Home / Romansa / Eleanor / 21-Antar Pulang

Share

21-Antar Pulang

Author: yuvitalya
last update Last Updated: 2021-07-22 20:17:00

Elena mengetukkan jarinya beberapa kali, apa yang diucapkan Alva kembali berputar dipikirannya. Rupanya apa yang ia lihat tak senyaman yang ia pikirkan. Alva begitu pintar menyembunyikan luka dibalik sifat menyebalkannya.

Getaran benda pipih yang berada tak jauh dari jangkauannya terdengar, Elena meraih benda itu dan melihat notifikasi yang baru saja ia dapatkan. Keningnya berkerut, melihat sebuah undangan online yang tertera pada layar ponselnya. Elena menghembuskan nafas pelannya, ia menimbang-nimbang apakah perlu menghadirinya atau tidak.

“Ada yang sedang mengganggu pikiranmu Elena?” suara Mei yang sangat ia kenal terdengar. Elena langsung menoleh ke sumber suara. Mei berjalan mendekat dan duduk di kursi yang berseberangan dengan kursi yang Elena duduki.

Elena tersenyum, ia pun kembali menyimpan ponsel itu pada meja dan mulai memusatkan perhatiannya pada Mei.

“Apakah Alva merepotkanmu?” Elena terkekeh lalu menggeleng.

“Lalu apa?” Mei masih berusaha untuk mencari tahu apa yang sedang menjadi permasalahan Elena kali ini karena ketika membuka pintu ruangan Elena, Mei melihat raut wajah Elena yang berbeda seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Ada undangan reuni sekolah tan, tapi sepertinya aku tak akan datang,” tutur Elena yang akhirnya menjawab apa yang menjadikan Mei penasaran.

“Loh kenapa? Kamu bisa mengambil libur dan pulang untuk bertemu teman-temanmu di sana.” Elena cukup terkejut dengan respon Mei, ia pikir Mei tak akan memberikannya izin tapi ternyata Mei memberi penawaran untuk pulang dan menghadiri undangan tersebut.

“Tapi tan pekerjaanku?” Mei menggeleng lalu tersenyum pada Elena.

“Jangan terlalu diambil pusing sayang, kebetulan pekerjaanmu tidak menumpuk bukan? Kamu bisa menjenguk ibumu juga. Dia pasti merindukan putrinya yang cantik ini.” Sungguh Mei membuat Elena tersenyum lebar, tak pernah ia terpikirkan mendapatkan bos yang super baik seperti ini. Elena merasa sangat beruntung.

“Terima kasih banyak tan,” ucap Elena dan balasan anggukan pun Mei berikan. “Apa tidak masalah aku pulang sore ini?”

“Tidak apa-apa, tapi kamu akan sampai malam di rumah, apa tidak masalah?” Mei khawatir. Sedangkan Elena tak mengkhawatirkan itu, ia sendiri berniat akan kembali lagi besok sore setelah menghadiri acara reuni.

Rencana dadakan yang tak pernah gagal, sama halnya dengan acara pulang kampung Elena sore ini. Elena akan pulang tanpa mampir dulu ke apartemen, ia akan langsung menuju stasiun untuk pulang menggunakan transportasi umum kereta listrik. Untuk tiketnya sendiri Elena sudah membelinya melalui situs jual beli online yang sangat memudahkan para penggunannya.

Elena berjalan ke arah ruang kerja Mei untuk pamit pulang. Tapi rupanya keberadaan Alva di sana cukup mengejutkan Elena. Alva menoleh dan tersenyum ke arahnya, Elena menunduk sopan memberikan balasan sapaan Alva.

“Apa ini sudah waktunya pulang?” tanya Alva pada Mei.

“Ya, tapi Elena tak akan pulang ke apartemenmu Alva,” jawaban Mei mengerutkan kening Alva. Alva melirik Elena dan Mei bergantian ia meminta penjelasan atas apa yang Mei ucapkan. “Elena akan pulang kampung dulu, besok dia akan menghadiri acara reuni sekolah,” tutur Mei memberitahu Alva.

“Kalau begitu aku permisi tan,” ucap Elena yang kemudian menyalami Mei. Elena pun menoleh ke arah Alva yang sedari tadi memusatkan perhatian padanya tanpa berkedip, membuat Elena risih di buatnya.

“Aku antar kamu pulang,” ucapan tiba-tiba Alva membuat Elena terperangah.

