Share

SULIT UNTUK MELUPAKAN

Amelia masih tertunduk sedih. Dia mengusap air matanya, dengan kedua tangan. Lalu mengangkat kepala yang bersandar di setir mobil.

Sesekali dia memejamkan mata. Terbayang ciuman bibir Romy yang terasa hangat menyentuh bibirnya. Amelia mengusap lembut. Seakan ingin cepat melepaskan semua kenangan antara dia dan Romy.

"Ini enggak mudah. Tapi, aku harus bisa!" tegas Amelia.

Saat dirinya masih termenung. Terdengar ponsel yang berdering. Tertulis nama kakak iparnya, yang tak lain mama Romy.

Ada terbersit kergauan untuk menjawab. Tapi, dia pun tak ingin mereka berprasangka, jika dirinya benar-benar mencintai Romy.

Masih terekam jelas di dalam memori Amelia. Bagaimana keluarga besar mencecar dengan sejuta pertanyaan padanya. Saat Romy memutuskan untuk menikahi dirinya.

"Haaahhh!"

Terdengar napas berat yang terembus. Dering ponsel terus berbunyi. Amelia melirik ke arah ponselnya.

"Mbakyu Maya. Pasti dia sibuk mencari aku," bisik Amelia.

Sejenak Amelia terdiam. Berulang kali dia mengembuskan napas yang terasa berat. Akhirnya dia mengalah. Earphone di sambarnya.

"Hallo, Mbakyu."

"Hallo! Kamu ini di mana toh, Mel? Semua keluarga kita cariin kamu lho!" Terdengar suara Anna yang melengking dari seberang ponselnya.

"Maaf, Mbakyu. Kepala saya sedikit pusing. Jadi pulang duluan tanpa pamit."

"Oalaaa, kamu kok gitu. Jadi sekarang ada di hotel?"

"Iya, Mbakyu. Saya mau istirahat sebentar."

"Ya, sudah kalau gitu. Tapi, nanti malam harus datang ke rumah. Ini loh, Bulek Tituk pengen ketemu."

"Baik, Mbakyu."

Suara dari seberang langsung terputus. Amelia melepas earphone, dan terdiam. Pandangannya nanar, mengarah lurus ke depan. Lalu dia menoleh pada gedung resepsi pernikahan Romy.

"Aku harus segera pergi dari sini!"

Masih dengan mata yang sembab. Dan wajah kuyu oleh kesedihan. Dia melaju dengan mobilnya. Terlihat pikirannya kalut. Sesekali Amelia masih mengusap, air mata yang menetes.

"Kenapa ya Tuhan, aku bisa mengalami semua ini? Mengapa aku bisa mencintai dia? Mengapaaa ...?!"

Berulangkali dia memukul setir mobil. Sampai tanpai sadar. Saat berada di pertigaan jalan.

Tiba-tiba ....

Bruaaakkk!

"Aaaahhhh!"

Seketika airbag mengembang. Wajah Amelia terbenam di dalamnya. Jantungnya berdegup sangat kencang.

"A-aku masih hidup? Iya, aku masih hidup."

Perlahan airbag mengempis. Sehingga Amelia bisa lebih mudah keluar dari mobil. Dan, dalam waktu yang bersamaan. Seorang lelaki tampan, dengan tampang seumuran dirinya keluar dari mobil mewah.

Kedua mata Amelia terbelalak. Saat dia mengetahui jenis kendaraan yang ditabraknya. Kendaraan berinisial LP 720, itu lecet di bagian bamper belakang.

"Mati, aku!" bisik Amelia.

Dia masih terperanjat. Saat lelaki itu sudah berdiri tepat di hadapannya.

"Tau berapa harga sparepartnya, Mbak?"

Amelia hanya menggeleng. Dengan berulang kali meneguk salivanya. Dia hanya bisa tertunduk.

"Harganya kisaran lima juta sampai tigapuluh lima juta. Paham ya kamu, Mbak?!"

"Iya, Mas. Maaf, saya tadi bener-bener enggak lihat!"

"Ini enggak bisa dibayar dengan kata maaf, Mbak!"

"I-iya, saya tau. Saya akan ganti semua kok!"

"Sini KTP, Mbak!"

"Sebentar, Mas. Jangan kasar sama saya. Pasti saya bayar, lagian dari awal saya 'kan enggak ada ngeyel juga," jawab Amelia kesal, dan geram.

'Untung wajahnya ganteng.' 

Lelaki itu mengusap wajahnya, yang mulai berkeringat.

"Yang marah itu siapa? Memang saya kalau bicara seperti ini!" tegas lelaki tampan itu.

Amelia berjalan menuju mobilnya. Dia merogoh tas, dan mengambil KTP miliknya. Llau, kembali berjalan menghampiri sang lelaki tampan.

Dia mengulurkan KTP padanya. Sekilas lelaki itu membaca alamat, dan nama Amelia.

"Kenapa?" tanya Amelia ketus.

"Bukan orang sini?" 

"Bukan, kenapa?"

