Home / Romansa / Duda Pilihan Mama / Pertemuan Pertama

Share

Pertemuan Pertama

Author: Ayu Anggita
last update Last Updated: 2025-02-07 08:00:22

Andara tampak duduk termenung di atas tempat tidurnya. Matanya menatap ke sudut ruangan bernuansa putih itu dengan pandangan kosong. Pikirannya melayang-layang tak tentu arah. Hatinya gamang dan kembali mempertanyakan keputusan yang baru saja ia ambil.

‘Apa benar keputusan yang aku ambil ini?’ batinnya. ‘Apa ini yang aku inginkan dan harapkan?’

‘Apa aku akan mencintai dia? Bukan hanya menjadikannya pelarian dari rasa sakit yang Dirga berikan?’

Andara menghela napas panjang. Menutup matanya sejenak dan membiarkan hati serta otaknya memilih jawaban yang menurutnya masih abu-abu itu.

‘Kalau memang ini adalah jalan yang Tuhan berikan, aku ikhlas menjalani semua ini,’ ujarnya dalam hati.

“Dan kalau memang Tuhan menghendaki demikian, pasti jalan untuk bertemu akan semakin lebar,” gumamnya.

“Tak ada halangan yang bisa mematahkan semuanya jika Tuhan sudah turun tangan.”

Andara menghela napas panjang sekali lagi. Ia semakin memejamkan matanya. Berbisik dalam hati, berharap Tuhan mendengar semuanya. Hanya takdir Tuhan yang ia percaya saat ini.

Sore harinya, Andara kedatangan tamu spesial. Keluarga calon suaminya datang dengan membawa harapan besar. Andara yang memang masih setengah hati menerima perjodohan itu hanya bisa pasrah dan menuruti semua ucapan kedua orang tuanya.

“Nah, kalau sudah begini. Bagaimana kalau kita segera tentukan tanggal untuk pertunangan keduanya,” ucap seorang pria berbadan gemuk dengan kulit putih dan mata sipit.

“Setuju. Lebih cepat lebih baik. Bukan begitu?” sahut Papa dengan antusias.

“Bagaimana, Lang? Kamu setuju untuk segera bertunangan dengan Andara?” Seorang wanita yang usianya tak jauh beda dengan Mama bertanya sembari menatap mata sang anak dalam-dalam.

“Terserah Mama dan Papa aja. Aku ikut aja. Kalau memang itu yang terbaik, aku setuju,” jawab Galang—lelaki yang dijodohkan dengan Andara.

Wanita dan pria yang duduk di samping kanan dan kiri Galang tampak menganggukkan kepalanya. Mereka lantas menatap ke arah kedua orang tua Andara dengan tatapan meminta pendapat.

“Kalau kamu gimana, Ra?” tanya Mama. “Apa kamu setuju?”

Andara mengangkat bahunya. “Aku ikut apa kata Mama dan Papa. Karena kalian yang lebih tahu mana yang terbaik untuk aku,” sahut Andara.

Mama dan Papa tersenyum mendengar jawaban Andara. Begitu juga dengan kedua orang tua Galang. Mereka juga tampak lega dan senang setelah mendengar ucapan dari calon menantunya itu.

“Alhamdulillah,” ucap semua yang ada di ruangan itu hampir bersamaan.

“Kalau gitu Minggu depan kita langsungkan pertunangannya,” ucap orang tua Galang.

“Ide bagus tuh. Lebih cepat lebih baik, kan?” sahut Papa antusias.

“Bagaimana menurut kamu, Ra?” tanya Mama. Tangannya mengelus punggung Andara dengan lembut. Mama tahu apa yang ada di dalam pikiran Andara saat ini.

Andara menghela napas panjang sembari mengangkat bahunya. “Terserah Mama dan Papa aja. Aku nurut aja.”

“Kalau menurut kamu gimana, Lang?” Kali ini giliran orang tua Galang yang menanyai anaknya.

Sama seperti Andara, lelaki itu mengatakan hal yang sama. “Semua terserah Mama dan Papa. Aku yakin apa pun keputusan Papa dan Mama adalah yang terbaik.”