***

Penolakan yang sudah Elena layangkan beberapa kali tak ada artinya jika berurusan dengan Alva. Sifat memaksa Alva yang luar biasa membuat Elena tak dapat menolak. Alva membuat Elena bingung, apa yang harus ia katakana pada ibunya nanti ketika mendapatkan Elena pulang diantar seorang pria seumurannya. Ia takut ibunya berpikir macam-macam.

“Tidur saja kalau ngantuk, lagian kamu sudah memberikan alamatnya bukan aku hanya perlu mengikuti petunjuk arah ini untuk sampai,” tutur Alva yang baru saja menoleh pada Elena yang duduk di samping kemudi.

“Alva apa kamu gak ada jadwal pemotretan besok? Seharusnya kamu gak perlu antar aku seperti ini, aku bisa pulang naik kereta.”

“Apa ini karena tiket mu yang hangus itu? nanti aku ganti uang yang kamu pakai untuk beli tiket kereta itu Elena.”

“Bukan itu maksudku Alva, aku gak mau mengganggu pekerjaan kamu.”

“Gak ada agenda, gak perlu khawatir,” respon santai Alva berikan pada Elena yang terdengar sangat mengkhawatirkan itu. Elena menyandarkan tubuhnya lemas, sudahlah ia ikuti saja alur yang ada, entah bagaimana respon mamanya nanti dan bagaimana tentang pekerjaan Alva. Elena sudah lelah memikirkannya.

Kebiasaan dirinya yang selalu memikirkan hal yang diluar kendalinya membuatnya dirinya lelah pada akhirnya. Elena memejamkan matanya, tak apa mungkin ia mengikuti saran Alva untuk mengistirahatkan matanya sejenak. Kelelahan memang sudah menerpanya sejak tadi sampai Elena terlelah hanya dalam waktu beberapa menit saja.

Alva menoleh melihat keadaan Elena yang sudah menutup matanya. Ia tersenyum tipis dan mengarahkan tangan kirinya untuk mengusap pelan kepala Elena.

“Tidur yang nyenyak,” ucap Alva pada Elena yang sudah berada di alam mimpinya.

***

Sebuah rumah sederhana bercat biru itu kini menjadi pusat pandangan Alva yang baru saja menghentikan mobilnya di halaman sebuah rumah. Alva menoleh ke arah dimana Elena masih terjaga. Rasanya tak tega harus membangunkan Elena yang terlihat sangat pulas. Tapi mau bagaimana lagi, ia harus membangunkannya bagaimana kalau dirinya salah rumah tidak lucu bukan. Jadi, Alva mulai membangunkan Elena untuk memastikan dirinya tak salah alamat.

Alva membuka seatbeltnya terlebih dahulu, setelah itu ia sedikit bergeser ke samping mengusap pelan pipi Elena untuk membangunkannya.

“El bangun dulu hm,” ucap Alva seraya mengusap pipi Elena. Ia terdiam sejenak, memandangi Elena yang masih belum juga terbangun. Senyumnya terbit kala Alva mengingat dirinya pernah menyentuh pipi lembut Elena oleh bibirnya. Gerakan tiba-tiba yang sempat membuat gadis ini kesal padanya.

Tapi tak dapat Alva pungkiri juga, ia ingin mengulang hal itu lagi. Kalau ingin kalian tahu Alva kini sudah mendekat dan nyaris mengulang kecupan itu tapi tiba-tiba gerakan Elena lakukan membuat aksi Alva harus tertunda.

“Eh udah sampai ya.” Suara serak itu terdengar, Elena mengucek matanya dan mulai membenarkan posisi duduknya. Ia menoleh ke arah samping di mana Alva sedang memandangnya.

“Jangan melihatku seperti itu,” ucap Elena yang mulai bersiap untuk keluar. Hembusan nafas kasar Alva terdengar dan hal itu membuat Elena kembali menoleh.

“Hampir saja aku menciummu,” aku Alva. Sontak mata Elena membulat mendengar pengakuan Alva begitu saja. Elena nampak panik lalu menggeser tubuhnya mendekat ke pintu. Kedua tangan ia lingkarkan pada tubuhnya sendiri seperti halnya melindungi diri.

“Apa yang kamu lakukan padaku Alva?” tanya Elena dengan nada paniknya. Alva mulai membuka pintu mobil dengan menoleh sebentar kea rah Elena. Kedipan mata pun ia lakukan.

