Di Sebuah coffee shop duduk menyendiri di dekat jendela kaca yang memaparkan langsung orang-orang yang lewat di luar tempat tongkrongan anak muda ini. Renjana sudah berjanji untuk bertemu dengan Yoga— kekasihnya.
Setiap hari Sabtu-Minggu adalah hari di mana mereka akan bertemu untuk menghabiskan waktu. Tidak lama setelah dia membaca 30 halaman dari novel romantis yang sangat dia sukai—yaitu buku tentang pernikahan. Membayangkan kalau dia dan Yoga menikah dan kisahnya seromantis novel yang paling sering dibaca. Meskipun dengan konflik berat. Tapi Yoga harus tetap mengalah seperti para tokoh suami yang ada di novel itu.
Pria itu duduk dengan menyerahkan bunga mawar dan coklat. “Selamat hari valentine, Sayang.” Perasaan Renjana begitu bahagia ketika diberi bunga dan coklat. Yoga orang yang romantis, pria ini sangat dicintainya juga—dan sudah dipacarinya selama sembilan tahun.
Sembilan tahun adalah di mana bisa kredit rumah. Sembilan tahun cukup waktu untuk kredit dua unit mobil. Sembilan tahun adalah waktu yang tidak sebentar.
Ya, wajar saja mama dan papanya mendesaknya untuk menikah karena sebentar lagi dia akan berusia 28 tahun. Lalu dua tahun lagi adalah bencana baginya. Sedangkan Yoga apa? Pria ini sudah berusia tiga puluh tahun lebih. Tapi tidak terlalu terlihat menua, sedangkan Renjana sudah pasti akan diragukan untuk menghasilkan anak. “Mau jalan sekarang?” tawar Yoga ketika pria itu terlihat sudah berpakaian rapi. “Mau ke rumah aku? Masak mungkin seperti biasanya, biar kita ke supermarket beli bahannya.”
Andai ini adalah ajakan suami. Betapa bahagianya hati Renjana menerima ajakan ini dari suaminya sendiri. Pergi ke supermarket membeli bahan yang dibutuhkan untuk memasak, lalu memasak untuk suaminya— indah bukan? Tapi sayangnya itu jauh dari kata indah bagi Renjana.
Mereka sudah sama-sama menghabiskan banyak waktu bersama.
Delapan tahun menunggu? Bayangkan saja dia akan menjadi perawan tua nanti ketika menikah dengan Yoga. Bahkan Yoga bisa mendapatkan yang lebih muda lagi darinya. Yoga masih awet muda, hidupnya juga sangat sehat.
Yoga melambaikan tangannya di depan wajah Renjana. “Kenapa bengong?”
Buru-buru dia langsung mengalihkan fokusnya yang memikirkan tentang perjodohan dia dengan orang lain nanti, orangtuanya akan menyiapkan jodoh untuknya. Yang seperti apa? Lebih baik Renjana fokus pada hidupnya sekarang. Perihal perjodohan itu, belum tentu juga dia cocok dengan calonnya nanti.
Renjana berdiri dari tempat duduknya lalu membawa bunga dan coklat yang diberikan oleh Yoga. Sementara pria itu sedang membayar pancake dan minumannya, dia menunggu pria itu beranjak mendekatinya.
Keluar dari tempat itu mereka berdua bergandengan tangan, Yoga membukakan pintu mobil untuknya. “Uang kamu masih, kan? Jangan boros-boros, ya! Aku lagi nabung juga soalnya.”
Renjana mengangguk lalu menaruh bunga itu kemudian memasang sabuk pengaman. Ingin mengatakan apa yang diusulkan oleh temannya. Seperti yang diketahui bahwa dia harus tegas terhadap Yoga.
“Jana, kamu mikirin apa, sih? Aku tanya kamu mau masak apa kok bengong?”
Sama sekali fokusnya tidak bisa dikendalikan. Pikirannya hanya tentang perjodohan—menikah dengan orang lain—berpisah dengan Yoga yang sudah dia temani sejak awal. Mengingat perjuangannya dengan pria di sampingnya sangat panjang. Menemani Yoga untuk melengkapi berkas- berkas ketika daftar untuk menjadi pegawai dan serangkaian tes itu sangat setia ditemani.