“Oke. Kami anggap kalian setuju dengan keputusan ini. Sekarang tugas kita adalah mempersiapkan segalanya

Beberapa hari setelah pertemuan itu, acara pertunangan pun digelar. Andara tampak begitu cantik dengan balutan kebaya berwarna abu-abu. Riasan wajah yang tak terlalu tebal semakin memancarkan aura kecantikannya. Galang pun tak kalah mempesonanya. Lelaki itu tampak begitu gagah dengan balutan kemeja batik dan celana bahan.

Acara pertunangan itu pun berjalan dengan sempurna. Lancar dan tanpa halangan apapun. Galang tampak mengulas senyum tipis setelah menyematkan cincin di jari manis Andara. Andara pun tampak tersenyum walaupun dengan setengah hati.

*******************

Hari-hari berlalu dengan cepatnya. Tak terasa sebulan sudah Andara menjadi tunangan seorang duda pilihan mamanya. Walaupun masih setengah hati menerima semua ini, Andara tetap berusaha untuk bersikap baik di depan tunangannya itu. Dia tak ingin membuat kecewa kedua orang tuanya.

Tak terasa hari pernikahannya hanya tinggal dua bulan lagi. Semakin mendekati hari pernikahannya, Andara semakin dilanda kegundahan. Apalagi salah seorang sepupunya memberitahu dirinya tentang sulitnya kehidupan setelah menikah.

“Kamu pikirkan lagi aja, Ra,” ujar sepupu Andara. “Jangan terburu-buru! Apalagi calon suami kamu itu adalah seorang duda. Pastinya nanti kamu bakalan dibanding-bandingkan dengan mantan istrinya.”

“Kamu masih muda. Masa depan kamu masih panjang. Apa kamu rela kehilangan masa muda kamu hanya karena nggak pengin ngecewain kedua orang tua kamu?”

“Apa pun yang kamu lakukan pasti akan dibandingkan dengan masa lalu calon suami kamu nantinya,” imbuh gadis berambut panjang itu.

“Walaupun kamu berbuat benar sekali pun, mereka pasti akan tetap membandingkannya dan menganggap kamu nggak becus. Percaya deh sama aku. Semua itu pasti bakalan terjadi.”

Andara hanya diam saja mendengar ucapan saudara sepupunya itu. Dalam hati dia membenarkan apa yang dikatakan oleh saudaranya itu. Namun, dirinya juga tak bisa mundur begitu saja. Selain karena hari pernikahannya sudah semakin dekat, juga karena dirinya tak ingin membuat kedua orang tuanya kecewa.

“Aku ngomong begini bukan karena aku benci atau nggak suka lihat kamu menikah. Akan tetapi, aku peduli sama kamu dan nggak pengin kamu merasakan itu semua,” kata gadis itu.

“Menikah itu ibadah terpanjang yang kita jalani dalam hidup ini, Ra. Jadi, jangan sampai salah pilih pasangan! Supaya kamu nggak menyesal di kemudian hari,” lanjutnya.

“Mumpung masih ada waktu. Sebaiknya kamu pikirkan lagi semuanya. Sebelum kamu menyesal nantinya,” pungkas gadis itu. Setelah berkata demikian, gadis itu lantas pergi meninggalkan Andara di teras depan.

Sepeninggal saudara sepupunya itu, Andara mencoba mencari lagi kebenaran dalam hatinya. Dia tak ingin terpaksa menjalani semua ini. Memang dia tidak menginginkan perjodohan ini, tetapi dirinya juga tak ingin menjadi jahat dengan menjadikan ini sebagai pelarian atas rasa sakitnya.

“Kok melamun, Ra?” tegur seorang wanita cantik dengan hijab menutupi rambutnya.

Andara terkesiap mendengar teguran dari orang itu. Dia lantas mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang menegurnya barusan.

“Iihh bikin kaget aja, Deh,” gerutu Andara.

Wanita itu tersenyum mendengar gerutuan Andara. Dia lalu menempatkan dirinya di kursi kosong di sebelah Andara.

“Kamu kenapa? Kok melamun? Ada yang sedang menjadi pikiran kamu?” brondong wanita cantik itu

Andara menghela napas panjang. Matanya menatap ke arah wanita itu dengan mulut yang tertutup rapat. Hati dan pikirannya menimbang apakah dia harus menceritakan bebannya kepada orang itu atau tidak?

“Kok diam aja, Ra? Ada apa?” kejar wanita itu. Wajahnya tetap terlihat lembut dengan nada suara yang membuat orang lain merasa nyaman.

