Share

Duda Pilihan Mama
Duda Pilihan Mama
Author: Ayu Anggita

Perjodohan

Author: Ayu Anggita
last update Last Updated: 2025-02-05 08:00:56

“APA?!” pekik Andara. “DIJODOHKAN?!”

Kedua matanya membulat sempurna kala mendengar perkataan kedua orang tuanya. Bahkan saking kagetnya, Andara sampai berdiri dari tempat duduknya.

“Aku nggak mau, Ma. Buat apa sih dijodoh-jodohkan kayak gitu?” kesal Andara.

“Emangnya ini zamannya Siti Nurbaya apa? Pakai jodoh-jodohan segala!” sungut gadis berparas manis itu.

Mama menghela napas panjang. Wanita yang masih tampak cantik di usianya yang menginjak 50 tahun itu tampak menatap sang anak dengan tatapan lembut.

“Bukan dijodohkan, Ra. Kami cuma membantu kamu untuk menemukan pasangan yang terbaik untuk masa depan kamu.” Kali ini Papa yang menjawab. Mewakili sang istri yang terdiam di sampingnya.

Andara melirik papanya dan berdecak kesal. “Apaan sih, Pa? Aku itu masih pengin kuliah. Masih pengin berkarir juga nantinya. Enggak mau ah kalau harus nikah muda. Apalagi pakai acara dijodoh-jodohkan kayak gini! Enggak mau ah!” sergah Andara.

“Kan setelah nikah kamu juga bisa lanjutin kuliah. Bisa kerja juga nantinya. Calon suami kamu nggak bakalan ngelarang kok. Percaya deh sama Mama,” sahut Mama.

“Musyrik kalau aku percaya sama Mama. Percaya tuh sama Tuhan bukan sama manusia. Apalagi sama Mama,” ujar Andara.

Mama meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sedangkan Papa hanya bisa geleng-geleng kepala melihat anak dan istrinya berdebat.

“Betul itu, Ra,” sambung Papa. “Calon suami kamu nggak bakalan ngelarang kamu kuliah atau kerja. Dia pasti ngizinin.”

Andara berdecak kesal. “Aku nggak mau, Pa, Ma. Lagian aku udah punya cowok. Dia juga serius sama aku,” sergah Andara.

“Baru juga pacar, Ra,” sahut Mama. “Tinggalin aja dia. Pilihan Mama dan Papa pasti nggak bakalan bikin kamu menyesal nantinya.”

“Iya, Ra. Lagian ngapain sih pacaran sama sesama mahasiswa? Paling juga ujung-ujungnya cuma dipermainkan doang. Enggak akan serius itu,” sambung Papa.

Mendengar penuturan kedua orang tuanya, Andara semakin kesal. Pertama, mereka memaksa Andara untuk menerima perjodohan yang menjijikkan ini. Kedua, mereka sudah berani menghina seseorang yang amat Andara sayangi.

“Enggak mau!” sentak Andara. “Pokoknya aku nggak mau dijodohkan. Aku masih pengin kuliah dan aku juga udah punya pacar. Titik enggan pakai koma apalagi pakai tanda petik!” ujar Andara tetap kekeuh pada pendiriannya.

“Dengarkan dulu, Ra!” ucap sang mama dengan lembut. “Kami nggak memaksa kamu untuk menerima perjodohan ini. Kami hanya inginkan yang terbaik buat kamu. Itu aja kok!”

“Iya, Ra.” Papa ikut membujuk anak gadisnya yang sedikit keras kepala ini. Bukan! Bukan sedikit. Akan tetapi sangat keras kepala ini.

“Kami melakukan ini bukan tanpa alasan, Ra,” ujar Papa. “Kami mau …”

“Alasan apa, Pa?” potong Andara. “Mama sama Papa nggak percaya kalau aku udah punya cowok dan cowok itu serius sama aku?”

Kedua orang tuanya saling lempar pandang. Mereka berdua harus mencari kalimat yang pas untuk menjelaskan semuanya pada anak gadisnya ini.