Yoga dulu bekerja di perusahaan sepupunya. Tapi ketika ada peluang Calon Pegawai Negeri Sipil, dia memanfaatkan peluang untuk mendaftar, dan sekarang menjadi pria yang sudah cukup mapan—dari segi usia dan finansial.
“Jana, kenapa sayang?”
Sangat manis, panggilan Yoga seperti tidak terjadi apa-apa. “Aku tanya ke kamu. Kamu mikirin apa?”
“Nggak ada.”
Renjana tidak pernah berpikiran tentang selingkuh, apalagi melirik pria lain. Walaupun banyak dari teman-teman kakaknya yang pernah mengirim salam untuk meminta dijodohkan dengan Renjana. Tapi prioritas utama adalah Yoga.
Usai membeli semua bahan masakan yang dibutuhkan, Yoga ikut membantu mengupas kentang untuk dimasak Renjana nanti. Ya, dia sering berkunjung ke rumah Yoga. Karena tidak ada siapa-siapa di sana selain pria ini sendirian. Yoga tidak pernah berbuat aneh-aneh padanya sampai saat ini.
Tujuan mereka adalah menikah. Begitu kata Yoga setiap kali mereka pergi berdua.
“Kamu bikin steak, ya!” Yoga mengupas kentang dengan cekatan. Dia tidak pernah protes tentang masakan Renjana.
“Aku bikin potato wedges juga jadi cemilan kita gimana?” Usul Renjana ketika melihat banyak sekali kentang yang dibeli oleh Yoga tadi.
Yoga mengiakan dengan cepat. “Mama nggak nanya aneh-aneh, kan?” Clek.
Renjana berhenti memotong kentang yang sudah dicuci bersih oleh Yoga barusan. Kemudian kegiatannya terhenti begitu saja. “Seperti biasa. Mama tanya kapan kita nikah.”
Sebenarnya Renjana tidak enak hati mengatakan ini pada Yoga. Tapi apa yang harus dia katakan lagi kalau mama dan papanya mendesaknya untuk menikah. Jika Yoga tidak mau, maka opsi kedua adalah dijodohkan. Dan akan segera menikah, umur selalu menjadi patokan orangtua untuk menjodohkan dia.
Yoga yang baru saja membersihkan kentang untuk dibuat cemilan mereka nanti. “Aku kan sudah pernah bilang. Kamu jelasin ke mereka.”
“Aku udah ngomong. Tapi orangtua aku selalu bilang kalau usia aku sudah dua puluh tujuh. Ingat itu, Yoga!” Renjana mengatakannya dengan sedikit rasa kesal.
Ya sudah pasti dia kesal karena pacaran sudah lama. Banyak masalah yang mereka lewati, sudah pasti mereka saling memahami satu sama lain.
“Tapi kamu tahu sendiri. Rumah aku...”
“Soal rumah bisa kita selesaikan berdua, Yoga. Aku juga bakalan bantuin kamu. Aku kerja, gaji kita berdua digabung dan pakai hidup berdua dan sambil cicil rumah. Yang penting kita nikah aja dulu.”
“Kok kamu jadi kebelet gitu?”
“Aku nggak kebelet, tapi ingat umur aku.” “Aku tiga puluh tahun lebih masih santai.”
“Itu kamu. Apa orang akan permasalahkan kamu yang usia empat puluh tahun pun nggak akan masalah. Aku ... aku sebentar lagi tiga puluh tahun. Kamu tahu, kan, di luar sana banyak sekali teman-teman aku udah nikah. Mereka sudah punya dua anak semua. Aku? Aku masih jalani hubungan yang terbang ke udara tanpa tujuan, aku nggak tahu aku hidup seperti ini cuman untuk turuti kamu. Nungguin kamu sampai kapan?”
Yoga meletakkan pisaunya, pria itu memegang tangannya Renjana. “Aku tahu. Bahkan aku tahu kamu pengin nikah. Tapi tolong, kamu harus ngerti gimana keadaan aku. Aku nggak bisa buat keputusan sepihak.”
