Share

06

Aleka dan Keynan berangkat menggunakan sepeda motor matic Keynan. Aleka yang dibonceng oleh Keynan, berpegangan pada pinggang Keynan. Aleka ingin memeluk Keynan sebenarnya, hanya saja ia hanya tak mau melewati batasan dari seorang teman. Aleka hanya berani memeluk Keynan saat Keynan menyuruhnya untuk berpegangan erat pada Keynan. Karena menurut Aleka, itu artinya memeluk Keynan.

Tadinya Aleka dan Keynan akan berangkat sendiri-sendiri, hanya saja Keynan tak ingin kejadian yang lalu terulang. Aleka terkena tilang oleh polisi karena memang belum mempunyai surat izin mengemudi, tidak seperti Keynan yang sudah mempunyainya. Jadi, daripada itu terulang, lebih baik Keynan menjemput Aleka kerumahnya. Belum lagi jika bepergian, Aleka pasti sempat-sempatnya membawa sepeda motor trail yang Aleka beri nama “Hulk”.

Keynan sempat berpikir Aleka memberi nama Hulk pada kesayangannya itu, karena sepeda motornya berwarna hijau. Bahkan Keynan menanyakannya pada Aleka saking anehnya ia memberi nama sepeda motornya dengan Hulk. Karena menurut Keynan jika bernama Hulk pasti identik dengan Hijau, besar, kuat, juga pemarah. Dan itu memang cukup dengan body sepeda motor Aleka. Tapi Keynan masih ingin menanyakan alasan itu pada Aleka.

“Le, kenapa motor lo dikasih nama Hulk? Apa karena warnanya ijo?” tanya Keynan saat Aleka menyebut sepeda motornya.

“Karena gue suka Hulk,” jawab Aleka enteng sambil menyeruput kopi yang terbuat dari campuran espreso dan susu yang diatasnya terdapat busa hasil dari mix kedua bahan itu.

“Maksud lo?” tanya Keynan lagi.

“Ya, karena gue suka tokoh Hulk. Gue Avengers Lovers dan tokoh yang paling gue suka adalah another guy from Dokter Bruce Banner. Lo tahu, Hulk itu lucu.” Jelas Aleka.

Keynan mengernyitkan dahinya karena kalimat terakhir Aleka, “maksud lo lucu apaan anjir?” ucap Keynan sambil menatap Aleka tak percaya.

Aleka memutar bola matanya karena kesal dengan Keynan, “lo lagi lemot ya? gini, gue udah nonton semua Marvel Universe dan tokoh Hulk ini tuh sikapnya lucu, Apalagi pas yang di Thor 3, ngakak banget tahu gak.” Jelas Aleka sedikit menggebu-gebu.

Keynan mengedipkan matanya beberapa kali sambil menatap Aleka, “Gue gak tahu, karena gue baru nonton Spiderman yang kemaren bareng lo itu.”

“Oke, ntar kita nonton semua serinya, biar lo paham.” Tuntas Aleka.

Keynan juga tidak menyangka bahwa ajakan Aleka saat itu, benar-benar direalisasi oleh Aleka seminggu kemudian. Aleka juga menjadwalkan setiap hari minggu jam 10 pagi untuk menonton. Setidaknya, menonton satu film itu secara berurutan. Aleka pun membuat Keynan jatuh cinta pada film-film itu. Keynan juga jatuh cinta pada salah satu tokoh, yaitu tokoh Natasha Rumanoff yang menyukai dokter Bruce Banner.

***

Keynan mengajak Aleka ke kafe yang baru buka dua hari ini. Saat sampai, Aleka sempat mengernyitkan keningnya, karena melihat nama kafe itu, simple. Ya, itu nama kafenya. Tetapi Aleka tak berpikir negatif, karena Aleka selalu percaya pada istilah “jangan melihat buku dari cover-nya”, meskipun menurut Aleka saat membeli buku kita juga harus memperhatikan dan menimbang sampul bukunya, karena sampul buku juga dibuat berdasarkan isi buku tersebut, tidak mungkin asal-asalan bukan?

Aleka turun dari sepeda motor milik Keynan, melepaskan helm dan memberikannya pada Keynan. Aleka menunggu Keynan membenahi helm yang baru saja mereka lepas.

“Yuk!” ajak Keynan.

Aleka hanya menganggukkan kepala kemudian ikut berjalan beriringan bersama Keynan masuk kedalam kafe. Aleka berdecak kagum ketika ia memasuki kafe tersebut. Kafe ini memiliki interior yang sebagian besar perabotan dan hiasannya berbahan dasar kayu. Ini sangat menakjubkan bagi Aleka. Tempat ini benar-benar simpel sesuai namanya tetapi tak mengurangi kesan mewah dan hangat didalamnya. Lampu-lampu temaram yang ada disetiap sudut ruangan juga menambah kesan hangat dan romantis pada tempat ini.

Tangan Aleka ditarik lembut oleh Keynan untuk mengikutinya berjalan menuju salah satu kursi kosong disana. Aleka dan Keynan mengambil buku menu yang tersedia dimeja. Tidak Aleka sangka bahwa kafe ini, ternyata menyajikan menu Korean Street Food.