Andara menatap wajah wanita itu lekat-lekat. Setelah puas memandangi wajah wanita itu, Andara memalingkan wajahnya lagi dan menghela napas panjang. Seolah ada beban yang sangat berat di dadanya.

“Ya udah kalau masih nggak mau cerita,” ujar wanita itu. “Nanti kalau …”

“Menikah itu serem banget ya, Mbak?” Andara memotong ucapan wanita itu dengan pertanyaan.

“Kok tanyanya kayak gitu?”

“Apa lagi kalau ikut mertua. Nyeremin banget ya, Mbak? Pasti nanti dibanding-bandingkan dengan masa lalu pasangan kita ya?” Andara memberondong wanita itu dengan pertanyaan yang membuatnya terdiam.

“Apa lagi kalau pasangan kita adalah seorang duda. Pasti nanti dibanding-bandingkan sama mantan istrinya ya, Mbak? Pasti semua yang kita lakukan akan selalu di bawah bayang-bayang mantan istrinya itu ya?” Berondong Andara tanpa peduli kebingungan yang menyelimuti benak lawan bicaranya.

“Kata siapa?” sergah wanita itu. “Enggak kok. Enggak semua mertua kayak gitu. Ada juga yang baik.”

“Contohnya kayak Mama. Mama adalah contoh mertua yang ….”

Wanita itu menghentikan ucapannya ketika melihat seseorang berjalan mendekat ke arah mereka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Duda Pilihan Mama   Pernikahan Andara

    Andara menatap sang kakak dengan tatapan penuh tanya. Apalagi setelah kakaknya itu tak melanjutkan kalimatnya hingga selesai. Menambah rasa penasaran dalam benak Andara. Namun, saat matanya melihat sosok yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka. Tahu lah dia kenapa sang kakak menghentikan kata-katanya. “Pagi-pagi bukannya ngerjain kerjaan rumah malah ngerumpi,” sinis sosok wanita paruh baya yang baru saja tiba di rumah Andara. “Tahu diri dikit lah kalau tinggal di rumah mertua. Jangan seenak jidatnya aja,” lanjutnya dengan nada yang semakin tak enak didengar. Wanita berhijab yang sejak tadi duduk bersama dengan Andara hanya menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Dia lalu menatap wanita itu dan tersenyum. “Ini lagi,” lanjutnya. Matanya menatap Andara dengan sinis. “Bukannya belajar bagaimana jadi istri yang baik. Malah ikut-ikutan ngerumpi di sini.” “Dasar malas!” umpatnya. “Untung masih ada yang mau nikahin,” lanjut wanita itu. Andara mengerutkan keningnya. Dia la

    Last Updated : 2025-02-20
  • Duda Pilihan Mama   Mama Sakit

    “Pernikahan ini tidak boleh dilanjutkan!” ulang gadis itu. Para tamu dan keluarga kedua mempelai tampak saling bertukar pandang. Mereka terkejut sekaligus resah mendengar penuturan gadis yang berbalut busana kebaya itu. “Maksudnya apa?” tanya salah seorang tamu yang hadir. “Harusnya dia nikahnya sama aku, bukan sama dia!” ucapnya dengan lantang. Andara yang mendengar itu lantas menoleh ke arah Galang. Lelaki itu tampak menggelengkan kepalanya. Memberi isyarat bahwa dirinya tidak mengenal gadis itu. “Lihat! Aku sudah mengenakan pakaian pengantin. Sudah berdandan dan …” Belum selesai kalimat gadis itu terucap, seorang lelaki dan perempuan paruh baya tampak tergopoh-gopoh berjalan ke arah tenda hajatan. “Nduk … Ayo pulang dulu.” Perempuan paruh baya itu menggamit lengan sang gadis dan sedikit menariknya untuk keluar dari tempat itu. “Iiihhh … apaan sih? Aku itu mau nikah, Bu. Tuh lihat tamunya udah pada datang. Calon suamiku juga udah nungguin

