공유

BAB 5

작가: Pena_Receh01
last update 최신 업데이트: 2025-05-27 16:34:47

Emily dengan napas terengah berlari keluar dari kamar, ya setelah berbincang dengan dua pria tunangannya. Ia pamit untuk merapikan barang bawaan, rambut gadis ini sedikit kusut. Wanita tersebut memijat bahu yang terasa pegal, semua telah rapi, setidaknya cukup enak dipandang. Netra perempuan itu mengintip ruangan yang nampak Ethan masih tertidus pulas, desisan napas terdengar samar dari balik pintu membuat manusia berusia dua puluh tiga tahun tersenyum lalu melangkah pergi ke dapur.

"Kenapa masakan Paman Alex selalu begitu menggugah selera," gumam Emily kala mencium wangi masakan.

Gadis itu memandang Owen yang sibuk dengan peralatan dapur, dan apron hitam melekat di tubuh. Senyuman Emily terukir di bibir lalu spontan kakinya melangkah mendekat dan berdiri di samping lelaki itu dan mencicipi hasil masakan pria tersebut.

"Eum ... masakan Paman Alex masih tetap enak, dan bahkan lebih enak lagi," puji Emily dengan mata tertutup menikmati cita rasa masakan.

Owen yang tadinya fokus memasak, ia menoleh melirik sekilas Emily lalu mengulas senyuman mendengar pujian dari sang tunangan. Lelaki itu tidak langsung membalas ucapan perempuan tersebut, tetapi dia mengambil sendok bersih dan menyendok makanan yang masih di wajan.

"Coba cicipi yang ini, aku baru coba resep baru."

Wanita tersebut langsung membuka mulut dan menerima suapan sang tunangan. Ia memejamkan mata menikmati rasa yang menguar saat mengunyah. Melihat ekpresi Emily, Owen mengulas senyuman. Lelaki ini memilih melanjutkan pekerjaan lagi.

"Wah ... ini sangat enak! Kamu belajar dari mana, Paman Alex?" tanya Emily spontan.

Owen mendengar pertanyaan tersebut menoleh sekilas lalu kembali fokus memindahkan makanan ke tempat dan melangkah pergi untuk menaruh hidangan ke atas meja.

"Kamu gak perlu tau, lagian kamu kan gak bisa masak! Jadi ngapain kepo segala. Memang mau bantuin atau gantikan aku memasak, enggak kan," balas Owen.

Emily mendelik mendengar balasan sang tunangan, ia melipat tangan di depan dada lalu melangkah mendekati kursi dan menarik untuk dia duduki.

"Iya-iya, Tuan Multitalenta."

Mendengar hal itu Owen hanya tersenyum dan mengeluarkan tawa kecil lalu kembali bekerja. Emily mengikuti lelaki tersebut lagi, memperhatikan pria ini yang begitu teliti.

"Kamu bisa diam gak, sana duduk! Memang gak pegal mengikutiku terus," seru Owen tanpa menoleh memandang Emily.

Tiba-tiba, tangan Emily menyentuh bahu pria itu, membuat Owen menoleh dengan alis terangkat.

"Pundakku pegal, kamu bisa pijat juga nggak, Tuan Multitalenta?" pinta Emily manja.

Owen memutar bola mata pelan, tapi tak menolak. Ia menyeka tangan dengan lap, lalu berdiri di belakang Emily. Dengan gerakan pelan tapi tepat, ia mulai memijat bahu gadis itu.

"Ah, iya… itu enak. Sedikit ke kiri, nah, di situ," gumam Emily dengan mata terpejam, menikmati sentuhan tangan Owen.

"Kamu begitu manja," ucap Owen datar.

Emily terkekeh kecil. "Biarin aja, lagian kalian kan tunanganku. Sudah kewajiban kalian untuk memanjakanku, lagi ... Paman Alex berjanji bakal menjagaku bukan," jawab Emily.

Suara langkah kaki terdengar dari arah lorong. Kedua orang itu menoleh bersamaan saat Ethan muncul, rambut acak-acakan dan mata masih setengah tertutup.

"Seperti ada yang membicarakank, telingaku sampai gatal," gumamnya serak.

Emily yang begitu dekat dengan Owen, gadis itu menatap Ethan lalu melangkah mendekati lelaki tersebut dan memegang tangan pria berprofesi aktor ini.

