LOGINMaya memperhatikan gerak-gerik Helen. Dia tersenyum penuh kemenangan. “Baru kali ini aku bisa membalas perkataan besanku yang dulunya mengatakan Damar tidak subur. Rasakan kali ini dengan kenyataannya.” batinnya.
“Ma, sudahlah tenang dulu.” Caroline kemudian meminta asisten rumah tangga yang baru saja menyajikan minuman juga makanan di atas meja supaya mengajak Shanum pergi dulu dari sini.Pembahasan ini tentu saja akan sangat panjang. Dan ini di luar kendalinya.“Tenang bagaimana? Apa kamu tahu hal ini?” kejar Helen kepada sang anak.Carol mengangguk. “Iya, aku tahu sejak dulu.”“Ya Tuhan! Damar! Tolong jelaskan semua ini! Kamu sudah pernah menikah sebelumnya? Kamu ... Kamu punya anak haram!” bentak Helen meninggikan intonasi suaranya.“Belum. Tapi jangan sebut Shanum anak haram, Ma! Dia anak yang suci.” Damar menjawab secara singkat. Padahal dia ingin memberitahukan hal ini nanti nanti saat semuanya sudah berhasil dikendalikan.“Jika begini caranya, mu“Aku harus melakukan apa ya Tuhan?” gumam Diana lirih. Sejujurnya, ia merasa tidak berdaya menghadapi situasi ini.Sebagai orang tua, Diana memang harus menasehati. Tapi, nyatanya maasalah ini begitu kompleks, dan Diana tidak tahu harus memulai dari mana.Kini, Diana menimang-nimang apa yang harus ia lakukan terlebih dulu, berusaha mencari solusi terbaik untuk Claudia dan keluarganya.Diana ingin bicara begini, tapi takut Claudia tak mau menerima nasehat, dan makin tak terkendali. Tapi kalau didiamkan, jelas Claudia akan bertindak sesuka hati. Akhirnya, Diana memutuskan untuk mendekati Claudia. Ia duduk perlahan di samping keponakannya itu, memberikan jarak yang cukup agar tidak membuatnya semakin takut. Dengan lembut, jemari lentiknya segera memegangi dagu Claudia, mendongakkannya agar gadis kecil itu menatap wajahnya. “Lihat Tante,” ucap Diana dengan nada lembut dan penuh kasih sayang. Meski ia kesal, namun tak ada alasan un
Claudia meremas ujung kaos pres body yang ia kenakan. Dengan kepala tertunduk, ia menjelaskan apa yang ia lihat dan ia pelajari dari apa yang dilakukan Maminya. “A-aku .…” jawab Claudia dengan suara tercekat. Ia sangat ketakutan melihat kemarahan Damar. Bahkan, ia juga ikut menangis. “Jawab!” bentak Damar tanpa ampun hingga membuat Claudia tersentak kaget, dan akhirnya Claudia mau mengakui hal tersebut meski dengan air mata berderai. Claudia refleks menjatuhkan tubuhnya di lantai. Ia merangkak mendekati Damar, kemudian memeluk kaki Damar yang dibalut celana panjang bahan slim fit itu. Di bawah kaki Damar, Claudia menangis dan menjerit-jerit. “Ampun, Om! Ampun! Aku cuma niru apa yang dilakuin oleh Mami, Om!” “Apa yang Mami kamu lakukan?” Ki ini, Diana angkat bicara. Ia tarik Claudia dari kaki suaminya dan ia ingin tahu, apa alasan suaminya marah besar pada keponakannya yang satu ini. “Apa yang kamu lakukan cep