    Last Updated : 2025-03-09
  • Duda Pilihan Mama   Salah Paham

    Suara deheman keras membuat Andara dan teman lelakinya menoleh. “Mas Galang!” serunya kaget. “Baru pulang kerja, Mas?” tanyanya. Galang tak bereaksi. Dia hanya diam sambil terus menatap ke arah istri dan teman lelakinya itu secara bergantian. “Em … Ra, aku pulang dulu ya. Udah malam soalnya!” pamit teman kuliah Andara itu. Andara mengangguk dan tersenyum manis. “Makasih ya, Wid. Hati-hati di jalan!” ujar Andara. Pemuda itu hanya tersenyum sembari mengangkat jempolnya tinggi-tinggi. Setelah itu motor melaju membelah malam yang dingin. Meninggalkan pelataran rumah Andara yang tiba-tiba terasa panas. Sepeninggal temannya, Andara masuk ke dalam rumah. Disusul kemudian oleh Galang yang berjalan di belakangnya. “Tasnya taruh aja di kamarku,” ucap Andara dengan nada sedikit dingin. “Itu kamarnya yang pintunya ada tulisan CR7.” Andara meneruskan ucapannya sembari menudingkan

    Last Updated : 2025-03-26
  • Duda Pilihan Mama   Semakin Meruncing

    “Aku memang nggak pernah setuju sama perjodohan ini. Tapi, aku juga nggak mau menjadikan pernikahan ini sebagai permainan,” geram Galang. Andara melongo mendengar penuturan Galang yang terdengar tegas. “Lho siapa yang bilang kalau Mas Galang mempermainkan pernikahan ini?” sergah Andara. Andara sudah tak bisa lagi memendung emosinya ketika mendengar ucapan Galang. Walaupun suaranya masih terdengar lembut. “Memang nggak ada. Tapi, kamu …,” tunjuk Galang. “Kamu secara nggak langsung udah mulai mempermainkan pernikahan ini. Kamu udah mulai main belakang,” sahut Galang. “Maksud kamu apa sih? Kenapa nyasar nggak karuan gini ngomongnya,” kesal Andara. Galang mendengus kesal mendengar ucapan sang istri. Dia lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Sedangkan Andara masih menatap tajam ke arah lelaki yang berstatus suaminya itu. “Sekarang aku tanya,” ucap Andara akhirnya. “Kenapa tiba-tiba k

    Last Updated : 2025-03-26
  • Duda Pilihan Mama   Kenyataan Pahit

    Andara tampak duduk termenung. Matanya basah dan sembab. Entah sudah berapa kali air matanya jatuh membasahi pipinya. Pikirannya kacau dan hatinya berdenyut nyeri. Kejadian beberapa jam yang lalu terus berputar di dalam otaknya. Seolah mengejek nasibnya. “Jadi, selama ini aku itu beban buat Papa dan Mama?” tanya Andara setelah mendengar sesuatu yang seharusnya tak ia dengar. “Jadi, selama ini kalian merawat ku supaya bisa menjadi tumbal untuk melunasi utang yang bahkan aku sendiri nggak tahu bentuknya seperti apa?” lanjutnya dengan suara bergetar. “Bukan begitu, Ra. Kami hanya …” Andara menepis tangan sang mama ketika perempuan itu hendak menyentuhnya. Matanya memerah dengan sorot tajam yang mengerikan. “Jadi ini alasan kalian nggak mengizinkan aku untuk berhubungan dengan orang lain?” cecar Andara. “Ini juga yang menjadi alasan kalian nggak merestui hubungan aku yang dulu?” pekik Andara.

    Last Updated : 2025-04-12
  • Duda Pilihan Mama   Tak Semudah Itu

    “Kami ingin bicara sama kalian berdua,” ucap Papa ketika berada di samping meja Andara dan Galang. “Kami ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara kita,” lanjut Mama. Andara menyunggingkan senyuman sinis mendengar ucapan kedua orang tuanya. Matanya menatap sekilas ke arah kedua orang tuanya. “Boleh kami duduk?” tanya Papa dengan hati-hati. Andara menatap sang papa dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tatapannya yang tajam dan sinis membuat Papa sedikit takut. “Silakan, Pa, Ma!” Galang yang kemudian mempersilakan kedua mertuanya untuk duduk di depannya. Sedangkan Andara kini berpindah menempati kursi yang ada di sebelah Galang. “Terus terang kami bingung mau memulai semuanya dari mana. Karena …” “Enggak usah banyak basa-basi deh. Buruan mau ngomong apa?” sentak Andara. Galang menyenggol lengan sang istri. Memperingatkan Andara untuk tetap bersikap sopan

