Melepaskan dan berdamailah dengan masa lalu. Maka beban seberat apa pun yang kau pikul akan terasa lebih ringan nantinya.
***
Rasanya Julian ingin sekali menonjok wajah Raka yang saat ini menampilkan senyuman lebar, seolah ia tak memiliki masalah apa pun yang berarti. Padahal sangat jelas, jika dia dihadapkan pada masalah yang sangat rumit.
Smirk muncul, memperlihatkan deretan gigi putih. “Aku akan membuat pria bodoh itu sadar,” gumamnya sambil meneguk pelan cairan merah itu sampai tersisa setengah. Ia meletakkan gelas itu di meja dan menghampiri Raka.<
Perasaan ragu-ragu berkecamuk di hati. Apa memang keputusannya adalah tepat. Sial! Jika saja Julian tidak mengajaknya mengobrol, maka bukan hal yang sulit bagi Raka untuk melanjutkan pertunangannya dengan Felisya.Kedua matanya yang legam mengamati sosok Felisya yang cantik luar biasa, berjalan mendekati Raka yang berdiri di atas panggung. Dengan busana kebaya berwarna broken white melekat sempurna di tubuhnya yang elok. Raka tak menampik jika Felisya terlihat sangat anggun dan menurut perkataan orang-orang yang menyebut mereka pasangan serasi adalah tepat.Ketika ia tak sengaja melempar pandangan ke arah lain. Raka meyakini jika matanya tak salah melihat. Gadis itu duduk sangat jauh dari panggung tempatnya berdiri. Sendirian. Walaupun jarak yang begitu sangat jauh dan Raka harus memicingkan mata karena gadis itu duduk dalam pencahayaan yang minim, ia masih bisa melihat wajah itu tampak sendu.Kedua
Syila memasukkan sebagian perlengkapan yang ia perlukan dan sebagian pakaian dari lemari ke dalam koper yang tergeletak di atas kasur. Setelah dirasa cukup, ia meritsliting koper dan menurunkannya dari atas kasur.Dia sudah memutuskan untuk pergi dari rumah orang tuanya karena ia tak ingin membuat mereka kecewa dan menurutnya kepergiannya adalah hal yang tepat. Mengingat dia bukanlah siapa-siapa dan hanyalah anak yang diasuh dari panti asuhan yang sama sekali tak memiliki hak untuk tetap tinggal di rumah itu.Pandangannya jatuh pada surat yang tergeletak di atas nakas. Sengaja ia membuatnya untuk Felisya dan kedua orang tuanya. Hanyalah tulisan berisi ucapan maaf, terima kasih dan selamat tinggal. Maaf untuk perbuatannya yang sangat mengecewakan. Ucapan terima kasih untuk kedua orang tuanya yang sudah mau merawatnya dan membesarkannya hingga sampai sekarang. Dan selamat tinggal untuk kenangan manis yang diberikan kakak dan mereka
“Raka.”Suara dari Farida membuyarkan kenangan yang menyakitkan dulu. Pandangannya ia alihkan sepenuhnya pada Farida. Ia mengusap wajah dan menghela napas panjang.“Maaf,” lirihnya.“Saatnya tukar cincin.” Farida mengingatkan.Ternyata sejak tadi ia sama sekali tak mendengar pembawa acara berbicara. Malah pikirannya tersedot ke masa lalu dan itu sukses membuatnya sangat kalut. Ditatapnya Felisya yang tengah tersenyum manis. Ketika pembawa acara memberitahukan bahwa tukar cincin telah dimulai, Raka melempar pandangan ke arah Syila. Sejenak ia tertegun, bisa ia rasakan gadis itu tengah menitikkan air mata. Kali ini ia tak lagi memungkiri perasaan laki-laki itu pada Syila.“Raka.” Kali ini Felisya memanggil namanya. Menatapnya sarat akan kekhawatiran.Raka mengambil cincin dari kotak yang disodor
Adakah yang lebih membingungkan dari sekadar persimpangan jalan? Aku takut jika aku memilih jalan yang salah, langkahku tak akan bisa kembali lagi.***Spanduk bertuliskan selamat datang kepada direktur yang baru, terpasang di lobi kantor. Beberapa staf dan karyawan berdiri di depan lobi, menunggu dengan tak sabar kedatangan direktur baru mereka. Saling berbisik membahas keputusan mendadak dari direktur sebelumnya—Tora Rahardian—yang menyerahkan jabatan pada anaknya untuk sementara waktu.Mereka tak tahu apa yang melatarbelakangi keputusan itu, yang mereka tahu jika perusahaan sedang mengalami masalah. Itu pun mereka tak tahu masalah apa yang sedang terjadi. Perusahaan seolah menutupi permasalahan itu dan mereka meyakini, hanya petinggi perusahaan yang tahu.Sebuah mobil BMW hitam berhenti tepat di depan pintu lobi. Sosok yang ditunggu-tunggu pun keluar dari mobil itu. Menyita
