Share

Kecewa

Penulis: Ayu Anggita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-06 08:00:35

Andara menangis dalam dekapan Anessa—sahabatnya. Dia tak menyangka kisah cintanya dengan Dirga akan berakhir seperti ini. Dikhianati dan dicampakkan begitu saja seperti sampah yang tak berguna.

“Udah, Ra,” ucap Anessa. “Jangan kamu tangisi lagi si Dirga! Dia nggak pantas kamu tangisi kayak gini.”

Andara melepaskan pelukannya. Matanya yang memerah dan basah menatap ke arah sang sahabat.

“Kamu beruntung tahu kebusukan Dirga sebelum semuanya terlambat. Sebelum hubungan kalian berjalan terlalu jauh dan …”

“Bisa anterin aku pulang, Nes?” potong Andara.

“Aku nggak mau ada orang yang lihat aku nangis kayak gini,” lanjut Andara.

Anessa mengerutkan keningnya. Namun, sedetik kemudian dia mengangguk setuju. Gadis berambut panjang itu lantas mengambil ponsel pintarnya di dalam tas selempang miliknya.

“Aku pesankan taksi dulu ya!” ujar Anessa.

Andara mengangguk. “Aku nggak nyangka Dirga bisa Setega ini sama aku,” ujar Andara. Matanya menatap kosong ke depan. Seolah seluruh semangat hidupnya habis saat melihat perselingkuhan yang dilakukan oleh Dirga.

“Kurang apa sih aku sama dia?” tanyanya entah pada siapa.

“Selama ini aku selalu berusaha untuk setia sama dia. Enggak pernah aku bikin dia kecewa. Walaupun kita lagi berjauhan sekali pun. Aku nggak pernah punya niat untuk menduakan cintanya. Tapi, … tapi, kenapa dia setega ini sama aku?”

Anessa mengelus punggung sahabat baiknya itu. Memberikan dukungan dan menyalurkan energi semangat untuk Andara yang sedang patah hati.

“Aku bahkan rela melawan orang tua demi bisa jalan sama dia. Bohong sama kakakku dan ….”

Tiba-tiba Andara bangkit dari tempat duduknya dan bersiap untuk beranjak dari tempat itu. Anessa yang sejak tadi bersama dengannya nampak kebingungan melihat perubahan sikap sang sahabat.

“Mau ke mana, Ra?” tanya Anessa.

“Aku harus minta maaf sama Papa dan Mama. Sama kakakku juga. Karena udah bikin kecewa mereka semua. Bahkan … bahkan terakhir aku berdebat sama Papa gara-gara ….”

Andara tak melanjutkan perkataannya. Dia berjalan cepat bahkan setengah berlari menuju halte yang ada di pinggir taman. Anessa yang melihat itu segera berdiri dan mengikuti langkah sahabat baiknya itu. Namun, saat akan tiba di halte yang ada di sekitar taman itu, Andara menghentikan langkahnya.

“Kenapa?” tanya Anessa yang juga telah tiba di dekat Andara.

“Taksinya udah datang belum?” tanya Andara pada Anessa dengan tampang konyol.

Anessa menepuk keningnya sendiri. Gadis berambut panjang itu merasa heran dengan sahabatnya itu. Dalam situasi apa pun, dia masih bisa bersikap konyol dan penuh kejutan. Berbeda dengan dirinya yang ketika bad mood atau tak enak hati, dia pasti akan lebih banyak diam.

“Tadi katanya kamu pesan taksi, kan?” tanya Andara lagi. “Udah datang belum taksinya?”

Anessa menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian dia mengusap layar ponsel pintarnya untuk melihat ke aplikasi taksi online.

“Sebentar lagi, Ra. Paling lima menit lagi taksinya sampai,” jawab Anessa.

“Kita tunggu aja di halte itu. Daripada nunggu di sini. Udah kayak penunggu pohon beringin aja kita berdua.” Anessa mengulas senyum ketika melontarkan candaan itu.