Aleka membolak-balik buku menu untuk memilih pesanananya. Namun, Aleka masih belum menetapkan pilihannya, karena jujur saja jika dilihat dari gambar yang ada dimenu, semuanya menggiurkan.

“Gue bingung nih, Liat dari gambarnya aja bikin gue ngiler,” putus Aleka.

“Kenapa gak lo makan aja menunya, Le?” tanya Keynan sambil terkekeh.

Aleka mendengus kesal, “Ya udah deh, gue mau ... mm ... apa ya? Ddubokkie sama Corndog aja. ” ucap Aleka pada pramusaji yang entah kapan sudah ada disana.

“Minumnya.. Es Boba aja deh.” Lanjut Aleka.

“Samain aja mba,” sahut Keynan yang meletakkan buku menu yang ia pegang.

“Baik, mohon ditunggu.” Ucap pramusaji itu ramah.

Aleka sibuk memperhatikan interior kafe ini. Kemudian Aleka mengalihkan tatapannya pada Keynan yang makin dia sukai. Aleka masih penasaran alasan Keynan mengajaknya pergi saat ini. Karena jujur saja, Aleka sudah berekspetasi bahwa Keynan akan mengajaknya nge-date dengan tujuan untuk mengatakan bahwa Keynan juga sudah mencintai Aleka dan ingin menjadi pacarnya.

“Lo sebenarnya ngajak gue pergi mau ngapain?” tanya Aleka pada Keynan dengan sebisa mungkin membiasakan nada bicaranya.

“Mau minta lo pilihin kemeja buat gue,” ucap Keynan sambil tersenyum.

Aleka cukup kecewa, tapi ia memang sadar diri karena ekspetasinya yang terlalu tinggi dan dramatis, “Tumben gak ngajak Radit atau yang lainnya?” tanya Aleka lagi.

“Mesti ya, gue ngajak mereka? Lagipula kan ada elo yang always stay buat gue.” Keynan tersenyum menggoda Aleka sambil menaikturunkan alisnya.

“Buset, kata-kata lo!”

Keynan hanya tertawa kecil menanggapinya, tapi kemudian Keynan menatap Aleka dengan cukup serius. “Le, lo.. masih suka sama gue?” tanya Keynan tiba-tiba yang membuat Aleka yang semula memandangi interior kafe langsung menoleh pada Keynan.

“Emang kentara banget ya gue suka sama lo?” Aleka malah balik bertanya.

Keynan menatap Aleka cukup dalam, “Gue kira jelas, banget malah.”

“Kenapa? Lo mau nyuruh gue berhenti suka sama lo? Atau apa?” tanya Aleka dengan memberi sedikit nada candaan agar pembicaraan ini tak terlalu serius.

“Nggak, tapi gue juga...”

Ucapan Keynan terpotong karena kedatangan pramusaji yang membawa pesanan mereka, “selamat menikmati,” ucap pramusaji itu sopan sambil tersenyum.

Keduanya menyantap makanannya diselimuti oleh rasa canggung. Aleka dan Keynan keduanya memilih untuk fokus pada makanan mereka. Biasanya mereka akan menghabiskan makanan sambil mengobrol tapi kali ini keduanya makan dalam diam.

***

Aleka dan Keynan kini sudah berada disebuah Pusat perbelanjaan yang sering mereka kunjungi. Tanpa banyak bicara keduanya langsung ke toko kemeja langganan Keynan. Aleka dan Keynan sedang memilih-milih kemeja yang memang Keynan tujukan untuk seleksi King and Queen selanjutnya.

Setelah memilih beberapa kemeja, Keynan kemudian masuk kedalam tempat untuk mecoba kemeja itu. Keynan keluar dengan kemeja berwarna Turquoise dengan model kemeja formal.

“Hmm. Lo jarang pake warna ini, cocok sih. Tapi coba yang lain deh.” Komentar Aleka yang hanya ditanggapi dengan senyum tipis oleh Keynan.

Aleka sebenarnya masih canggung atas apa yang ditanyakan Keynan tadi saat di kafe. Aleka juga takut jika pada akhirnya Keynan akan menjauhinya nanti. Meski kemungkinannya kecil tapi tetap saja. Aleka sudah cukup sedikit sakit ketika Keynan tahu bahwa Aleka menyukainya, namun tak merespon apapun. Entah karena memang Keynan tak mau menanggapi atau memang Keynan tak ada perasaan yang sama pada Aleka.

“Kalo yang ini gimana?” tanya Keynan saat ia keluar. Kali ini Keynan mengenakan kemeja pink pilihan Aleka. Keynan tak mau memakai ini, karena ini warna pink. Tetapi untuk menghargai pilihan Aleka jadi ia mencobanya diawal.

“Lo cocok banget pake itu!” puji Aleka yang langsung dihadiahi tatapan tajam dari Keynan.