    Last Updated : 2025-04-13
  • Duda Pilihan Mama   Kebersamaan

    Galang memutuskan untuk meninggalkan pekarangan rumah kedua orang tuanya. Percakapan kedua orang tuanya yang tak sengaja ia dengar mampu memporak-porandakan hatinya saat ini. Dia pun merasa bersalah pada sang istri. Sekarang dia paham bagaimana rasa sakitnya sang istri saat ini. “Lho, Mas!” tegur seseorang yang tak lain adalah Anessa. “Mau pulang atau baru datang?” tanyanya pada Galang yang sudah berada di atas sepeda motor miliknya. Galang mencoba tersenyum. “Baru datang. Tapi, kayaknya Bunda dan Ayah lagi ada tamu deh,” jawab Galang. “Tamu? Tamu siapa?” tanya Anessa dengan dahi berkerut heran. Galang mengangkat bahunya tanda dirinya tidak tahu. “Mungkin rekan kerja Ayah,” sahut Galang sekenanya. Anessa mengerutkan dahinya. Dia tak percaya dengan ucapan sang kakak. Karena di luar pagar rumahnya tak ada kendaraan yang terparkir. Biasanya jika ada tamu, mereka memarkir kendaraannya di luar pagar. Akan tetapi, ini … “Udah ya. Aku mau pulang dulu

    Last Updated : 2025-04-16
  • Duda Pilihan Mama   Kecewa

    Anessa menatap kepergian sang kekasih dengan perasaan yang campur aduk. Terus terang saja dia ingin kekasihnya berada di sini saat ini. Menemaninya ke butik untuk melakukan fitting baju. Namun, apa boleh buat. Sang kekasih tak bisa menemani dirinya. Pekerjaannya tak mengizinkan lelaki itu untuk tinggal lebih lama. Anessa menarik napas dalam-dalam sembari memejamkan matanya. Setelah itu ia embuskan napasnya secara perlahan. Walaupun masih ada setitik rasa kecewa, tetapi itu lebih baik dari pada sebelumnya. “Kenapa kamu diam saja di sini?” Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang Anessa. Sontak saja gadis itu menoleh ke belakang. “Kenapa malah diam saja? Dia itu mau ketemuan sama selingkuhannya. Cepat ikuti dia sekarang!” ujar orang itu lagi. Anessa mengerutkan keningnya. Dia lantas berdiri dari tempat duduknya. Berniat untuk menghampiri orang itu. Namun, belum sempat langkahnya mendekat, orang itu bangkit dari tempat du

    Last Updated : 2025-04-18

Latest chapter

  • Duda Pilihan Mama   Kekesalan Andara

    “Aku serius dengan ucapanku, Ra!” Galang berkata sembari menatap kedua mata sang istri. Andara mencoba mencerna ucapan yang keluar dari mulut Galang. Dia tak ingin terlalu berharap yang pada akhirnya membuatnya kecewa dan terluka. “Aku … sudah lama jatuh hati … sama … kamu, Andara.” Dengan susah payah Galang menyelesaikan ungkapan dari hatinya yang terdalam. “Aku … ingin selamanya bersamamu,” lanjut lelaki berbadan tegap itu. Dada Andara bergemuruh hebat. Cuping telinganya tak begitu saja bisa mempercayai apa yang keluar dari mulut seorang Galang. “Apa … kamu … bersedia hidup bersamaku?” tanya Galang. “Memang terdengar konyol dan gombal. Tapi, itulah yang aku rasakan saat ini. Hatiku sudah terpaut di kamu,” lanjut Galang. Andara masih belum bisa mengatakan sepatah kata pun juga. Lidahnya tiba-tiba saja menjadi kelu dan otaknya mendadak blank. Hanya jantungnya yang sejak tadi berd

  • Duda Pilihan Mama   Perasaan Ini

    “Jadi, cuma gara-gara Papa kamu asal ngomong aja waktu itu. Bukan karena utang yang seperti pikiran kamu selama ini?” tanya Anessa dengan ekspresi tak percaya. Andara menganggukkan kepala sembari mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Dia lalu teringat percakapannya dengan kedua orang tuanya tadi siang. “Cuma karena asal ngomong, Papa dan Mama tega numbalin aku,” seru Andara. “Bukan ditumbalkan, Ra. Melainkan dinikahkan dengan seorang cowok cakep yang masa depannya juga cakep,” sahut Mama tetap dengan gaya konyolnya. Andara memutar bola matanya dengan malas. “Sama aja. Intinya aku ditumbalkan untuk memenuhi janji yang nggak sengaja kalian ucapkan, kan?” “Bukan ditumbalkan, Ra. Kan Mama udah bilang berulang kali,” sergah sang mama. Andara mengibaskan tangannya. “Terus sekarang kalian pengin aku maafin ketidaksengajaan yang kalian buat sendiri. Begitu, kan?” Mama dan Papa saling lempar pandang. Sejurus kemudian keduanya menganggukkan kepala secara ber

