Tatap matanya nanar. Amelia Pratiwi melangkah pelan, saat memasuki gedung pernikahan Romy Pradipta.
Semerbak aroma wangi bunga, langsung melesak. Membuat Amelia terdiam sesaat. Seperti ada sembilu, yang mengiris lubuk hati terdalam. Nyeri dan perih.
Sejenak Amelia hanya berdiri mematung. Menyembunyikan wajah cantiknya, yang muram.
"Amel!"
Sontak tepukan lembut di bahunya, membuat wanita cantik itu menoleh.
"Mbak Yu!"
"Ayok, ngumpul di sana. Sudah ditunggu sama yang lain."
Tanpa memberi jeda sedikit pun. Wanita itu langsung menarik lengan Amelia, untuk mengikuti langkahnya.
"Tadi Dita bareng sama Mas Pomo, Mbak Yu."
"Iya, lagi ngumpul sama anak-anaknya keluarga Bulek Titut."
Amelia tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan badai di dalam hatinya.
Dari kejauhan. Di antara keluarga besar yang berkumpul.
Amelia bisa melihat sosok seorang lelaki tampan. Yang parasnya tak bisa lepas dari jiwanya yang sepi.
Sesaat Amelia memalingkan wajah. Wajah cantiknya memerah. Bagai angin panas tengah menyapu kulitnya yang putih.
"Dek, ayo sini! Kok malah menjauh toh!"
Amelia merasa enggan dan rikuh. Saat tatapan Romy Pradipta, tak lepas darinya.
"Saya duduk di sini saja, Mbak."
"Ya, sudah. Jangan jauh-jauh, tadi di cari sama Bulek Tituk. Sama keluarga besar Mas Satriyo."
Amelia mengangguk. Sesekali menelan saliva. Tenggorokannya terasa kering.
Hari ini, Romy akan melangsungkan akad pernikahan dengan Salsa Munandar. Seorang gadis manis berasal dari kota yang sama dengan Romy Pradipta.
Seluruh keluarga besar mereka berkumpul, termasuk Amelia Pratiwi. Yang semula enggan untuk menghadiri pesta tersebut, tetapi keluarga memaksa untuk hadir.
Berbalut busana tunik kebaya berwarna hijau tua, dipadu dengan jarik sidomukti. Malam itu Amelia terlihat sangat cantik.
Walau berusia hampir tiga puluh delapan tahun, tetap membuat Romy tak pernah bisa berpaling.
Saat itu, Romy terlihat tampan dan gagah. Mengenakan busana pengantin jawa berwarna kuning gading.
Tatapan mata Romy, tak pernah beralih dari Amelia.
Melihat gelagat itu, Amelia segera bergegas pergi untuk bersembunyi sesaat. Dia tak ingin kehadirannya malah mengacaukan prosesi akad yang akan berlangsung.
Gerak langkahnya berjalan cepat. Walau cukup kesulitan, dengan jarik yang dikenakan.
Namun, sebuah hentakan cukup keras terasa di lengannya.
“Aaahhh!”
Suara Amelia terdengar cukup kencang. Dia langsung berbalik.
“Ka-kamu!” Suara Amelia terbata, saat melihat sosok Romy sudah berdiri di hadapannya.
Lelaki tampan itu, langsung menarik tangan Amelia paksa. Menuju sebuah ruangan yang tak ada orang.
Tanpa sadar dia langsung memeluk Amelia erat. Hingga manik matanya bergerak-gerak. Seakan menahan perasaan sembilu yang kini menyayat hati.
Mungkin tak hanya Romy, tapi juga Amelia.
“Rom! Lepaskan Romy!” Amelia segera mendorong tubuh Romy, cukup keras.
Melihat penolakan Amelia. Semakin membuat Romy tak kuasa menahan marah, bercampur kerinduan.
Dia tak ingin melepas genggaman eratnya di lengan Amelia.
“Aku selalu merindukan kamu, Amel!”
“Please, Romy! Kamu sudah mau menikah. Hubungan kita sudah berakhir.”
Romy bergerak cepat. Menghimpit tubuh Amelia yang masih terperanjat, dengan ulah nekatnya.
Hanya dalam waktu sekian detik.
Amelia bisa merasakan bibirnya yang basah. Sentuhan lembut bibir Romy, sudah menempel pada bibirnya.
Tak hanya sekedar menempel. Romy semakin rakus memagut bibir Amalia. Hingga gigitan kecil, bersarang di bibir Romy.
Plaaakkk!
Amelia melayangkan tamparan keras di pipi kanan, Romy.
“Jangan pernah melakukan hal itu lagi, Rom!” Tangannya mengusap bibir yang basah. Hingga membuat lipstik Amelia sedikit berantakan.