“Bukannya kami nggak percaya, Ra. Kami cuma mau yang terbaik untuk hidup dan masa depan kamu,” jawab sang papa.

Andara melipat kedua tangannya di depan dada. Senyum sinis tergambar di wajahnya yang sudah nampak gusar.

“Kalau Mama sama Papa percaya, kenapa masih maksa juga? Aku kan udah berulang kali bilang, kalau aku udah punya cowok.”

Mama dan Papa menghela napas panjang. Keduanya tampak terdiam dan berusaha mencari akal agar Andara mau menerima perjodohan ini tanpa merasa dipaksa dan terpaksa.

“Kamu pasti bakalan jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat cowok ini, Ra. Dia udah ganteng, pinter, kaya dan yang paling penting dia itu orangnya penyayang juga setia,” jelas Mama panjang lebar.

“Oh ya?!” Mata Andara membulat. “Kalau gitu kenapa nggak Mama aja yang nikah sama cowok itu. Kenapa harus aku?”

“Kalau papa kamu mengizinkan enggak masalah buat Mama, Mama akan terima dia sebagai suami kedua,” jawab Mama yang langsung mendapatkan pelototan tajam dari Papa.

Papa menghela napas sekali lagi. “Oke daripada kita berdebat terus yang nggak ada faedahnya. Lebih baik besok bawa dia ke mari.”

“Papa pengin tahu seberapa serius dia sama kamu,” ujar Papa.

“Oke. Besok aku bakalan ajak dia ke sini. Biar Papa dan Mama buktikan sendiri kalau aku bisa cari cowok yang serius,” tantang Andara.

Papa menganggukkan kepalanya. “Baik. Tapi, kalau sampai kamu gagal membawa dia ke mari. Kamu harus mau menerima perjodohan ini,” pungkas lelaki berwajah sangar itu.

“Oke, siapa takut?!” sahut Andara dengan percaya diri tinggi. “Tapi, kalau aku berhasil membawa dia ke sini dan membuktikan kalau dia serius, Papa dan Mama harus membatalkan perjodohan ini.”

Setelah terjadi kesepakatan itu. Andara bergegas pergi meninggalkan tempat duduknya. Dalam hati dia merasa menang dan pasti akan berhasil membatalkan perjodohan yang menurutnya sudah melanggar hak asasinya untuk memilih pasangan hidup.

Esok harinya, Andara pergi menemui sang kekasih setelah kuliah. Dia bermaksud untuk mengajaknya untuk bertandang ke rumahnya.

“Aduh gimana ya, Beib?” ujar lelaki berambut ikal sebahu itu. “Hari ini ada praktikum sampai sore. Belum lagi tugas kuliah ku yang lagi banyak-banyaknya.”

“Terus kapan kamu mau menemui orang tuaku?” tanya Andara dengan nada sedikit memaksa.

“Aku belum tahu, Ra,” jawab pemuda itu. “Tapi, aku usahain deh Minggu depan ke rumah kamu. Aku janji.”

Andara menarik napas lega mendengarnya. Walaupun dalam hatinya masih menyimpan rasa kecewa karena belum bisa membawa kekasihnya itu untuk menemui kedua orang tuanya.

*******************

Orang tua Andara terus saja menagih janji anak gadisnya untuk membawa kekasihnya ke rumah. Namun, Andara selalu beralasan jika kekasihnya masih memiliki kesibukan lain. Hingga akhirnya dia menjadi kehilangan akal sendiri ketika orang tuanya kembali menanyakan hal yang sama kepadanya.

“Dari jawaban yang kamu kasih, Papa sudah tahu kalau pacar kamu itu nggak serius,” ujar Papa setelah Andara mengatakan alasannya.

“Dia serius, Pa. Cuma lagi banyak kegiatan aja di kampus. Belum lagi tugas kampus yang banyak. Makanya dia belum sempat ke sini.” Sebuah alasan klasik lagi yang keluar dari mulut Andara.

Papa menyunggingkan senyuman miring. Namun, pria itu tak berkata apa-apa lagi. Dia melanjutkan sarapannya hingga tandas tak bersisa.