“Tidak ada,” respon santainya begitu saja, setelah itu keluar dari mobil meninggalkan Elena yang sedang berpikir keras atas apa yang telah Alva lakukan padanya.

Mata Elena membulat melihat Alva yang sudah mendahuluinya berjalan mendekat ke arah rumah yang ada di luar sana. Ketukan pintu hampir saja Alva lakukan, tapi seruan Elena membuat Alva menggantungkan geraknya.

“Apa aku salah rumah?” tanya Alva dengan suara kerasnya. Elena menempatkan jari telunjuk tepat di depan bibirnya.

“Bisa kamu pelankan suaramu Alva,” pinta Elena yang sudah berdiri di samping Alva.

“Oh, maaf,” jawab Alva seraya mengedikkan bahu.

Pintu rumah terbuka mengejutkan keduanya, sepertinya suara keras Alva tadi menarik perhatian orang rumah. Sosok wanita paruh baya muncul dari dalam dengan mata yang melirik Elena dan Alva bergantian. Elena tersenyum dan langsung memberikan salam, ia mendekat lalu menyalami Naura yang baru saja membuka pintu utama.

“Mama pikir siapa El,” ucap Naura yang sedang memeluk dan mendaratkan kecupan di pelipis putrinya.

“Apa kabar ma?” tanya Elena yang masih memeluk erat mamanya dengan usapan yang sesekali ia berikan pada punggung orang yang sangat ia rindukan itu.

“Baik sayang.” Keduanya mulai melepaskan pelukan, Naura menoleh ke arah laki-laki yang tersenyum padanya. Elena menyadari Naura yang bertanya lewat lirikan matanya.

“Ma ini Alva, teman Elena,” ucap Elena memperkenalkan Alva pada mamanya. Alva lebih mengulurkan tangannya dan sambutan uluran tangan pun Naura berikan.

“Selamat malam tan,” sapa Alva tak lupa dengan senyum khasnya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Eleanor   103-Bersama

    “Nunduk sedikit Va.”Alva menunduk mengikuti arahan Andres. Apalagi urusannya dengan Andres kalau bukan perihal pemotretan. Ya, Alva sedang melakukan pemotretan koleksi terbaru butik Meisie yang mengeluarkan rancangan terbaru edisi pria. Mei sendiri yang meminta Alva untuk menjadi modelnya dan Alva tak keberatan karena memang ia masih menjalani karirnya sebagai model. Walaupun profesi ini adalah profesi yang sempat Rosie paksakan padanya tapi seiring berjalannya waktu Alva pun mulai menikmatinya. Profesi ini sudah menjadikan namanya dikenal banyak orang, tak lupa Alva juga sudah berterima kasih sekaligus meminta maaf pada Rosie karena pernah ada perselisihan di antara mereka. Dengan senang Rosie menerima maaf dan terima kasih itu, dan terjadilah moment haru di antara mereka. Alva tersenyum tipis mengingat semua itu, ia bersyukur kini hubungannya dengan keluarga sudah membaik apalagi dilengkapi dengan seseorang yang sudah ia ikat beberapa bulan lalu.Waktu b

  • Eleanor   102-Serius

    Elena menoleh ke arah samping, dimana Alva yang sedang mengemudikan mobilnya. Ia pun melirik ke bawah, dimana tangannya yang sejak tadi terus saja digenggam oleh Alva. Elena sudah beberapa kali melepaskan genggaman tangan itu karena ia takut Alva tak leluasa mengemudi. Tapi, Alva sendiri yang tak membiarkan itu. Ia kembali menarik tangan Elena ketika genggaman tangan itu terlepas. Ia menyimpan tangan Elena di pangkuannya saat perlu mengemudi dengan dua tangan dan selebihnya ia kembali menggenggam tangan Elena.“Va, lepas dulu ya, biar kamu leluasa,” ucap Elena yang masih membujuk Alva agar tak terus menggenggam tangannya.“Gak apa-apa, masih bisa ko. Tenang aja,” jawabnya yang selalu mengatakan tidak apa-apa saat Elena membujuknya.“Tapi Va-““Stttt, kamu ngantuk hm? Tidur aja nanti aku bangunin kalau udah sampe.” Alva malah mengalihkan pembicaraan.“Sebentar lagi juga sampe, tangg