Mereka berdua bersitatap, cukup lama. Hingga napas mereka saling beradu.
“Aku mencintaimu, Amel.”
Romy seakan tak mengindahkan lagi penolakan Amelia. Dia semakin menarik paksa pinggang wanita cantik itu.
“Kamu tak akan bisa lepas dari aku, Amel!”
“Hentikan, Rom! Plea—“
Bibir Amelia penuh dengan bibir Romy yang memagutnya kembali, dengan paksa. Hingga Amelia tak bisa bernapas.
Tangannya terus memukul tubuh Romy.
“Le-lepas … Rom!”
Romy melepaskan pelukannya. Mengusap lembut bibir Amelia dengan jari tangan.
“Maafkan aku, Mbak! Aku sangat merindukan dirimu,” ucap Romy lirih.
Bagai tersadar. Amelia bergegas pergi meninggalkan Romy, dengan segala kekesalan, amarah, dan cinta.
"Mbaaaak!" teriak Romy.
Namun, Amelia terus melangkah meninggalkan tempat itu.
Tak menyerah sampai di situ. Romy kembali mencekal lengan Amelia. Dia memeluk dari belakang.
“Mbak, sampai kapan pun, aku akan menikahi kamu!” bisik Romy tepat di telinga wanita cantik itu.
“Ingat Romy! Kau akan menikah, lupakan aku dan semua tentang aku!” ucapnya lirih.
“Katakan sekarang! Jika, Mbak tidak ada rasa cinta ke aku. Katakan Mbak!” bentak Romy, masih mendekap Amelia.
“Cukup! Aku sebaiknya pulang. Jadilah seorang lelaki yang bertanggung jawab pada keluarga kecilmu, seperti Faiz padaku, Rom!”
Dengan sedikit berontak. Akhirnya dia berhasil lepas dari dekapan Romy.
Amelia berlalu meninggalkan gedung pernikahan dengan berlari kecil. Langkahnya tergopoh menuruni beberapa anak tangga.
Air mata tak sanggup lagi dia bendung.
“Amel! Ameliaaa!” teriak Romy.
“Aaaaaarghhh!”
Romy berteriak kencang, dengan tangan memukul tembok. Hingga membuat luka kecil, dan berdarah.
Matanya semakin nanar menatap kepergian Amelia.
Ada kernyit sembilu di sudut relung hati terdalam. Begitu perih dan teramat sakit.
Tanpa Romy sadari, dari balik tembok berwarna putih itu. Seorang gadis manis menyeka tetesan air matanya.
Gadis itu pun menatap kepergian Amelia, dengan kesedihan yang mulai mendera lubuk hatinya.
'Apa yang sebenarnya terjadi antara mereka?' bisik Salsa dalam hatinya.
Amelia berlari cepat, walau gerak langkah kakinya terasa sulit.
Segera dia menuju mobil yang diparkir tak jauh, dari pintu ke luar gedung.
Bergegas tangannya merogoh saku dalam tas tangan, mencari kunci.
Sesaat Amelia menenangkan dirinya di dalam mobil.
Tubuhnya berguncang hebat. Dia tak lagi mampu menahan sesak yang dirasa. Tangisnya pun meledak.
Berulang kali dia mengelengkan kepala. Seakan ingin mengingkari apa yang telah terjadi.
“Aku yang salah membiarkan semua rasa ini terjadi!” isaknya.
Dia terus memukul setir mobil yang tak bersalah.
"Aku yang salah!"
Lembutnya bibir Romy masih terasa hangat di bibirnya. Berulangkali dia mengusap perlahan.
"Bisakah aku melupakan kamu Rom?"
Tangisnya kembali terdengar. Kenangan itu semakin membayang di kedua pelupuk mata.
Saat pertama kali Romy datang ke rumah. Setelah sekian tahun lamanya mereka tak pernah bertemu lagi.
Saat itu Amelia mangabaikan rasa simpati yang dulu pernah ada. Walau samar.
Dia tersenyum lebar. Sesekali masih menghapus kasar kedua mata. Sengaja Amelia memejamkan kedua mata.
Mungkin itu cara terbaik melupakan Romy sesaat. Walau bayangannya tak pernah sirna.
Kata-kata Romy kembali terngiang. Saat dilema melanda mereka berdua. Saat dibenturkan pada masalah yang datang. Bukan dari orang lain. Tapi, dari keluarga besar mereka sendiri.
"Amelia, aku berhak menikah dengan dirimu. Kamu wanita yang sah aku nikahi. Kamu janda dari om aku yang sudah meninggal. Kesalahannya di mana?" teriak Romy saat itu.
Kembali Amelia menggeleng keras.
"Aku ingin lupakan semua! Aku ingin melupakan dirimu Romy!"
