Share

Duka Pernikahan
Duka Pernikahan
Penulis: Queenazalea

1. Kapan Nyusul?

Penulis: Queenazalea
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-08 14:34:01

Seperti sebuah penjara bagi Renjana, menemani sang mama ke acara pernikahan anak dari temannya yang menggelar pesta cukup besar. “Renjana kapan nyusul, nih? Teman-temannya sudah menikah semua, dia sendiri yang belum. Lihat tuh Anita aja mau punya dua anak.” Teman mamanya menyindir tentang dirinya yang belum menikah di usia dua puluh tujuh tahun. Benar usia itu akan menjadi bencana baginya tiga tahun lagi.

“Kalau itu sih terserah Renjana. Kalau kami sebagai orangtua hanya menginginkan yang terbaik.” Mamanya membela di depan orang-orang yang sekarang ini sangat banyak. Teman mamanya memang dari kalangan ibu-ibu yang selalu bertanya hal seperti ini ternyata.

Andai sedari awal dia tahu kalau dia akan ditanya seperti ini. Sudah pasti Renjana tidak akan pernah datang, tapi paksaan kakaknya yang mengatakan bahwa dia harus bisa menemukan minimal satu saja seorang laki-laki di sini untuk berkenalan dengannya.

Di ruang keluarga sewaktu Renjana sedang menggendong keponakannya yang baru berusia satu tahun itu. Di sana juga ada Cindy, keponakannya yang nomor satu yang kini berusia tujuh belas tahun dan sudah duduk di bangku SMA.

“Jadi... apa tadi sudah ketemu sama calon yang bisa datang ke sini?”

Kakak satu-satunya yang ia miliki duduk di dekatnya dengan membawa cokelat panas dan biskuit. Suasana seperti ini sangat nikmat sekali, ditambah dengan dinginnya malam dan hujan. Dia pun ke tempat itu karena paksaan Teguh—kakaknya.

Renjana memutar bola matanya. “Kakak kenapa maksa aku banget untuk nyari yang lain?”

Kakaknya meletakkan cangkir dan piring yang ada di tangannya kemudian menghadap samping pada Renjana yang memangku Tama. “Jadi begini, Jana. Seorang wanita itu akan memiliki kemampuan yang berkurang menghasilkan bayi ketika dia berusia tiga puluh tahun, nah kan sebentar lagi kamu berusia tiga puluh tahun, nih?”

“Sebentar. Aku masih dua puluh tujuh, oke!”

“Ah ya, jadi kan aku ingat kalau pacarmu si Yoga itu masih menunggu rumah lunas. Sedangkan rumahnya lunas delapan tahun lagi. Kamu masih mau menunggu?”

Renjana selalu disinggung dengan pernikahan oleh kakaknya. Apalagi tentang Yoga yang masih belum mau menikah. Yoga telah dipacarinya ketika dia baru saja lulus SMA. Dan itu sudah sembilan tahun lalu. “Sayang banget, Jana. Sayang kalau kamu akan dijuluki wanita yang digantung terus sama Yoga. Kamu temenin dia udah lama, terus kalau kamu temani dia lagi sekarang pasti kamu bakalan bosan juga. Sembilan tahun itu nggak sebentar,”

Siapapun tahu bahwa waktu selama itu tidak akan pernah singkat. Tapi sudah telanjur, bahkan Yoga juga mencintainya. Tapi jika membahas

tentang pernikahan sudah pasti Yoga akan menghindar dan tidak mau membahasnya dengan Renjana. Seringkali ia takut menyakiti hati Yoga jika menanyakannya lagi. “Udahlah, kenalan sama anak teman mama. Ngapain juga kamu nungguin Yoga?”

Tapi bagaimanapun juga Renjana masih ada rasa yang begitu kuat pada Yoga. Bagaimana mungkin bisa pindah begitu saja pada pria lain.

Renjana menyerahkan Tama pada kakaknya.

“Papa juga nggak mau kamu sama Yoga, Jana. Meskipun dia seorang PNS ya kita tahu hidupnya itu terjamin. Tapi temen papa anaknya juga PNS sudah menikah. Yoga beda, Jana. Dia nggak punya tujuan untuk itu, mobil, rumah dia bilang nunggu mobil lunas baru lamar kamu. Terus sekarang mobil udah lunas, dia bilang mau nunggu rumah lunas. Kalau kamu nunggu delapan tahun lagi, itu artinya kamu bakalan berusia tiga puluh lima tahun lebih. Kalau kamu jodoh sama dia waktu itu, kalau nggak?”