Aleka mengernyit heran, kenapa Keynan malah menatapnya tajam saat ini. Apa ia salah berkomentar? Padahal Keynan cocok mengenakan kemeja berwarna pink, lebih tepatnya dusty pink itu, “Kenapa?” tanya Aleka saat Keynan masih menatapnya.

“Ya, masa gue pake warna pink sih?” tanya Keynan dengan nada sedikit kesal.

“Apa salahnya sama warna pink?” tanya Aleka sedikit bingung.

"Kan warna ini biasanya identik sama cewek, Le.” Ucap Keynan menegaskan.

“Lho? Kata siapa? Nggak juga tuh, buktinya lo cocok kok pake warna itu. Lagipula itu mah stigma publik aja. padahal fine-fine aja kok cowok pake baju warna pink.” Aleka menjelaskan.

“Gue mau coba yang lain,” putus Keynan sambil berbalik.

Setelah sekian lama, akhirnya pilihan Keynan jatuh pada kemeja berwarna Blue Sky  dan warna cream coffee yang tentu saja Aleka juga setuju dengan warna itu, meskipun Aleka lebih menyukai warna dusty pink tadi.

“Ada lagi yang mau lo beli, Key?” tanya Aleka begitu mereka keluar dari toko itu.

“Gak ada sih, karena dari awal kan cuman mau beli ini,” ucap Keynan sambil mengangkat paperbag berisi kemeja pilihannya itu, “Lo sendiri ada yang mesti dibeli gak?” tanya Keynan.

“Hmm.. Ada tapi.. gak terlalu butuh juga sih.”

“beli aja biar sekalian,”

Aleka dan Keynan menuju toko buku di pusat perbelanjaan itu. Aleka berniat membeli buku novel terjemahan yang baru terbit di Indonesia. Aleka memang sangat menyukai buku dari segala jenis genre, khususnya fiksi. Tapi tak semua buku fiksi Aleka suka, Aleka hanya menyukai buku itu dari empat kategori, dari segi cerita, penulis, penerbit dan yang terakhir adalah kepopulerannya.

Aleka menuju rak buku terjemahan yang ada di toko itu untuk mencari buku yang Aleka maksud. Tak butuh waktu lama, Aleka sudah menemukan novel itu. Untung saja stoknya masih ada beberapa lagi. Karena sungguh, buku yang Aleka beli saat ini sangat memenuhi kategori buku kesukaannya. Apalagi buku ini adalah buku Fantasy yang memang sangat kontras dengan Aleka yang suka berfantasi. Bukan, lebih ke halu sebenarnya.

***

Aleka turun dari motor Keynan, kemudian memberikan helm yang dipakainya kepada Keynan.

Thanks ya, udah nemenin.” Ucap Keynan sambil memberi Aleka senyum manis yang membuat jantung Aleka berdebar lebih cepat dari biasanya.

Aleka membalas senyum Keynan, “Iya, Kekey.”

Keynan menatap Aleka tak suka, “Jangan ikut-ikutan sepupu lo, Le. Apalagi dengan sengaja nekan suara y nya.”

Aleka hanya memberi cengiran khasnya hingga menampilkan giginya yang putih, “Gue masuk ya, ini juga udah mau maghrib jadi gue gak bakal minta lo buat mampir.” Ucap Aleka.

Keynan tersenyum mengejek, “Mau lo tawarin juga gue gak bakal mampir,” balas Keynan yang kemudian disambut dengan tawa oleh Aleka.

“Gue masuk ya!” ucap Aleka kemudian membuka pagar rumahnya.

“Le!” panggil Keynan dan Aleka langsung berbalik.

“Jangan dipikirin ya, soal yang di kafe! Gue pulang! Bye!” ucap Keynan sambil melajukan sepeda motornya.

Aleka menatap punggung Keynan yang semakin mengecil karena keterbatasan jarak pandang. Sebenarnya Aleka sudah tak memikirkan yang dimaksud oleh Keynan, tetapi justru Keynan  lah yang malah mengingatkannya. Aneh memang. Padahal Aleka pikir, jika memang Keynan tak ingin mengingat kejadian dikafe, Keynan tak perlu membicarakannya, karena itu justru malah membuat Aleka teringat.

Aleka masih tak paham kenapa Keynan menanyakan tentang rasa suka Aleka pada Keynan. Menurut Aleka, jika memang Keynan tak ingin menerima atau menolak rasa suka Aleka padanya, ia tak perlu membahasnya. Biarlah perasaan Aleka menjadi urusan Aleka saja.

“Gimana kalo Keynan nyuruh gue buat berhenti suka sama dia? Apa dia risi sama sikap kentara gue. Lagipula gue kan gak kelewat batas,” Aleka berbicara sendiri.

“Aleka!” Aleka menoleh ketika suara mama Aleka memanggilnya.

“Iya, Ma?” sahut Aleka.

“Udah mau maghrib juga, kenapa malah masih disana. Cepet masuk!” titah Mama Aleka yang kemudian langsung Aleka turuti, karena sungguh Aleka lupa jika memang ia akan masuk rumah gara-gara memikirkan Keynan.

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status