*
Hai readers!
Semoga cerita ini, menjadi bacaan yang menarik untukmu.
Happy weekend. Jangan lupa berikan review, vote, hadiah, dan subs ya. Terimakasih.
Amelia masih tertunduk sedih. Dia mengusap air matanya, dengan kedua tangan. Lalu mengangkat kepala yang bersandar di setir mobil.Sesekali dia memejamkan mata. Terbayang ciuman bibir Romy yang terasa hangat menyentuh bibirnya. Amelia mengusap lembut. Seakan ingin cepat melepaskan semua kenangan antara dia dan Romy."Ini enggak mudah. Tapi, aku harus bisa!" tegas Amelia.Saat dirinya masih termenung. Terdengar ponsel yang berdering. Tertulis nama kakak iparnya, yang tak lain mama Romy.Ada terbersit kergauan untuk menjawab. Tapi, dia pun tak ingin mereka berprasangka, jika dirinya benar-benar mencintai Romy.Masih terekam jelas di dalam memori Amelia. Bagaimana keluarga besar mencecar dengan sejuta pertanyaan padanya. Saat Romy memutuskan untuk menikahi dirinya."Haaahhh!"Terdengar napas berat yang terembus. Dering ponsel terus berbunyi. Amelia melirik ke arah ponselnya."Mbakyu Maya. Pasti
Wajah Amelia merah padam. Dia sangat geram dengan lelaki yang duduk di sebelahnya."Maksud kamu apa nih? Jangan permainkan aku ya?!" Tatap Amelia tajam. Dengan dua mata yang membulat lebar."Loh, aku enggak mempermainkan. Aku hanya bilang nanti KTP akan aku antar.""Memangnya mau kamu antar ke mana?"Kali ini, lelaki tampan itu yang menatapnya tajam."Di mana tempat hotel kamu menginap?""Haaahhh ...?""Kok, haaahhh!""Maksud kamu apa sih?""Kok kamu sengit gitu, Mbak! Santai lah dikit. Aku akan kembalikan KTP kamu di hotel. Kebetulan aku tinggal di hotel Amaris."Deg!'Kok bisa sama? Aku enggak bakalan ngaku nginap di sana juga,' bisik Amelia dalam hati."Udah lah, Mas! Aku bayar aja duitnya. Nomer rekening kamu mana? Enggk usah pakai alasan ngenterin KTP aku di hotel segala. Lagian jadwal aku ini padat!""Nanti aku WA. Sekarang, Mbak bisa antar aku ke hotel?""Apa?" Amel
Setelah mobil keluar dari hotel. Amelia terpaksa berputar, hanya untuk menghindari Adrian."Kenapa hari ini aku bener-bener sial banget?"Berulang kali Amelia memukul setir mobilnya. Setelah jalan memutar. Mobil Amelia kembali masuk ke dalam halaman hotel. Di parking valley seorang petugas Valley sudah menyambutnya. Amelia segera turun di depan pintu utama hotel.Dengan bergegas Amelia yang kesal segera masuk menuju lift hotel. Tampak dari raut wajahnya terlihat sangat lelah. Lelah hati dan pikiran yang menghunjam dirinya.Dia menekan angka lima. Terdengar ponsel yang berdering."Dita?"Buru-buru dia menerima panggilan dari anaknya."Dita Sayang.""Mama di mana? Semua udah pada kumpul di rumah Budhe. Om Romy sama Tante Salsa juga sudah datang Ma."Deg!Ada desir kepedihan yang menyelinap dalam dirinya saat ini. Bersamaan dengan pintu lift yang terbuka. Amelia tak langsung menuju kamar. Dia memilih berdiri di sudut
Tangisnya masih menyisakan sesak di dada. Hingga Amelia Pradipta terlelap oleh kelelahan hati dan fisik yang mendera dirinya.Sampai malam pun menjelang. Hingga terdengar suara bel di pintu. Membuat Amelia tergagap."Apa sudah maghrib? Kayaknya sudah malam banget," bisiknya lirih.Bergegas dia terbangun. Melihat arlojinya."Udah jam tujuh. Mana aku belum mandi."Terdengar kembali suara bel berbunyi. Membuat Amelia tersentak. Dia mengernyitkan dahinya."Siapa malam-malam begini? Lagian enggak ada janjian sama siapa pun."Amelia mengurungkan niatnya ke kamar mandi. Dia mengintip dari lubang kecil di pintu. Namun, tak telihat siapa pun. Akhirnya dia membuka pintu.Dia melihat sosok Adrian yang sedikit berbeda dengan tampilannya di siang tadi. Kaos oblong berwarna hitam, dipadu dengan jeans wash sobek-sobek. Dia terlihat jauh lebih muda dari umur sebenarnya."Kamu?"Adrian tersenyum lebar."Mau apa?"Ame