Renjana juga tidak mau dijuluki dengan perawan tua nanti di belakang namanya. 'Renjana perawan tua' itu sangat menggelikan ketika orang lain menyebutkannya. Andai dia membeli barang lalu menanyakan alamatnya ketika tidak ditemukan kurir, maka tidak sengaja bertemu dengan seseorang lalu bertanya pada orang itu. Kemudian orangnya akan menjawab 'Oh Renjana si perawan tua' sudah pasti itu akan sangat mengerikan.

“Jana serahin aja sama Mama dan Papa.” Apalagi sekarang yang menjadi tujuannya jika bukan menikah. Ia memang bekerja, tapi tidak bisa terus seperti ini. Dia juga punya tabungan untuk persiapan jika Yoga

menginginkan, tapi sayangnya pria itu masih belum mau mengajaknya menikah.

“Mau?” tawar mamanya untuk kedua kali.

Renjana untuk kedua kalinya menganggukkan kepalanya. “Ya, Ma. Bagaimana baiknya untuk Mama sama Papa aja. Kalau memang itu yang terbaik juga buat kalian. Aku nurut,”

“Ini nggak terpaksa, kan?” Mamanya memastikan tentang perjodohan.

****

“Aku nggak ngerti sama jalan pikiran orangtuaku.” Renjana mendesah lalu meletakkan tasnya dengan sembarang di atas meja ketika berkunjung ke coffee shop milik temannya yang sudah menikah dengan seorang pria yang memiliki pekerjaan cukup baik. Biasanya dia di sini bersama dengan Yoga ketika pria itu sedang jam istirahat.

Fika tertawa mendengar keluhan temannya lalu menaruh secangkir macchiato yang sudah menjadi minuman favoritnya di sini. Sebelum datang dia sudah memesan minuman itu terlebih dahulu lewat W******p. Fika duduk di kursi yang berlawanan arah dengannya. “Mama kamu memangnya kenapa, Jana?”

“Mama jodohin aku sama orang lain.”

“Hahahaha... aku kalau jadi orangtua kamu juga bakalan lakukan hal yang sama kali, Renjana. Ya kita tahu sendiri pacar kamu nggak ada tujuan.” Fika malah membela orangtuanya Renjana tentang perjodohan itu. “Gini ya, Jan. Kita itu seorang wanita, yang seharusnya lebih tegas. Nah sekarang kalau kamu serius sama Yoga, kamu tantang dia deh,” saran Fika yang tidak tahan melihat ekspresi Renjana yang kusut siang ini.

Renjana bekerja di tempat kakaknya, jadi bisa bersantai kapan saja. Apalagi bisa nongkrong di tempatnya Fika seperti ini. “Tantangan seperti apa?” Renjana juga tidak tahu bagaimana cara mengajak Yoga untuk jenjang lebih serius. Sedangkan kakaknya juga sudah tidak bisa percaya lebih lama lagi pada pria itu.

“Ya kalau dia serius sama kamu tinggal bilang kalau kamu bakalan dilamar sama orang lain. Kalau Yoga serius, pasti dia bakalan usaha juga untuk nikahi kamu. Nggak pakai alasan.” Dengan santainya Fika memberikan saran. Sedangkan dia sudah punya anak. Teman baiknya masih melajang dengan ucapan bahwa akan menunggu Yoga yang entah kapan pria itu bisa melamarnya.

****

Malam-malam dia bangun dengan kepala sedikit pusing. Seharusnya pulang bekerja tadi dia bisa pergi dengan Yoga atau mengajak pria itu ke manapun seperti biasanya. Akan tetapi dia memilih pulang lalu tidur dan sampai lupa bahwa dia belum makan malam sampai saat ini.

Langkahnya gontai keluar dari kamar, melewati ruang tengah yang masih ramai. “Seorang wanita berusia tiga puluh tahun akan memiliki peluang hamil sekitar dua puluh persen setiap bulannya,” Cindy membaca dengan suara lantang.

Semua keluarganya menatap ke arah Cindy yang membaca. “Cindy, kamu jangan cari gara-gara sama Tante kamu!” tegur Lisa—kakak iparnya Renjana.