“Aku berangkat dulu, Ma, Pa,” pamit Andara. Dia lalu berjalan menuju sang mama dan mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkannya itu. Hal yang sama dia lakukan juga kepada sang papa.

“Jangan lupa bawa dia ke mari!” pinta Papa.

Andara tak menggubris omongan Papa. Dia terus berjalan menuju pintu dan keluar dari rumahnya. Dia depan telah menunggu ojek online yang ia pesan untuk mengantarkannya menuju kampus.

Sesampainya di kampus, Andara bermaksud untuk menemui kekasihnya kembali. Namun, dia tak bisa menemukan sosok pemuda itu di mana pun juga. Bahkan teman-temannya juga tak ada yang tahu dia ke mana hari ini.

“Udah, Ra. Nanti kita coba ke kosannya dia aja. Siapa tahu dia lagi sakit, kan?” ujar seorang gadis berambut panjang yang berdiri di samping Andara.

Andara menoleh dan mengangguk. “Nanti temenin aku ke sana ya,” pinta Andara pada gadis berambut panjang itu.

Siang harinya setelah selesai kuliah, Andara dan sang sahabat pergi ke tempat kos milik Dirga—kekasih Andara. Andara berharap bisa menemukan sang kekasih di sana dan syukur-syukur bisa membawanya untuk menemui kedua orang tuanya hari ini.

Ekspektasi yang terlalu tinggi membuat rasa percaya diri Andara juga meninggi. Namun, semua itu luluh lantak ketika matanya melihat sesuatu yang seharusnya tak ia lihat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Duda Pilihan Mama   Semakin Sering

    “Foto siapa itu?” tanya Andara. Galang yang hendak duduk pun menghentikan aksinya. Dia menatap Andara dengan tatapan bingung. “Di wallpaper hp kamu. Itu foto siapa?” Andara mengulangi lagi pertanyaannya sembari menatap mata sang suami. Galang menjadi gelagapan mendengar pertanyaan itu. Dia butuh sedikit improvisasi agar Andara tak salah paham padanya. “Itu foto … foto …” “Foto pacar kamu?” potong Andara cepat. Matanya masih menatap sang suami. Lelaki yang berstatus menjadi suaminya itu tampak bingung. Dia tak tahu harus menjawab apa pertanyaan yang mungkin bisa memancing pertengkaran di antara keduanya. “Heh! Lucu ya,” ujar Andara. “Kemarin aja bilang aku sayang kamu, Ra. Aku udah jatuh hati sama kamu. Sekarang …” “Nyimpen foto cewek. Dijadiin wallpaper lagi,” lanjut Andara. Galang menghela napas panjang. Tanpa menjelaskan apa-apa pun pada Andara, dia me

  • Duda Pilihan Mama   Masa Lalu

    Wajah Andara memerah menahan tawa yang seolah-olah akan meledak. Walpaper yang terpasang di layar laptop milik Galang sukses membuat perutnya terasa kaku. “Narsis banget sih jadi orang!” gumam Andara. Seulas senyum tipis tergambar di wajahnya. Melihat senyum samar itu, Anessa lantas bertanya. “Kenapa, Ra? Senyum-senyum sendiri gitu?” Andara menoleh dan kemudian mengalihkan laptop itu ke arah Anessa. Seketika itu juga tawa Anessa meledak tanpa bisa tertahankan lagi. Bagaimana tidak? Dia melihat foto sang kakak dengan pose yang dibuat sok imut. “Sok cakep banget sih dia!” ujarnya di sela tawanya yang berderai. “Geli banget nggak sih, Ra?” tanya Anessa setelah tawanya reda. Andara menatap sang sahabat lalu tersenyum. “Entahlah! Aku nggak pernah lihat mukanya kalau ….” Belum sempat kalimat itu selesai, terdengar suara seseorang berjalan menuju tempat mereka. Tak lama kemudian munc