Syila baru saja menyelesaikan kelasnya. Untuk menunggu kelas berikutnya, ia putuskan menghabiskan waktu di perpustakaan. Resti, entah menghilang ke mana. Prediksi Syila menyatakan jika sahabatnya itu sedang berada di gedung fakultas Teknik. Anak itu pasti sedang melancarkan aksi menggaet kakak senior yang bernama Gio.Sudah lama ia menyukainya, sejak masa ospek sampai sekarang. Namun, baru beberapa hari ini Resti berani mencari perhatian senior tersebut. Semoga saja perasannya terbalaskan.Sampai di perpustakaan, Syila mencari buku-buku yang ringan bacaan. Untuk me-refresh kembali otak yang terkuras pada pelajaran tadi. Lalu mencari tempat duduk yang nyaman dan mulai membaca buku pilihan. Syila mendengar tempat duduk di sampingnya ditarik, menimbulkan bising, sehingga konsentrasi Syila terpecah.“Hai!”Syila mendongak. Terkejut dengan sosok yang duduk di sampingnya y
Jas dan dasi telah terlepas, tersampir di sandaran kursi. Tinggal kemeja putih yang melekat sempurna di tubuh Raka. Bahkan lengan sudah ia gulung sampai siku. Sedang membenturkan pena pada meja, menghasilkan bising mengisi ruangan sepi itu.Dahinya berkerut. Menandakan sedang berpikir keras. Berkas yang ia baca membuatnya mengernyit. Perusahaan LeeCo—salah satu perusahaan besar yang bergerak di bidang konstruksi dan perdagangan— sama seperti RH Group. Perusahaan itu diakuisisi oleh RH Group sekitar dua tahun lalu karena perusahaan itu mengalami kebangkrutan. Yang membuat Raka makin penasaran, ia merasa pernah mendengar pendiri LeeCo. Namun, ia belum tahu pasti. Sepertinya ia harus menyelidiki semuanya.Apalagi saat rapat tadi, tak sedikit ia mendapat tatapan meremehkan. Ia tahu, ia tidak memiliki pengalaman apa pun dengan umurnya yang sekarang 24 tahun. Bahkan menginjakkan kaki ke kantor saja baru tiga kali. Itu pun
Kali ini aku tidak akan melepasmu lagi ***Dahi Julian berkerut, tatkala sepasang matanya menangkap sosok Syila yang berdiri di luar pintu masuk restoran. Gadis itu tak sendirian. Melalui pintu masuk yang terbuat dari kaca tembus pandang, Julian bisa mengenali sosok yang sedang berbincang dengan Syila. Pria itu Alfa. Tak lama motor sport yang ditunggangi Alfa bergerak bersamaan lambaian tangan yang diberikan Syila untuk mengiringi kepergian Alfa. Baru setelah Alfa benar-benar pergi, Syila melangkah memasuki Restoran Gorgeous. Melihat tubuh Julian yang berdiri di hadapannya, sontak Syila menghentikan kaki. Menatap kedua bola mata coklat terang milik Julian yang balik menatapnya dengan pandangan menyelidik.
Gadis pemilik sepasang kaki jenjang itu melangkah penuh percaya diri memasuki sebuah kafe. Kedatangannya tak ayal membuat pengunjung lain melirik penasaran. Si gadis sama sekali tak peduli dengan pandangan mereka, ia memilih untuk menempati satu meja kosong dekat jendela yang langsung memberikan view serba hijau di luar kafe.Sesuai tema yang diusung kafe tersebut, go green. Tak hanya indoor, pengunjung juga bisa menikmati suasana di luar kafe dengan meja dan kursi yang ditata sedemikian rupa. Sehingga pengunjung dapat menikmati secara langsung kesejukan dan hijaunya tanaman-tanaman berbagai jenis yang sengaja ditanam di dalam pot-pot maupun lahan khusus yang disediakan.Tak ada waktu untuk menikmati suasana yang menyejukkan mata, ia lebih memilih menyibukkan diri dengan ponsel yang ia ambil dari tas hermes. Tidak ada notifikasi apa pun dari orang yang menyuruhnya datang ke kafe tersebut. Tamp