“Ya Allah! Claudia, astagfirullah! Apa-apaan ini? Apa yang kamu lakukan, Claudiaaaaaa!” maki Damar dengan intonasi yang makin meninggi. Damar segera berpikir jernih, ia menghapus video tersebut meski Claudia menjerit-jerit. “Jangan hapus, Om! Jangan! Jangaaaan!” Refleks, Damar melepas pegangannya pada Claudia dan rasa respect-nya pada keponakannya seketika menghilang, diganti dengan kemarahan yang memuncak tiada berakhirnya. Jantungnya berdegup kencang, bagaikan genderang perang yang ditabuh bertalu-talu saat melihat video yang katanya baru diunggah Claudia 20 menit tadi. “Dasar anak tidak tahu diri! Ya Allah! Apa yang ada di otak kamu, Claudia? Kamu memposting video ini? Apa kamu gila?” Saking syoknya dengan kelakuan bo-cil kem-atian ini, Damar sampai menangis. Ia jatuh terduduk dan melempar tablet milik Shanum ke lantai, tak p
“Aku akan ke sana, Yang. Sepertinya ada masalah,” ucap Damar dengan cemas, raut wajahnya berubah serius. Ia takut Claudia melakukan kesalahan atau merusakkan barang berharga miliknya. “Kamu di sini saja. Jaga anak-anak!” Tanpa menunggu jawaban, ia segera melangkah cepat menuju pintu samping, meninggalkan Diana yang berdiri terpaku. Diana menghela napas, hatinya mencelos. Ia menggendong Sagara erat-erat, mencoba menenangkan diri. “Ada apa?” tanyanya penasaran. Matanya melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi dan ia harus bersiap mengantarkan Shanum ke sekolah sekaligus belanja bulanan. Saat ia berdiri, Shanum menghampirinya dengan wajah cemas. Gadis kecil itu memang tak banyak bicara setelah Claudia datang, “Bunda, ada apa? Apa Kak Claudia buat ulah lagi?” bisiknya, matanya yang bulat mengerjap berulang kali, seolah ingin tahu apa yan
“Aha! Aku ada ide, Mas!”Tiba-tiba saja, Diana menjentikkan jari, matanya berbinar saat memandang ke arah suaminya. Sebuah ide brilian melintas di benaknya. Bagai bohlam lampu yang tiba-tiba menyala terang, menerangi seluruh ruangan dengan cahayanya.“Ide apa memangnya?” tanya Damar, rasa penasaran memenuhi benaknya dan ia tahu, saran Diana mungkin perlu dipertimbangkan dulu. Matanya tak lepas dari ekspresi wajah Diana yang tampak begitu bersemangat.“Bagaimana kalau kita bahwa claudia tinggal di rumah peninggalan mendiang Mama? Kan dia tinggal di sana sendiri. Kita berikan dia fasilitas yang sama seperti yang didapatkan dulunya. Kita bayar sopir dan pembantu untuknya? Gimana? Mas setuju?” Diana mengutarakan idenya dengan antusias, berharap suaminya akan setuju dengan usulannya barusan.Sejujurnya, Diana tidak benar-benar menginginkan kehadiran orang lain di rumahnya, meskipun itu adalah keponakannya sendiri. Mengingat kelakuan Claudia y
“Ya, Om, ya. Belikan HP, nanti aku jadi konten kreator. Aku jamin, pasti FYP. Secara, aku cantik, muka udah oke. Ya Om ya?” rengek Claudia pada Damar. Tak peduli yang dia mintai bukanlah ayah kandungnya, tapi dia tetap melakukannya.Damar memijat pelipis. Ia mulai tersadar kalau usulan Jimmy ada benarnya juga. Tapi karena ia merasa bersalah, maka ia tak akan meledak kali ini.“Kamu masuk dulu ke kamar kamu, kita bisa bahas ini lain kali, oke?”Seperti biasa, Claudia akan merajuk dan memberengut. “Gak mau! Om harus janji dulu! Aku gak akan mandi kalau Om dan Tante gak beliin aku HP yang ada logo apel kegigit-nya!”Diana pun ikut murka. Tapi melihat Claudia yang sudah yatim piatu, ia pun menasehati. “Nanti kalau Om dan Tante pegang uang, Om beliin. Untuk sekarang, kami tidak memegang uang. Sabar, ya?”Merasa rengekannya tak berarti apa pun, Claudia mendengus kesal. “Ih, apaan sih? Rumah sebagus ini gak pegang uang? Ya ampun! Apa rumah ini n