“Keputusan sepihak gimana? Aku sudah sembilan tahun nemenin kamu. Aku juga kerja. Aku nggak nganggur, kita bisa cari uang bareng.”
“Banyak hal yang aku pikirkan, Renjana. Rumah, biaya nikah, nafkah, belum lagi kalau kamu hamil, melahirkan.” Yoga menjelaskan secara rinci alasan itu. Semua orang juga tahu tentang hal itu. Tapi Renjana juga lelah.
Lagi... untuk kesekian kalinya dia harus luluh pada Yoga. “Kamu bisa kan pikirkan ini baik-baik, Ga?”
Yoga mengangguk. “Iya aku bisa. Tapi tolong kamu ngerti juga!”
Perasaan Hanif begitu berbunga ketika menyambut istrinya yang sangat cantik dengan gaun yang dipilih oleh Renjana sendiri. Dia ingin tersenyum dan semua orang menyaksikan pesta hari ini.Resepsinya terbilang sangat mewah, meski undangan tidak keseluruhan, tapi ini adalah hari bahagia mereka berdua.Hanif mengulurkan tangannya menyambut Renjana.Menjadi raja dan ratu dalam sehari sudah pasti membahagiakan. Apalagi Hanif yang memang ingin menikah satu kali dalam hidupnya. Memiliki istri yang cantik, dan juga meski pilihan orangtua. Tapi dia sudah berjanji akan mencintai Renjana.Ketika wanita ini masuk ke dalam hidupnya, ia sudah berjanji bukan hanya pada orangtua saja. Tapi juga berjanji pada Tuhan. Artinya dia akan hidup selamanya untuk RenjanaMenyentuh Renjana, mungkin masih belum untuk Hanif. Dia tidak ingin mengagetkan pernikahannya ini dengan keinginannya untuk haknya itu. Tetap saja dia juga canggung pada Renjana. Mereka masih menjalanitahap paca
“Renjana, kamu beneran nikah?”Temannya histeris begitu Renjana membawa kartu undangan resepsi untuk teman-temannya.Mereka berkumpul di salah satu tempat tongkrongan anak muda. teman-temannya yang masing-masing sudah punya anak. Kadang dia sudah malas ikut reuni kalau temannya membawa suami. Sekarang Renjana tidak akan malu lagi ke reunian, dia akan membawa suami tampannya— Hanif.“Sumpah nggak nyangka kamu akhirnya nikah, Jana.”“Sebentar, kenapa ada nama Hanif? Siapa dia? Kenapa nggak sama, Yoga?”Renjana tertawa ketika salah satu temannya membuka kartu undangan yang ternyata di sana ada namanya dan juga ada nama Hanif yang jelas mereka adalah suami istri. “Aku tinggalin, Yoga. Aku pilih dijodohkan sama orangtua aku dibandingkan harapin, Yoga. Di sini Hanif itu udah sah jadi suami aku. Kami sudah menikah, dia yang serius, dia harus aku perjuangkan, bukan?”Novi—teman sekelas Renjana dulu ketika masih sekolah. Dan wanita ini juga tahu perjalanan cinta Renjana dengan Yoga. “Tapi, Jan
Renjana hanya tinggal berdua di rumah bersama dengan Mbok Yun sekarang. Sedangkan suaminya sudah kembali lagi ke kantor. Katanya ada urusan penting yang harus segera diselesaikan. Walaupun sebenarnya ia masih agak canggung dengan Hanif. Namun suaminya cukup pandai untuk mencairkan suasana.Apa yang harus dia lakukan di rumah ini? Sedangkan suaminya sendiri tidak memperbolehkan dia untuk melakukan pekerjaan rumah dan fokus pada suami. Sedangkan Renjana sudah biasa melakukan pekerjaan rumah di rumah orangtuanya. Tidak dengan di tempat ini. Dia benar-benar dianggap ratu dikediaman suaminya.Kata mamanya, mereka masih belum boleh keluar selama belum selesai acara dan masih hangat-hangatnya masa pernikahan mereka. Tapi Hanif meyakinkan ia untuk tetap percaya pada ketentuan Tuhan. Hanif juga bekerja untuk dirinya, bukan untuk mencari hal-hal tidak baik seperti ucapan orangtuanya mengenai pamali tersebut.Kali pertama merasa hidup yang sangat berbeda dari biasanya. Hidupnya dulu tertata rapi