Cindy menggeleng. “Nih, Ma. Sumpah bukunya ditulis seperti itu, Cindy tuh lagi hafalan.” Cindy menyodorkan buku biologi pada Lisa.

Dia merasa bodo amat dengan Cindy yang menyindirnya dengan materi biologi. “Cindy, minta maaf sana sama Tante Jana!” Kali ini giliran Teguh yang angkat bicara pada putrinya yang sudah menyinggung soal memproduksi bayi. Ya sebenarnya mereka satu keluarga ini sangat menantikan Renjana menikah. Namun, dengan hubungan yang menggantung sudah pasti akan meragukan dan tidak tahu akan ke mana hubungan ini jika mereka tidak segera mencarikan Renjana pasangan.

Yoga memang terbilang pria mapan, bahkan mungkin banyak yang kagum padanya. Tapi jika mengenai pernikahan, pria ini tidak ada tanda- tanda akan melamar Renjana. Kasihan juga kalau ada gelar baru perawan tua menempel pada adiknya jika harus menunggu Yoga lebih lama lagi. Delapan tahun juga bukan waktu yang sebentar untuk menunggu rumahnya lunas.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Duka Pernikahan    14. Tidak Menunda Keturunan

    Renjana berada di kediaman orangtuanya setelah dia meminta izin pada Hanif untuk di sana sampai sore hari. Sampai Hanif pulang bekerja. Dan Renjana juga diantar oleh suaminya tadi pagi. Merasa senang karena dia dan Hanif akhirnya berbaikan dan sudah merencanakan mengenai keturunan. Hanif bilang, bahwa dia tidak ingin menunda. Juga begitu dengan Renjana. Dia menginginkan kehadiran buah hati mereka di rumah itu. Rumah besar, dengan banyak sekali kamar pastinya. Renjana juga kesepian kalau hanya ada dia di rumah itu dan Mbok Yun.Di rumah ini dia bisa menggendong Tama, berlatih menggendong anak kecil yang nantinya dia akan menjadi orangtua. Sementara menunggu sang suami tercinta menjemput, Renjana menjaga Tama di ruang tamu. Papanya sudah pulang bekerja terlebih dahulu, ya papanya hanyalah pegawai swasta yang masih bekerja sampai sekarang. Meski pegawai swasta, tapi gaji papanya lumayan untuk biaya hidup sehari-hari. Sudah beberapa kali kakaknya Renjana meminta untuk berhenti saja

  • Duka Pernikahan    13. Berubah

    Semenjak kejadian beberapa hari lalu, sikap Renjana berubah. Mereka memang tidur sekamar. Tapi dia sering mendengar Renjana menangis tengah malam.Kadang Hanif berpikir bahwa dia akan bercerai dengan Renjana.Dibandingkan dia membuat istrinya menangis terus seperti itu. “Jana, kita bisa ngomong?”“Aku siapin sarapan apa sekarang?”Hanif terdiam ketika sikap Renjana seperti itu. Dia tahu kalau istrinya sedang menghindar. Pasalnya sudah beberapa hari ini dia tidak punya kesempatan untuk bicara dengan Renjana.Perasaan Hanif sangat nyeri karena istrinya yang masih marah. Ya ini karena keegoisannya sendiri. Mungkin nanti bisa diselesaikan baik-baik. Jika tidak, mau tidak mau Hanif menyudahi dan harus rela melepaskan Renjana meskipun dia sudah ada perasaan terhadap istrinya.Dia berangkat dengan perasaan yang cukup kacau. Dan pulang juga dengan keadaan hati yang kacau juga.Hanif memilih ke suatu tempat menenangkan hatinya, diban

  • Duka Pernikahan    12. Perasaan Kacau

    Hanif rela tidak pergi ke rumah orangtuanya karena Renjana sudah berjanji akan memberikan haknya sebagai seorang suami. Namun, kenyataan itu tidak seperti apa yang harusnya terjadi.Renjana tidur.Renjana malah meninggalkan dia tidur ketika dia sedang menyelesaikan pekerjaannya sedikit karena harus dikirim malam itu juga. Dan semakin yang membuatnya kesal lagi, dia berusaha membangunkan Renjana. Tapi istrinya semakin terlelap.Hanif marah, jelas dia marah karena dia membatalkan pergi ke rumah orangtuanya karena alasan itu. Renjana Bisa-bisanya Tidur sebelum jam sembilan malam kemarin.Alasan yang sangat tidak masuk akal kalau Renjana tidur jam delapan. Dan sudah pasti istrinya pasti sedang membohonginya karena gugup sedari awal.“Hanif, mau sarapan apa?”Dia malah pergi begitu saja setelah mengambil tasnya dan masih marah pada Renjana. Nafsunya sudah di ubun-ubun ingin menyentuh. Tapi Renjana tidur, dan paling menyakitkan lagi dia harus mena