  • Duda Pilihan Mama   Sebuah Rencana

    Andara menutuo mulutnya dengan kedua tangannya. Lidahnya menjadi kelu dan rasa tak percaya menyelimuti relung batinnya. Seseorang yang ia anggap kalem dan sabar, ternyata bisa meledak seperti ini. “Dasar laki-laki ********!” maki Anessa. Setelah melontarkan makian, Anessa segera keluar dari tempat itu. Disusul kemudian oleh Andara. Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk segera pulang ke rumah. “Aku nggak nyangka dia bisa setega ini. Apa coba kurang ku sama dia?” ujar Anessa setelah keduanya berada di rumah Andara. Andara tampak bingung hendak menanggapi bagaimana. Dirinya juga tak tahu dan tak mengenal calon suami Anessa. Dia hanya tahu nama dan pekerjaannya. Untuk yang lain-lainnya, Andara sama sekali tak mengetahuinya. “Selama ini aku selalu ngalah demi dia. Selalu berusaha mengerti posisi dia. Aku nggak pernah merengek minta diantar-jemput seperti kebanyakan cewek-cewek yang lain. Aku … hah!” “Bodoh banget aku yang terlalu percaya sama dia. Ter

  • Duda Pilihan Mama   Cemburu Buta

    Semenjak keluar dari toko buku, Andara tampak diam saja. Dia hanya berkata seperlunya saja. Tak seperti tadi sebelum dirinya dan Anessa bertemu dengan Galang. “Makan siang dulu yuk!” ajak Anessa. “Ide bagus tuh. Gimana, Ra?” Galang meminta persetujuan dari sang istri atas ajakan Anessa. “Terserah,” jawab Andara pendek. Galang menghela napas panjang. Mulutnya sudah akan memprotes jawaban yang diberikan oleh Andara. Namun, Anessa dengan segera menyela obrolan mereka berdua. “Aku tahu kafe yang lagi hits sekarang. Makanan dan minumannya juga enak-enak,” sela Anessa. “Oh iya? Di mana tuh?” tanya Galang antusias. “Ada di mal ini juga kok. Di lantai tiga. Yuk ke sana aja!” jawab Anessa. Galang mengangguk setuju. Dia melirik ke arah Andara sekilas. Mencoba mencari tahu apa yang membuat istrinya itu menjadi dingin dan cuek. Namun, dia tak bisa menemukan alasan yang masuk akal. Akhirnya dia hanya diam dan memperhatikan Andara secara diam-diam. “Kamu kenapa, Ra?” bisik Anessa y

  • Duda Pilihan Mama   Kecewa

    Anessa menatap kepergian sang kekasih dengan perasaan yang campur aduk. Terus terang saja dia ingin kekasihnya berada di sini saat ini. Menemaninya ke butik untuk melakukan fitting baju. Namun, apa boleh buat. Sang kekasih tak bisa menemani dirinya. Pekerjaannya tak mengizinkan lelaki itu untuk tinggal lebih lama. Anessa menarik napas dalam-dalam sembari memejamkan matanya. Setelah itu ia embuskan napasnya secara perlahan. Walaupun masih ada setitik rasa kecewa, tetapi itu lebih baik dari pada sebelumnya. “Kenapa kamu diam saja di sini?” Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang Anessa. Sontak saja gadis itu menoleh ke belakang. “Kenapa malah diam saja? Dia itu mau ketemuan sama selingkuhannya. Cepat ikuti dia sekarang!” ujar orang itu lagi. Anessa mengerutkan keningnya. Dia lantas berdiri dari tempat duduknya. Berniat untuk menghampiri orang itu. Namun, belum sempat langkahnya mendekat, orang itu bangkit dari tempat du

