Share

Bagian 3

Aku bergelung pada selimut lembut yang tebal. Rasanya hangat. Bunyi klakson dikejauhan membuatku berpikir ulang. Forks tidak seramai ini. Kubuka mataku perlahan. Langit mendung diluar jendela besar membuatku merasa mengantuk. Salju sedang turun. Aku ingin kembali tidur, tapi tubuhku menolak. 

Kulepaskan diri dari gelungan selimut. Dengan malas berjalan ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan mencuci muka. Kesadaranku baru benar-benar merasuki diri saat aku menatap pantulan wajahku pada cermin diatas westafel. 

Bukan. Cermin ini bukanlah cermin yang sama dengan cerminku di Forks. Aku berputar, menatap dinding dengan cat berwarna gading. Dibagian atas dekat langit-langit ada lukisan telapak tangan berwarna biru dan kuning yang dulu pernah kubuat dengan mom. 

Bukan. Ini bukan kamar mandiku di Forks. Ini adalah kamar mandiku di New York!

Dengan cepat aku melangkah pergi dari kamar mandi. Kuputar gagang pintu kamar, kemudian menghambur keluar. Mom duduk diruang TV, dengan kakinya yang berselonjor ke meja. Tangannya memeluk semangkuk besar popcorn. Mom menoleh kearahku saat aku masih mematung ditengah ruangan. 

“Apa kau tidak kedinginan?” suara serak yang berasal dari sofa disebelah tempat mom duduk malas membuatku tergelitik untuk menoleh. 

Damien duduk disana, tangannya bersedekap. Wajahnya menatapku sekilas, kemudian kembali fokus pada TV. Mom dan Damien tertawa saat film memutar adegan lucu. Tapi aku benar-benar tidak tertarik untuk ikut bergabung dengan mereka saat ini. 

“Kau ingin aku mengambilkan selimut untukmu?” Damien kembali bertanya padaku. Wajahnya terlihat tenang. Senyum simpulnya membuatku kembali kesal. 

Aku tidak menjawab pertanyaannya. Membuat Damien mengangkat sebelah alisnya tinggi. Mom akhirnya menoleh menatapku. Mulutnya masih sibuk mengunyah popcorn. Tapi terlihat jelas dia penasaran dengan kelakuanku saat ini. 

Seperti sedang kerasukan, aku berjalan mendekati Damien. Kutarik dia dengan sentakan keras hingga dia langsung berdiri. “Abby,” teguran ibuku tidak membuatku berhenti. 

“Sebentar, mom.” Jawabku sebelum aku menutup pintu kamarku. 

Damien masih diam. Tangannya yang nyaris kuremas akhirnya kulepaskan. Kembali aku menatap wajahnya. Dia hanya memberikanku sedikit ekspresi. Senyumnya yang terlihat tulus tapi menyimpan begitu banyak rahasia. 

“Apa yang kau lakukan dirumahku?” tanyaku saat aku tak menemukan jawaban apapun dari wajahnya. Damien berjalan maju, menghabiskan jarak. Tangan kanannya melewati tubuhku. Kemudian bunyi ‘klik’ kunci kamarku terdengar. 

“Aku minta maaf,” suaranya terdengar tulus, tapi tidak dengan ekspresinya yang tersenyum manis setengah terluka. 

Aku mendengus, “Untuk apa?” tanyaku bingung. “Masalah apa yang mengharuskan kau meminta maaf padaku?”

“Angel—”

Kugelengkan kepalaku cepat. Kedua tangan Damien yang ingin memegang bahuku tergantung diudara. Aku mendorong tubuhnya pelan, membuatnya menjauh beberapa langkah dariku. “Kau tidak melihat keseluruhannya,”

Yeah. Aku tidak melihat keseluruhannya. Aku bahkan tidak melihat apapun yang dilakukan Damien saat ini. Aku juga tidak mendengar apa yang dikatakannya. Aku tidak mengerti. 

Damien dengan segala rahasianya. 

“Aku tidak ingin tahu,” ujarku. Meskipun aku tidak mengerti arah pembicaraan ini, anehnya hatiku terasa ngilu. Aku tidak memiliki kenangan yang mengharuskan Damien meminta maaf padaku. Tapi lucunya, aku tahu saat ini dia melakukan kesalahan besar. “Menjauh dariku, Dame.” 

Untuk sesaat, aku bisa melihat wajah terluka Damien. Tapi kemudian dia mengganti ekspresinya dengan cepat. Damien tersenyum—meskipun terlihat sedih. Sudut bibirnya berkedut menahan sesuatu. 

Saat ini, aku menyadari keegoisanku. Mungkin aku memang tidak mengetahui apa yang terjadi hingga dia harus meminta maaf padaku. Tapi rasa sakit dihatiku membuatku egois untuk tidak mendengarkan penjelasannya. Aku menulikan telingaku untuk sesuatu yang harus didengarkan. 

Damien memelukku pelan. Hangat tubuhnya membuatku ingin bersandar padanya. Ada keinginan kuat untuk menyuruhnya tetap tinggal. Tapi kemudian pelukannya melonggar. Kedua tangannya memegang bahuku. Bibirnya mencium keningku dengan hangat. 

Lalu dia membuka kunci, memutar gagang pintu dan keluar kamar. Aku masih mematung ditempat. Mendengarkan Damien yang pamit dengan mom. Beralasan jika temannya sedang mengunjunginya. 

Saat aku benar-benar tidak mendengar lagi suaranya. Aku menangis. Untuk sesuatu yang terasa begitu menyakitkan hatiku. Untuk kepergiannya dari hidupku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
sejauh ini suka banget ama ceritanya! bakal lanjut baca setelah ini~ btw author gaada sosmed kah? aku pingin follow nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status