Andara ikut tersenyum mendengar candaan Anessa. Keduanya lalu berjalan menuju halte yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

*******************

Beberapa hari kemudian, Andara sudah kembali seperti biasa. Walaupun hatinya masih sakit jika teringat dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh Dirga. Akan tetapi, dia berusaha untuk terlihat biasa saja di depan semua orang, termasuk di depan kedua orang tuanya. Beruntungnya Papa sepertinya lupa akan tantangannya waktu itu. Buktinya Papa sama sekali tak menyinggung soal Dirga dan perjodohan itu beberapa hari ini.

“Enggak kuliah kamu, Ra?” tanya Papa saat mereka berada di meja makan. Menikmati sarapan yang sudah terhidang di hadapan masing-masing.

Andara menggelengkan kepalanya. Tangannya sibuk menyuapkan nasi goreng sosis ke dalam mulutnya.

“Berarti kamu hari ini di rumah aja, kan?” cecar Papa.

Andara menghentikan aktivitasnya menyuapkan nasi ke dalam mulut. Matanya menatap ke arah Papa dengan tatapan penuh tanya.

“Emang kenapa, Pa?” Tak tahan juga Andara untuk tidak bertanya seperti itu.

Papa menyunggingkan senyum misterius. Sedangkan Mama hanya senyum-senyum tidak jelas ketika mendengar pertanyaan sang anak gadis.

“Pada kenapa sih? Enggak jelas banget deh,” kesal Andara yang pertanyaannya tidak mendapatkan respon dari Papa dan Mama.

“Hari ini kakak kamu mau datang. Kita juga ada tamu spesial yang datang hari ini juga. Jadi, Mama harap kamu tetap berada di rumah dan nggak keluyuran ke mana-mana,” pinta Mama.

“Tamu siapa sih, Ma?” tanya Andara penasaran.

“Ada deh. Nanti juga kamu bakalan tahu sendiri siapa tamunya. Iya kan, Pa?” Mama mencari dukungan pada Papa yang tengah menguk minumannya.

“Pokoknya hari ini kamu jangan pergi ke mana-mana! Diam saja di rumah. Bantuin Mama dan Bi Idah masak. Soalnya tamu ini tuh spesial banget,” jelas Mama.

Andara semakin dibuat penasaran dengan perkataan kedua orang tuanya. Sespesaial apa sih tamu itu? Sampai-sampai dirinya tidak diizinkan keluar rumah seharian ini? Apa jangan-jangan tamu itu berhubungan dengan orang yang akan dijodohkan dengannya?

“Oh iya, gimana misi kamu untuk membawa pacar tersayang mu ke sini? Berhasil?” Tiba-tiba saja Papa menyinggung soal itu lagi.

Andara terkesiap mendengar pertanyaan bernada cibiran itu. Dia tampak gelagapan dan tak tahu harus menjawab bagaimana.

“Gagal? Dia nggak mau datang ke sini? Takut ketemu sama Papa dan Mama?” cecar Papa. Membuat Andara semakin ciut.

“Papa kan sudah bilang sama kamu. Laki-laki kayak gitu nggak bakalan pernah serius sama kamu. Dia pacaran sama kamu hanya untuk have fun aja. Enggak bakalan ada niatan untuk ke jenjang yang lebih lanjut lagi,” terang Papa panjang lebar.

Andara terdiam mendengar ucapan Papa. Benar apa yang dikatakan oleh Papa. Dirga memang tak pernah bisa diajak untuk serius. Dia berpacaran dengan Andara hanya untuk have fun saja. Bukan untuk menjadikan Andara istri atau berniat untuk serius dengan gadis itu.

“Lebih baik sekarang kamu putusin aja cowok kayak gitu, Ra,” timpal Mama.

“Enggak ada gunanya kamu mempertahankan hubungan dengan cowok model begitu. Bikin susah aja yang ada,” lanjut wanita yang masih tampak cantik itu.

Andara menoleh ke arah sang mama yang duduk di sebelahnya. Dalam hati dia membenarkan semua ucapan kedua orang tuanya. Tak ada gunanya juga dia bersikeras bertahan sendirian. Sedangkan Dirga memilih untuk membagi hatinya bahkan dia juga bertindak terlalu jauh. Kini dirinya baru menyadari jika ucapan kedua orang tuanya benar-benar terjadi padanya.