Aaaarghhh!" teriak Romy.Berulang kali dia memukul setir mobil yang tak bersalah."Bagaimana bisa dia secepat itu mendapat pacar? Aku enggak percaya. Apa secepat itu Amelia dapat pengganti aku?"Berulangkali tangannya memukul setir mobil. Tampak dari raut wajah Romy. Dia sangat kecewa, cemburu dan marah. Semua perasaan yang campur aduk. Membuat dadanya terasa sesak."Kenapa dada ini sesak dan perih seperti ini?""Aaaaahhh!"Enggan rasa hati untuk pulang ke rumah. Tapi, pasti orang tuanya kebingungan."Kenapa aku dulu mengiyakan mama saat memutuskan melamar Salsa? Dan bodohnya aku, terlalu mengikuti kemauan mama dan papa."Mobil pun akhirnya sampai di depan pagar rumah yang masih terbuka lebar. Sesaat Romy masih tercenung cukup lama di dalam mobil. Pandangan matanya mengarah pada rumahnya. Yang terlihat masih terang benderang dan terdengar ramai."Ternyata mereka belum pada tidur," bisik Romy.Bergegas dia turun da
Dalam gelisahnya. Romy masih terbayang sosok lelaki tampan bersama Amelia. Lelkai yang sama sekali tak pernah dia tahu."Siapa dia Amelia? Kenapa aku tak pernah mengenalnya?'" bisik Romy lirih.Romy semakin larut dalam gelisah. Sulit baginya saat ini untuk bisa memejamkan mata. Apalagi tidur dengan nyenyak.'Andai kamu tau perasaan ini tak pernah berubah sedikit pun Amelia. dan saat ini aku begitu merinduimu. Andai kau tau, betapa hancurnya diriku saat ini. Melihat dirimu dengan lelaki itu!'Terdengar helaan napas panjang dan berat.'Tak sanggup rasanya hati ini meninggalkan kamu. Katakan padaku Amelia, apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa ...?'Tanpa memedulikan Salsa yang duduk di atas kasur. Yang mengarahkan pandangan pada dirinya. Romy menyambar ponsel yang tak jauh dari dirinya.Dengan cepat jari-jari tangannya mengetik tuts ponsel.{Siapa lelaki itu?}Pesan itu masih centang satu.
Adrian masih terpaku dengan ucapan Amelia. Dia terpaku dengan tatap mata yang tak beralih memandang Amelia."Apa ada kalimatku yang salah?"Adrian menggeleng. Dengan tatap mata yang tak beralih."Lalu kenapa melihat aku seperti itu?""Kamu cantik!"Sontak kalimat itu membuat Amelia tersipu. Dia membuang pandangannya jauh keluar jendela."Kenapa Amel? Apa aku salah?"Amelia hanya menjawab dengan menggeleng. Membuat Adrian tersenyum tipis melihat gelagat wanita yang duduk di hadapannya saat ini."Dan sejak lima tahun itu kamu tetap sendiri?""Iya. Bayangan Renata sulit aku lepaskan.""Selama itu kamu sendiri tanpa ada wanita sama sekali?"Tiba-tiba, Adrian tergelak. Membuat Amelia kebingungan. Dia sampai mengernyitkan dahi. Menatap sekilas pada lelaki kharismatik di hadapannya. Terdengar Amelia menghela napas panjang."Kenapa?" tanya Adrian masih tersenyum lebar."Enggak apa-apa kok.""Pe
Segala penolakan dilakukan Amelia. Hingga membuat Romy berang. Dia menatap tajam padanya. Dengan pandangan penuh intimidasi."Kenapa kamu menolakku, Mel?""Karena kamu sudah menikah! Sekarang pulang dan pergi dari kamarku!"Melihat penolakan Amelia. Romy bukan malah mengikutinya. Dia semakin merengkuh tubuh wanita cantik itu, dalam dekapannya."Aku enggak peduli kamu tolak apa enggak, Mel. Yang penting sekarang aku ingin bersamamu. Mencumbuimu. Biar rindu ini hilang!""Rom--"Tak kuasa Amelia melakukan penolakan. Dirinya yang merindukan sosok Romy kembali hanyut dalam buaian asmara. Hasrat mereka berdua semakin bergelora.Hanya terdengar dengus napas yang membara di antara keduanya. Saat tangan-tangan Romy mulai menjelajah di sekujur tubuh Amelia. Bibirnya pun melumat bibir ranum kekasih hati.Detak jantung semakin memburu. Berdegup kencang. Romy semakin tak kuasa menahan kerinduannya. Dia semakin rakus dengan hasrat yang berge