  • Eleanor   101-Eleanor

    Aku tidak akan membiarkanmu terlepas darikuAku akan membuatmu tak sanggup untuk pergiKarena aku membutuhkanmu dan ingin memilikimu seutuhnyaBisakah kamu menyukaiku , bersamalah dengankuKamu bilang tak mau bertemu lagi jika aku masih menahanmu seperti iniJustru dengan ini aku tak akan membiarkanmu pergiSepertinya banyak hal yang aku tak tahu tentangmumenolak karena takut dicampakkan setelah didapatkanApa kamu perlu waktu untuk memikirkan jawabannyaTolong jaga hati kamu untukku selama aku dalam proses meyakinkan kamuAku tak pernah main-main tentang perasaan, yang hanya bisa dirasakan tanpa alasan. Aku menyukaimu bahkan menyayangimu, entah kenapa dan bagaimanaIzinkan aku untuk berjalan bersamamuAkan aku kendalikan apa yang bisa ku kendalikanBerhara

  • Eleanor   100-Restu Rosie

    Ini pertama kalinya Elena memasuki ruang kerja Rosie, ia mengagumi ruangan yang didesain sangat cantik dengan perpaduan warna putih dan gold yang memang merupakan tema warna butik Rosie. Namun, hal itu bukan yang menjadi fokusnya saat ini, tetapi tujuan Rosie melibatkan dirinya atas pertemuannya dengan Alva memberikan tanda tanda tanya besar untuknya. Ada apa ini, tidak seperti biasanya.“Jangan khawatir, ada aku disini,” ucap Alva tiba-tiba. Sepertinya ia mengetahui kekhawatiran dari raut wajah Elena.Elena tersenyum tipis, ia menunduk seraya mengulum bibirnya. Sungguh ini menegangkan baginya. Rasa penasaran membuatnya semakin tegang, apa kabar nanti? Elena berharap masih dapat bernafas dengan lancar.Pintu ruangan terbuka. Rosie yang tadi izin keluar sebentar kini sudah kembali. Elena semakin menunduk, rasanya ia segan untuk mengangkat wajahnya. Berbeda dengan Alva yang duduk santai dan terlihat biasa saja.“Maaf menunggu lama,”

  • Eleanor   99-Rasa Nyaman

    Punggungnya terasa pegal, padahal sudah diganjal oleh bantal. Elena mulai membuka matanya, ia menunduk melihat Alva yang begitu pulas dipelukannya. Lengannya yang Alva tindih ingin sekali Elena gerakan tapi takut Alva terbangun. Elena mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan jam dinding. Pukul dua dini hari, waktu saat ini. Rupanya sudah beberapa jam mereka dalam posisi seperti ini. Sebelumnya Elena meminta Alva untuk tidur di kamar, tapi Alva ingin Elena menemaninya. Karena enggan dan tak enak jika harus berduaan di dalam kamar Elena pun menolak. Bersikukuh tak ingin tidur tanpa Elena, Alva pun mengatur posisi tidur dan hasil akhirnya seperti ini. Elena pikir Alva hanya akan bertahan sebentar saja dengan posisi tidur itu, tapi nyatanya tidak. Ia begitu pulas tidur di lengan Elena dengan tangan yang melingkar di pinggang Elena. Sungguh, Elena merasa memiliki bayi besar.Bagaimana tidak pulas, kalau di lihat-lihat Alva tidur dengan posisi cukup nyaman. Kakinya ia selonjork

  • Eleanor   98-Jangan Pergi

    Perasaan apa ini? Kenapa begitu sakit? Seharusnya aku tak merasa kecewa, kenapa malah sebaliknya, batin Elena dengan tangan yang terus menggenggam erat pegangan pintu. Emosi yang ia rasakan sedang tak dapat bekerja sama. Tangan Elena menutup pintu dengan kasar, gerakan di luar kendalinya membuat ia sendiri terkejut.Takut ketahuan, Elena pun bergegas menjauhi pintu dan masuk ke kamar mandi. Berharap kedua orang yang ada di luar tak mendengar suara itu. Tenang El, mereka pasti gak denger, batin Elena menenangkan diri sendiri.Elena menghadapkan tubuhnya ke arah cermin wastafel yang ada di kamar mandi. Ia mengusap wajahnya, memejamkan mata sebentar seraya menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.“Kenapa sesakit ini sih liat mereka pelukan.”“Gak boleh El, kamu gak boleh kayak gini. Mereka saudara, tapi kenapa tatapan Rachel…” Elena menggelengkan kepalanya, ia membuang pikiran buruknya terhadap Rachel. Bayangan akan Al

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status