“Sekarang Papa mau tanya sama kamu,” ujar Papa.

“Kamu mau menerima perjodohan ini, kan? Menerima apa adanya calon suami pilihan Papa dan Mama?” tanya lelaki berwajah sangar itu.

Andara menatap Papa dan Mamanya secara bergantian. Hatinya berkecamuk tak karuan. Dia memang telah gagal membawa Dirga untuk menghadap orang tuanya. Namun, dia juga tidak ingin menerima perjodohan ini. Apalagi harus menikah dengan seorang lelaki tanpa tahu rupa dan wajahnya seperti apa?

“Kamu mau kan, Ra?” Kali ini Mama yang bertanya. Wanita itu menyentuh bahu Andara dan menatap putrinya dengan penuh harap. Membuat Andara semakin tersudut karena tatapan mata itu.

Andara menghela napas panjang. Memejamkan matanya sejenak sebelum akhirnya menyatakan sesuatu untuk menjawab pertanyaan kedua orang tuanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Duda Pilihan Mama   Akhir Dari Segalanya

    Mentari pagi menyinari bumi, seolah ikut merayakan lembaran baru dalam hidup Andara. Tak ada lagi bayang-bayang kelam Dirga, tak ada lagi teror, tak ada lagi ancaman yang mengusik tidur malamnya. Semua berakhir sudah. Dirga kini mendekam di balik jeruji besi. Mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan pada pengadil di dunia. Tentang obsesinya pada Andara dan percobaan menculik wanita muda itu. Semuanya berkasnya sudah lengkap dan siap dilimpahkan ke kejaksaan.Namun, ternyata pengadilan Tuhan datang lebih cepat. Berita tentang Dirga sampai di telinga Andara lewat telepon dari Pak Arman, penyidik yang menangani kasusnya. “Andara, aku harus memberitahumu sesuatu ... Dirga ditemukan meninggal di selnya tadi pagi,” ucap Pak Arman dengan suara serius. Andara terdiam sejenak. Seolah pikirannya berhenti bekerja. "Dia ... meninggal?" suaranya nyaris berbisik. "Ya. Diduga kuat bunuh diri. Polisi menemukan sepucuk surat

  • Duda Pilihan Mama   Hampir Berhasil

    Udara sore itu terasa gerah, seolah menyimpan firasat buruk yang sebentar lagi meledak. Di depan rumah Zacky, Andara terus meronta dengan sekuat tenaga. Berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan besi Dirga. Tubuhnya yang mungil tampak tak berdaya di hadapan laki-laki itu. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya yang pucat pasi. “Lepaskan aku, Dirga! Kamu gila!” teriak Andara histeris. Suaranya serak karena terlalu banyak berteriak sejak tadi. Namun, Dirga hanya menyeringai puas. “Diam, Andara. Kamu milikku. Seharusnya sejak dulu kamu jadi milikku, bukan Galang!” desisnya penuh amarah. Genggamannya di lengan Andara semakin kuat, hingga gadis itu meringis kesakitan. “Tolooong!” pekik Andara lagi, suaranya menggema di sepanjang jalan. Namun, tak ada siapa pun yang datang. Seolah dunia menutup mata pada penderitaannya. Dirga menarik paksa tubuh Andara menuju mobil hitam yang terparkir tak jauh dari sana. Andara teru

  • Duda Pilihan Mama   Semakin Menggila

    Langit belum sepenuhnya gelap saat Andara kembali terbangun dari tidur singkatnya. Detak jantungnya berpacu lebih cepat daripada biasanya. Dadanya sesak, seolah ada tangan tak kasatmata yang menekannya kuat-kuat. Sudah berhari-hari ia tak bisa tidur nyenyak sejak pindah ke rumah Zacky. Rumah besar dengan pagar tinggi itu tak memberinya rasa aman. Justru ia merasa terjebak dalam kurungan yang tak terlihat. “Kenapa aku terus merasa seperti ini?” gumamnya pelan sambil memeluk bantal. “Kapan semua ini akan berakhir?” Suaranya terdengar putus asa. Seolah tak ada harapan akan hari esok yang lebih baik lagi. Di setiap sudut rumah, Andara merasa ada mata yang mengintainya. Mengawasi setiap gerak langkahnya. Entah dari bayangan di balik tirai, pantulan kaca jendela, atau bahkan dari cermin di kamarnya sendiri. Ketakutannya bukan tanpa sebab. Teror yang dialaminya tak pernah mengenal waktu. Siang dan malam terasa sama mencekamnya.