Sebenarnya sulit sekali bagi Renjana untuk meninggalkan rumah orangtuanya. Rumah tempat dia dibesarkan dengan Teguh dulu. Sekarang sudah dia tinggalkan karena harus ikut suaminya pulang. Hanif mematikan mesin mobil lalu mengajaknya keluar dari mobil saat mereka sudah sampai.Dia keluar dari mobil lalu baru melihat rumah dengan desain minimalis dua lantai. Lengkap dengan garasinya yang ada di samping kiri.Ada satu mobil lagi yang di sana. Ada sepeda dan juga motor yang terparkir di sana.Barang-barangnya dibawa masuk oleh Hanif.Meninggalkan rumah orangtua untuk bisa ikut dengan suaminya tentu bukan hal yang mudah bukan? Renjana sudah pasti tahu pasti hal itu. Dia tidak tahu lagi bagaimana nanti ke depannya bersama dengan Hanif. Tapi ia mulai menaruh kepercayaan pada suaminya bahwa semua akan baik-baik saja seperti yang dijanjikan oleh Hanif untuknya.Mereka berdua masuk dan Renjana mengedarkan pandangannya pada seluruh penjuru yang bisa dijangkau oleh matanya. “Di sini ada lima kamar
“Ma, nikah itu bukannya akan dilakukan kalau sudah daftar di KUA, ya?”Renjana sangat ingat pertanyaan itu pada mamanya. Namun semua sudah lewat begitu sajaAkad yang baru saja selesai diucapkan oleh Hanif dan terdengar para saksi berkata sah. Memang sederhana dan tidak memakan banyak waktu. Tapi banyak sekali yang terkejut mengenai pernikahan Renjana yang serba mendadak.orang-orang di sekitar rumahnya juga seolah tidak percaya dan malah berpikiran bahwa Renjana kecelakaan, yang dalam arti ‘hamil di luar nikah’ sayangnya tidak sama sekali. Renjana menikah karena memang diminta oleh orangtuanya.Saat ia bersalaman dengan suaminya, ada rasa yang bercampur aduk di dalam dirinya. Renjana yang sangat bahagia dan juga sangat sedih ketika dia berharap bahwa pernikahan ini bersama dengan Yoga. Ah lupakan, pria itu tidak punya komitmen sama sekali. Renjana berusaha untuk melupakan sosok pria itu di dalam hidupnya.Doa yang sangat lancar sekali diucapkan oleh Hanif. Yaitu doa setelah akad. Apa
“Renjana, Hanif datang tuh jemput kamu.”Ia baru saja selesai berdandan karena sudah berjanji dengan Hanif akan pergi ke suatu tempat. Yang katanya ingin mencetak undangan pernikahan. Sangat cepat dan statusnya sebentar lagi akan berubah menjadi istri seorang Hanif. Pria asing yang tiba-tiba saja melamarnya dan akan menjadi suaminya nanti.Keputusan untuk memilih Hanif bukan karena dia terpaksa sekarang. Tapi karena Yoga sudah memutuskan hubungan yang mereka berdua jalin selama sembilan tahun lamanya.Tidak mudah untuk menaruh kepercayaan dan juga menjaga hati selama itu juga. Yang akhirnya berakhir dengan tragis. Diputuskan sepihak tidak pernah menyenangkan. Ibarat pisau yang mengiris sebuah daging yang di mana daging tidak bisa melakukan perlawanan pada pisau yang mengirisnya, seperti itu yang dirasakan oleh Renjana waktu Yoga melepaskan cintanya. Memang agak keterlaluan putus dengan cara yang seperti itu.Dengan dandanan yang seadanya, dia keluar dari kamar. Menuju ruang tamu kemud