"Cuman tanya aja, Mbak. Kok jadi Mbak yang ketus?"

Amelia hanya melengos, dengan kesal.

"Terus mobil saya gimana?" tanya Amelia tanpa rasa bersalah.

Sang lelaki, langsung menatap Amelia. Dia berjalan menghampiri wanita cantik itu. Lalu, dia terkekeh.

"Lama-lama kamu ini lucu, Mbak! Yang nabrak situ, jadi soal mobilnya Mbak, ya bukan urusan aku lah!" tegas sang lelaki.

"Ya, udah sini!"

"Apanya?"

"KTP aku lah. Mau kamu sandera?"

"Ikut dulu ke servis mobilku!" ajak lelaki itu.

Kemudian, sang lelaki tampan itu, membaca nama yang tertera di KTP.

"Amelia Pratiwi ... cakep juga namanya."

Amelia tak menghiraukannya. Dia memilih masuk ke dalam mobil.

"Apes bener aku hari ini! Sial ...! Mana nabrak mobil mahal lagi."

Berulangkali dia memukul setir mobil. Tampak dia sangat kesal, sedih, marah, bercampur jadi satu.

Kemudian, dia mengikuti mobil yang sudah jalan. Amelia terus membuntutinya. Menuju ke jalan raya.

Tak lama kemudian. Mobil itu memasuki sebuah bangunan, tempat servis merek mobil yang dia pakai.

Amelia pun memasukkan mobilnya. Dan, berhenti di tempat parkir. Dia segera turun tanpa melepas kacamata hitamnya. 

Dari kejauhan sang lelaki berdiri, menunggu dirinya.

"Duduklah di situ!" ujar sang lelaki tampan.

Amelia mengikuti perkataannya. Dia duduk di ruang tunggu. Salah seorang pegawai menyuguhkan minuman dingin dalam kemasan botol.

"Makasih, Mbak!"

"Sama-sama."

Cukup lama Amelia menunggu. Dia melirik jam tangan. Yang menunjukkan pukul dua siang.

'Hemmm! Pasti acara di gedung sudah selesai. Mereka sudah pada pulang ke rumah.'

Sesekali terdengar napas yang berembus. Amelia memejamkan matanya. Lalu melepaskan kaca mata hitam.

'Aku enggak sanggup bayangin mereka sekarang lagi bermesraan. Kenapa aku jadi begini? Apa aku cemburu?'

Dia menghempaskan tubuhnya. Bersandar di bantalan kursi.

"Haaaaahhh!"

Tanpa sadar, lelaki itu sudah duduk di sebelahnya. Aroma parfum mahal langsung tercium Amelia. Dia menoleh.

"Kamu lagi suntuk?"

"Enggak!" jawab Amelia sekenanya.

Lelaki itu tersenyum lebar.

"Kelihatan kamu lagi suntuk. Sampai menabrak mobil yang masih baru aku pakai satu bulan."

"Satu bulan? Berarti--" Amelia tak melanjutkan lagi kalimatnya.

Lelaki itu hanya tersungging.

"Maksud kamu ada asruransi?"

"I-iya, dong. Apalagi ini kan mobil mewah!" tegas Amelia.

"Apa asuransi aku enggak bayar?"

Amelia menatap tajam lelaki itu, sembari menelan salivanya. Dia terlihat sangat kesal.

'Mungkin dia memanfaatkan aku? Tapi, emang aku salah sih.'  

"Melamun lagi? Bilang kalau enggak punya duit!"

"Menghina banget kamu."

"Aku akan ambil billnya"

Lelaki itu pun pergi meninggalkan Amelia. Dia terus mengekor ke mana lelaki itu pergi.

"Ganteng tapi kok nyebelin!"

Lima belas menit berlalu. Lelaki tampan itu pun kembali menghampiri dirinya.

"Ini bill-nya!" Dia menyodorkan pada Amelia.

Saat dia membaca tulisan yang menrangkan jumlah nominal. Seketika matanya membulat lebar.

"Ini beneran?" Hampir berteriak Amelia menanyakannya.

"Iya, benar!"

"Tiga puluh tujuh juta?" ulang Amelia terbelalak.

"Iya, sesuai yang tertulis di situ. Kenapa?"

Dengan wajah cemberut. Amelia mengeluarkan ponselnya.

"Berapa nomer rekening kamu?" tegas Amelia.

"Aku kirim pesan aja. Biar kamu enggak salah."

"Ribet amat!" gerutunya.

Lelaki itu, mengeluarkan ponselnya. Lalu melihat pada Amelia.

"Berapa nomer kamu?"

"Nomer apa?"

"WA kamu, Non!"

Terdengar Amelia mendengkus. Dia pun memperlihatkan nomernya pada lelaki itu. Setelah disimpan. Amelia masih memandangnya heran.

"Mana? Kok malah HP dimasukkan ke kantong lagi?"

*

Bersambung!

Baca juga ceritaku yanga lain. Kuku Bu Sapto, Geishaku Karmila genre horor.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status