  • Duka Pernikahan    11. Mengelak

    “Jana, kamu ikut nggak ke rumah, Mama?”Renjana baru selesai memasukkan pakaiannya ke dalam lemari yang baru saja selesai di setrika oleh asisten di sana. “Ke rumah mama kamu atau mama aku?”Di kamar yang cukup luas, mereka bisa menyaksikan seorang anak main kejar-kejaran dengan orangtua ketika sedang bercanda. Bayangan itu mulai bermunculan di dalam kepala Renjana. Namun, untuk melakukan hal selanjutnya justru rasanya agak sedikit takut. Bayangan sakit, malu dan juga tidak siap dengan malam pertama yang pernah dia dengar dari beberapa temannya tentang rasa nyeri yang sampai pagi bisa dia rasakan. Bahkan berhari-hari bisa ia rasakan juga.Baru saja dia menutup pintu lemari, Hanif malah memeluknya dari belakang. “Aku ajak kamu ke rumah mama aku. Kita belum pernah ke sana sejak menikah. Mama terus yang nyusulin ke sini.”Renjana tidak bekerja, takut jika dia mendapatkan ledekan dari orang- orang yang ada di rumahnya Hanif. Semenj

  • Duka Pernikahan    10. Resepsi

    Perasaan Hanif begitu berbunga ketika menyambut istrinya yang sangat cantik dengan gaun yang dipilih oleh Renjana sendiri. Dia ingin tersenyum dan semua orang menyaksikan pesta hari ini.Resepsinya terbilang sangat mewah, meski undangan tidak keseluruhan, tapi ini adalah hari bahagia mereka berdua.Hanif mengulurkan tangannya menyambut Renjana.Menjadi raja dan ratu dalam sehari sudah pasti membahagiakan. Apalagi Hanif yang memang ingin menikah satu kali dalam hidupnya. Memiliki istri yang cantik, dan juga meski pilihan orangtua. Tapi dia sudah berjanji akan mencintai Renjana.Ketika wanita ini masuk ke dalam hidupnya, ia sudah berjanji bukan hanya pada orangtua saja. Tapi juga berjanji pada Tuhan. Artinya dia akan hidup selamanya untuk RenjanaMenyentuh Renjana, mungkin masih belum untuk Hanif. Dia tidak ingin mengagetkan pernikahannya ini dengan keinginannya untuk haknya itu. Tetap saja dia juga canggung pada Renjana. Mereka masih menjalanitahap paca

  • Duka Pernikahan    9. Penerimaan Manis

    “Renjana, kamu beneran nikah?”Temannya histeris begitu Renjana membawa kartu undangan resepsi untuk teman-temannya.Mereka berkumpul di salah satu tempat tongkrongan anak muda. teman-temannya yang masing-masing sudah punya anak. Kadang dia sudah malas ikut reuni kalau temannya membawa suami. Sekarang Renjana tidak akan malu lagi ke reunian, dia akan membawa suami tampannya— Hanif.“Sumpah nggak nyangka kamu akhirnya nikah, Jana.”“Sebentar, kenapa ada nama Hanif? Siapa dia? Kenapa nggak sama, Yoga?”Renjana tertawa ketika salah satu temannya membuka kartu undangan yang ternyata di sana ada namanya dan juga ada nama Hanif yang jelas mereka adalah suami istri. “Aku tinggalin, Yoga. Aku pilih dijodohkan sama orangtua aku dibandingkan harapin, Yoga. Di sini Hanif itu udah sah jadi suami aku. Kami sudah menikah, dia yang serius, dia harus aku perjuangkan, bukan?”Novi—teman sekelas Renjana dulu ketika masih sekolah. Dan wanita ini juga tahu perjalanan cinta Renjana dengan Yoga. “Tapi, Jan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status