  • Duda Pilihan Mama   Rasa Takut dan Ancaman

    Zacky menatap adiknya yang menggigil di pelukannya. Wajah Andara pucat, matanya kosong. Napasnya tersengal, seolah baru saja dikejar mimpi buruk yang tak kunjung usai. “Aku enggak akan biarkan kamu ngerasain ini lagi, Ra …” gumam Zacky dengan rahang mengeras. “Enggak akan ada satu orang pun yang bisa nyentuh kamu tanpa melewati aku dulu.” Galang berdiri tak jauh dari mereka, menatap Andara dengan rasa bersalah yang menggerogoti hati. Tangannya terkepal, napasnya berat, tetapi ia tetap diam. Saat ingin melangkah mendekat, Zacky justru menatapnya tajam. “Jangan dekati dia!” bentak Zacky, matanya berkilat penuh amarah. “Udah cukup kamu memberikan rasa takut padanya, Galang. Kamu enggak becus jagain istri kamu sendiri!” Galang tertegun, tetapi tidak mundur. Dia mengatur napasnya dan irama jantungnya yang tak beraturan. “Aku sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik …” “Terbaik?!” Zacky mencibir. “

  • Duda Pilihan Mama   Dia Kembali

    Dirga melarikan diri dari penjara. Joko membantunya untuk menyelinap keluar ketika ada teman yang menjenguknya di dalam penjara tempo hari. Tak ada yang melihat dan tak ada yang tahu jika Dirga sudah berdiri bebas di luar gedung yang selama ini membelenggu kebebasannya. Dirga menyeringai puas saat mendengar kabar tentang ketakutan yang menyelimuti Andara. Ia duduk santai di kursi kayu reyot di gudang tempat persembunyiannya, menikmati segelas kopi pahit yang kini terasa manis karena rasa puas yang membuncah. Wajahnya yang tirus terlihat lebih menyeramkan ketika cahaya redup dari lampu minyak menyinari setengah bagian mukanya. Matanya menyipit, menatap foto Andara yang tergeletak di atas meja penuh debu. "Aku akan buat kamu menyesal, Andara," gumamnya. “Kamu pikir kamu bisa bahagia setelah ninggalin aku? Kamu salah.” “Aku nggak akan tinggal diam, Sayang. Kamu harus tetap jadi milikku selamanya.” Seringai menakutkan tergambar di wajahnya

  • Duda Pilihan Mama   Tenang atau Tegang

    Joko akhirnya dijebloskan ke dalam penjara karena membantu rencana Dirga untuk meneror Andara. Galang bisa bernapas dengan lega setelah penangkapan yang dramatis malam itu. Namun, dia tetap harus waspada. Dia tak ingin kecolongan lagi seperti yang sudah-sudah. Semenjak Joko ditangkap dan dipenjara, rumah Andara dan Galang seperti menemukan kembali denyut damainya. Suara tawa pelan, obrolan hangat, dan langkah ringan kembali mengisi ruang-ruang yang sempat dingin oleh rasa takut dan ketegangan. Meski rasa trauma itu masih membayang, terutama saat Andara sendirian. Akan tetapi, hari-hari berjalan lebih tenang. Galang pun seolah berusaha menebus segala waktu yang sempat hilang. Ia lebih sering berada di rumah, menemaninya sarapan, menjemputnya pulang mengajar, bahkan sesekali membantu menyiram tanaman di halaman belakang rumah mereka. Sentuhan kecil semacam itu terasa besar bagi Andara. Kehangatan yang dulu sempat meredup, kini kembali menyala.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status