  • Duda Pilihan Mama   Kebersamaan

    Galang memutuskan untuk meninggalkan pekarangan rumah kedua orang tuanya. Percakapan kedua orang tuanya yang tak sengaja ia dengar mampu memporak-porandakan hatinya saat ini. Dia pun merasa bersalah pada sang istri. Sekarang dia paham bagaimana rasa sakitnya sang istri saat ini. “Lho, Mas!” tegur seseorang yang tak lain adalah Anessa. “Mau pulang atau baru datang?” tanyanya pada Galang yang sudah berada di atas sepeda motor miliknya. Galang mencoba tersenyum. “Baru datang. Tapi, kayaknya Bunda dan Ayah lagi ada tamu deh,” jawab Galang. “Tamu? Tamu siapa?” tanya Anessa dengan dahi berkerut heran. Galang mengangkat bahunya tanda dirinya tidak tahu. “Mungkin rekan kerja Ayah,” sahut Galang sekenanya. Anessa mengerutkan dahinya. Dia tak percaya dengan ucapan sang kakak. Karena di luar pagar rumahnya tak ada kendaraan yang terparkir. Biasanya jika ada tamu, mereka memarkir kendaraannya di luar pagar. Akan tetapi, ini … “Udah ya. Aku mau pulang dulu

  • Duda Pilihan Mama   Tak Semudah Itu

    “Kami ingin bicara sama kalian berdua,” ucap Papa ketika berada di samping meja Andara dan Galang. “Kami ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara kita,” lanjut Mama. Andara menyunggingkan senyuman sinis mendengar ucapan kedua orang tuanya. Matanya menatap sekilas ke arah kedua orang tuanya. “Boleh kami duduk?” tanya Papa dengan hati-hati. Andara menatap sang papa dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tatapannya yang tajam dan sinis membuat Papa sedikit takut. “Silakan, Pa, Ma!” Galang yang kemudian mempersilakan kedua mertuanya untuk duduk di depannya. Sedangkan Andara kini berpindah menempati kursi yang ada di sebelah Galang. “Terus terang kami bingung mau memulai semuanya dari mana. Karena …” “Enggak usah banyak basa-basi deh. Buruan mau ngomong apa?” sentak Andara. Galang menyenggol lengan sang istri. Memperingatkan Andara untuk tetap bersikap sopan

  • Duda Pilihan Mama   Kenyataan Pahit

    Andara tampak duduk termenung. Matanya basah dan sembab. Entah sudah berapa kali air matanya jatuh membasahi pipinya. Pikirannya kacau dan hatinya berdenyut nyeri. Kejadian beberapa jam yang lalu terus berputar di dalam otaknya. Seolah mengejek nasibnya. “Jadi, selama ini aku itu beban buat Papa dan Mama?” tanya Andara setelah mendengar sesuatu yang seharusnya tak ia dengar. “Jadi, selama ini kalian merawat ku supaya bisa menjadi tumbal untuk melunasi utang yang bahkan aku sendiri nggak tahu bentuknya seperti apa?” lanjutnya dengan suara bergetar. “Bukan begitu, Ra. Kami hanya …” Andara menepis tangan sang mama ketika perempuan itu hendak menyentuhnya. Matanya memerah dengan sorot tajam yang mengerikan. “Jadi ini alasan kalian nggak mengizinkan aku untuk berhubungan dengan orang lain?” cecar Andara. “Ini juga yang menjadi alasan kalian nggak merestui hubungan aku yang dulu?” pekik Andara.

  • Duda Pilihan Mama   Semakin Meruncing

    “Aku memang nggak pernah setuju sama perjodohan ini. Tapi, aku juga nggak mau menjadikan pernikahan ini sebagai permainan,” geram Galang. Andara melongo mendengar penuturan Galang yang terdengar tegas. “Lho siapa yang bilang kalau Mas Galang mempermainkan pernikahan ini?” sergah Andara. Andara sudah tak bisa lagi memendung emosinya ketika mendengar ucapan Galang. Walaupun suaranya masih terdengar lembut. “Memang nggak ada. Tapi, kamu …,” tunjuk Galang. “Kamu secara nggak langsung udah mulai mempermainkan pernikahan ini. Kamu udah mulai main belakang,” sahut Galang. “Maksud kamu apa sih? Kenapa nyasar nggak karuan gini ngomongnya,” kesal Andara. Galang mendengus kesal mendengar ucapan sang istri. Dia lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Sedangkan Andara masih menatap tajam ke arah lelaki yang berstatus suaminya itu. “Sekarang aku tanya,” ucap Andara akhirnya. “Kenapa tiba-tiba k

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status