  • Duda Pilihan Mama   Kekesalan Andara

    “Aku serius dengan ucapanku, Ra!” Galang berkata sembari menatap kedua mata sang istri. Andara mencoba mencerna ucapan yang keluar dari mulut Galang. Dia tak ingin terlalu berharap yang pada akhirnya membuatnya kecewa dan terluka. “Aku … sudah lama jatuh hati … sama … kamu, Andara.” Dengan susah payah Galang menyelesaikan ungkapan dari hatinya yang terdalam. “Aku … ingin selamanya bersamamu,” lanjut lelaki berbadan tegap itu. Dada Andara bergemuruh hebat. Cuping telinganya tak begitu saja bisa mempercayai apa yang keluar dari mulut seorang Galang. “Apa … kamu … bersedia hidup bersamaku?” tanya Galang. “Memang terdengar konyol dan gombal. Tapi, itulah yang aku rasakan saat ini. Hatiku sudah terpaut di kamu,” lanjut Galang. Andara masih belum bisa mengatakan sepatah kata pun juga. Lidahnya tiba-tiba saja menjadi kelu dan otaknya mendadak blank. Hanya jantungnya yang sejak tadi berd

  • Duda Pilihan Mama   Perasaan Ini

    “Jadi, cuma gara-gara Papa kamu asal ngomong aja waktu itu. Bukan karena utang yang seperti pikiran kamu selama ini?” tanya Anessa dengan ekspresi tak percaya. Andara menganggukkan kepala sembari mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Dia lalu teringat percakapannya dengan kedua orang tuanya tadi siang. “Cuma karena asal ngomong, Papa dan Mama tega numbalin aku,” seru Andara. “Bukan ditumbalkan, Ra. Melainkan dinikahkan dengan seorang cowok cakep yang masa depannya juga cakep,” sahut Mama tetap dengan gaya konyolnya. Andara memutar bola matanya dengan malas. “Sama aja. Intinya aku ditumbalkan untuk memenuhi janji yang nggak sengaja kalian ucapkan, kan?” “Bukan ditumbalkan, Ra. Kan Mama udah bilang berulang kali,” sergah sang mama. Andara mengibaskan tangannya. “Terus sekarang kalian pengin aku maafin ketidaksengajaan yang kalian buat sendiri. Begitu, kan?” Mama dan Papa saling lempar pandang. Sejurus kemudian keduanya menganggukkan kepala secara ber

  • Duda Pilihan Mama   Sebuah Rencana

    Andara menutuo mulutnya dengan kedua tangannya. Lidahnya menjadi kelu dan rasa tak percaya menyelimuti relung batinnya. Seseorang yang ia anggap kalem dan sabar, ternyata bisa meledak seperti ini. “Dasar laki-laki ********!” maki Anessa. Setelah melontarkan makian, Anessa segera keluar dari tempat itu. Disusul kemudian oleh Andara. Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk segera pulang ke rumah. “Aku nggak nyangka dia bisa setega ini. Apa coba kurang ku sama dia?” ujar Anessa setelah keduanya berada di rumah Andara. Andara tampak bingung hendak menanggapi bagaimana. Dirinya juga tak tahu dan tak mengenal calon suami Anessa. Dia hanya tahu nama dan pekerjaannya. Untuk yang lain-lainnya, Andara sama sekali tak mengetahuinya. “Selama ini aku selalu ngalah demi dia. Selalu berusaha mengerti posisi dia. Aku nggak pernah merengek minta diantar-jemput seperti kebanyakan cewek-cewek yang lain. Aku … hah!” “Bodoh banget aku yang terlalu percaya sama dia. Ter

  • Duda Pilihan Mama   Cemburu Buta

    Semenjak keluar dari toko buku, Andara tampak diam saja. Dia hanya berkata seperlunya saja. Tak seperti tadi sebelum dirinya dan Anessa bertemu dengan Galang. “Makan siang dulu yuk!” ajak Anessa. “Ide bagus tuh. Gimana, Ra?” Galang meminta persetujuan dari sang istri atas ajakan Anessa. “Terserah,” jawab Andara pendek. Galang menghela napas panjang. Mulutnya sudah akan memprotes jawaban yang diberikan oleh Andara. Namun, Anessa dengan segera menyela obrolan mereka berdua. “Aku tahu kafe yang lagi hits sekarang. Makanan dan minumannya juga enak-enak,” sela Anessa. “Oh iya? Di mana tuh?” tanya Galang antusias. “Ada di mal ini juga kok. Di lantai tiga. Yuk ke sana aja!” jawab Anessa. Galang mengangguk setuju. Dia melirik ke arah Andara sekilas. Mencoba mencari tahu apa yang membuat istrinya itu menjadi dingin dan cuek. Namun, dia tak bisa menemukan alasan yang masuk akal. Akhirnya dia hanya diam dan memperhatikan Andara secara diam-diam. “Kamu kenapa, Ra?” bisik Anessa y

