menyiapkan pakaian tidur suaminya dan menaruhnya di atas ranjang. Hal ini sudah menjadi rutinitas Naya akhir-akhir ini setelah dirinya mencoba menerima Dewa.Setelah selesai Naya kembali menaiki ranjang dan kembali memutar drama korea sembari menunggu Dewa mandi. Cukup fokus dengan drama korea hingga dirinya tersadarkan dengan aroma sabunnya yang segar. “Saya besok ada seminar.” ujarnya setelah bergabung duduk
Naya terbangun dari tidurnya menatap sekelilingnya yang asing, dan dirinya baru ingat jika ada di bandung. Naya teringat sesuatu hingga membuat matanya melotot sempurna, ia segera menoleh kesamping namun sudah tidak menemukan keberadaan suaminya.“Semalem beneran?! Bukan mimpi!” ujar Naya dengan wajah terkejutnya, bahkan beberapa kali menepuk pipinya.Naya mengingat semua sejak dirinya masuk kedalam kamar hotel ini, dan Naya mengingat semuanya.Ini benar-benar gila!Naya mendengar pintu berbunyi yang menandakan ada orang yang masuk membuat Naya menoleh melihat suaminya berjalan ke arahnya dengan santainya.“Jadi maksud kamu ini, Mas?” Tanya Naya.“Sudah bangun?” sapanya, seolah tidak mendengar pertanyaan istrinya barusan. Dewa berjalan masuk menuju ke nakas mengambil ponselnya. Melihat respon suaminya yang seperti biasa, datar dengan wajah tenangnya membuat Naya berdecak kesal. ‘Bisa-bisanya dia sesantai dan setenang itu.’Sebenarnya Naya ingin menanyakan soal kejadian semalam kepada
Satu bulan pernikahan, katanya adalah masa penjajakan atau pengenalan. Namun ada juga yang mengatakan satu bulan pernikahan adalah masa dimana lengket dan manisnya sebuah pernikahan.Namun Naya tidak tahu dirinya sedang berada di fase apa. Satu bulan sudah mereka lalui, dan sekarang sudah masuk di bulan kedua pernikahan namun Naya belum begitu mengenal suaminya bahkan belum merasakan pernikahan itu seperti apa.Dulu Naya selalu berharap memiliki suami yang mencintainya, perhatian dan romantis. Namun sepertinya harapan itu harus dirinya kubur dalam-dalam karena mungkin tidak akan terwujud.Naya hanya bisa menghela nafas, ketika sedang membayangkan pernikahannya dengan Dewa yang entah akan berakhir seperti apa.“Ternyata menikah tidak seindah dan seharmonis yang gue lihat.” gumamnya setelah melihat sinetron yang sedang memperlihatkan kisah romantis pernikahan. Karena sudah menjadi kebiasannya memasak sambil menonton Tv.Setelah menyiapkan sarapan untuk suaminya Naya kembali ke kamar untu
Terus, aku harus ketawa-ketawa gitu. Lihat kamu pelukan sama mantan istri kamu!” Jawab Naya.Dewa menghela nafas, “Kami sudah tidak ada hubungan apa-apa.” Jelas suaminya.Naya tersenyum miring mendengar jawaban suaminya. “Sudah tidak ada hubungan, tapi masih ketemu di kantor. Itu apa namanya?!”“Dia yang menemui saya.” Bahkan suaminya masih sempat-sempatnya membela diri.“Kalau kamu mau balikan lagi sama mantan kamu, Silahkan, Mas. Dari pada kamu ketemuan di belakang aku."“Maksud kamu apa? Kanaya.”Naya menatap suaminya, jujur Naya sudah malas berdebat dengan suaminya kali ini. Namun sepertinya kali ini Naya harus kembali membiarkan perdebatan yang berakhir menjadi pertengkaran dengan suaminya.“Aku kurang apa, Mas?” Satu bulir air mata kembali turun ke pipi. “Aku sudah berusaha menerima kamu, bahkan aku menuruti semua keinginan kamu,Mas!”Dewa hanya diam saja, laki-laki itu memandangi istrinya yang menangis terisak karena dirinya.“Aku nggak suka kamu berhubungan sama mantan kamu, M
Bangun tidur Naya sudah tidak melihat Dewa, bahkan suaminya itu semalam penuh memeluknya, namun pagi ini justru Naya tidak menemukan suaminya di sampingnya.Naya segera melompat dari kasur untuk mencari suaminya, bagaimana jika suaminya kembali pusing dan ..Ah, pikirannya benar-benar membuatnya takut.Naya mencari ke penjuru ruangan yang ada di rumahnya namun tetap tidak menemukan keberadaan suaminya.Setelah lelah mencari akhirnya manusia yang dirinya cari justru datang dengan badan penuh keringat sedang berjalan ke arahnya.Naya melipat kedua tangannya di depan dada, menatap suaminya yang baru saja pulang jogging dengan keringat yang membasahi kaosnya. Naya sudah memasang wajah galaknya siap untuk mengomeli pria itu.“Bagus ya, baru enakan udah lari-lari.” Naya mengomel. Mendapatkan omelan dari istrinya, namun Dewa justru mengabaikannya, dan memilih berjalan meninggalkan istrinya.“Mas! Denger aku nggak sih!” Teriak Naya kesal.Mendengar teriakan istrinya Dewa berbalik dengan wajah