  • Duda Pilihan Mama   Kecewa

    Anessa menatap kepergian sang kekasih dengan perasaan yang campur aduk. Terus terang saja dia ingin kekasihnya berada di sini saat ini. Menemaninya ke butik untuk melakukan fitting baju. Namun, apa boleh buat. Sang kekasih tak bisa menemani dirinya. Pekerjaannya tak mengizinkan lelaki itu untuk tinggal lebih lama. Anessa menarik napas dalam-dalam sembari memejamkan matanya. Setelah itu ia embuskan napasnya secara perlahan. Walaupun masih ada setitik rasa kecewa, tetapi itu lebih baik dari pada sebelumnya. “Kenapa kamu diam saja di sini?” Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang Anessa. Sontak saja gadis itu menoleh ke belakang. “Kenapa malah diam saja? Dia itu mau ketemuan sama selingkuhannya. Cepat ikuti dia sekarang!” ujar orang itu lagi. Anessa mengerutkan keningnya. Dia lantas berdiri dari tempat duduknya. Berniat untuk menghampiri orang itu. Namun, belum sempat langkahnya mendekat, orang itu bangkit dari tempat du

  • Duda Pilihan Mama   Kebersamaan

    Galang memutuskan untuk meninggalkan pekarangan rumah kedua orang tuanya. Percakapan kedua orang tuanya yang tak sengaja ia dengar mampu memporak-porandakan hatinya saat ini. Dia pun merasa bersalah pada sang istri. Sekarang dia paham bagaimana rasa sakitnya sang istri saat ini. “Lho, Mas!” tegur seseorang yang tak lain adalah Anessa. “Mau pulang atau baru datang?” tanyanya pada Galang yang sudah berada di atas sepeda motor miliknya. Galang mencoba tersenyum. “Baru datang. Tapi, kayaknya Bunda dan Ayah lagi ada tamu deh,” jawab Galang. “Tamu? Tamu siapa?” tanya Anessa dengan dahi berkerut heran. Galang mengangkat bahunya tanda dirinya tidak tahu. “Mungkin rekan kerja Ayah,” sahut Galang sekenanya. Anessa mengerutkan dahinya. Dia tak percaya dengan ucapan sang kakak. Karena di luar pagar rumahnya tak ada kendaraan yang terparkir. Biasanya jika ada tamu, mereka memarkir kendaraannya di luar pagar. Akan tetapi, ini … “Udah ya. Aku mau pulang dulu

  • Duda Pilihan Mama   Tak Semudah Itu

    “Kami ingin bicara sama kalian berdua,” ucap Papa ketika berada di samping meja Andara dan Galang. “Kami ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara kita,” lanjut Mama. Andara menyunggingkan senyuman sinis mendengar ucapan kedua orang tuanya. Matanya menatap sekilas ke arah kedua orang tuanya. “Boleh kami duduk?” tanya Papa dengan hati-hati. Andara menatap sang papa dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tatapannya yang tajam dan sinis membuat Papa sedikit takut. “Silakan, Pa, Ma!” Galang yang kemudian mempersilakan kedua mertuanya untuk duduk di depannya. Sedangkan Andara kini berpindah menempati kursi yang ada di sebelah Galang. “Terus terang kami bingung mau memulai semuanya dari mana. Karena …” “Enggak usah banyak basa-basi deh. Buruan mau ngomong apa?” sentak Andara. Galang menyenggol lengan sang istri. Memperingatkan Andara untuk tetap bersikap sopan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status