"Kamu terlalu percaya diri, Paman Han. Lagian ... siapa yang enggak membicarakan kamu, kamu kan seorang aktor, pasti banyak yang membicarakan keburukkanmu," lontar Emily.

Ethan yang tadinya berwajah datar langsung berubah cemberut, lelaki itu melirik sebentar Emily lalu mengalihkan pandangan lagi ke tujuannya. Melangkah dengan cepat dan membuka kulkas mengambil air minum, meneguk beberapa kali.

"Kamu ini ya, aku baru bangun tidur kamu sudah menjatuhkanku ke dasar jurang. Hatiku potek Mily, sakit tau," ujar Ethan dengan nada sedih.

Emily terkekeh melihat ekspresi Ethan yang dibuat-buat, lelaki itu memang sangat pandai berakting. Namun sebelum ia membalas perkataan pria tersebut, suara berat Owen memotong interaksi mereka.

"Sudah, sudah! Kalian ini berdebat terus. Ayo makan! Habis ini bantu aku belanja makanan," lerai Owen sambil menaruh piring di meja dan duduk di kursi.

Emily langsung menarik kursi dan duduk, diikuti Ethan yang masih dengan wajah cemberutnya.

"Kalau kalian terus begini, rumah ini bakal digeregek warga karena kebisingan kalian," gerutu Owen.

"Digerebek karena habis ...!"

Ucapan Ethan terhenti karena Owen yang memukul kepala dia membuat memekik kesal. Tatapan penuh amarah dilayangkan pria tersebut dan dibalas demikian oleh adiknya.

"Jaga ucapanmu! Ada anak kecil diantara kita, jangan membuat pikiran Vera menjadi kotor karenamu," omel Owen.

"Kalau enggak bisa diam, aku lemparkan panci yang pantatnya hitam ke wajahmu!" ancamnya.

Emily menahan tawa, tetapi sorot matanya tak lepas dari dua tunangannya itu. Betapa aneh dan absurd hidupnya sekarang—tunangannya empat, semua bersaudara, dan semuanya... tampaknya cukup kompetitif satu sama lain.

"Cepat makan! Kunci otak kotormu itu, atau aku berubah pikiran dan gak kasih kamu makan."

"Kamu juga makan!"

Tanpa aba-aba, Emily dan Ethan langsung mengambil sendok masing-masing dan mulai menikmati hidangan di hadapan mereka. Suasana menjadi tenang sejenak, hanya suara sendok bertemu piring dan desahan puas karena makanan lezat buatan Owen.

Sedangkan di tempat lain, Michael masih terlihat sibuk dengan tumpukkan berkas. Beberapa kali ia memijat kening, lalu memejamkan mata berusaha terus tenang.

"Aishhhh ... sialan! Aku gak bisa menunggu," geram Michael.

Lelaki itu bangkit dari duduknya lalu melangkah keluar ruangan dan ia segera menghentikan langkah kala melihat seorang wanita mendekat dengan senyuman yang melekat di bibir.

"Hei ... kamu mau kemana, pasti mau menjemputku bukan! Kamu sangat perhatian," seru wanita tersebut.

Dia segera bergelayut manja memegang lengan Michael, dan dengan tiba-tiba mendaratkan kecupan di pipi lelaki tersebut membuat sang empu mendelik kesal.

"Jaga batasanmu! Lepas!" geram Michael menahan amarah.

"Kamu bersikap begini padaku, memangnya gak mau bekerja sama dengan perusahaan Papaku," lontar perempuan tersebut.

"Aku tau kamu membutuhkan sesuatu yang penting dari perusahaan Papaku, aku datang kemari untuk membicarakan kerja sama itu," lanjutnya.

Michael mengeraskan rahangnya, tatapan hijau zamrud membara menahan amarah yang hendak meledak. Ia menarik napas dalam, mencoba menjaga nada suara tetap netral, walau ucapannya akan dingin menusuk.

"Aku bekerja secara profesional, bukan dengan menjual harga diriku atau membiarkan orang seenaknya menyentuhku," katanya tegas, menepis tangan wanita itu dari lengannya.

"Kalau kamu berpikir bisa mengendalikanku hanya karena posisi keluargamu, kamu salah besar."

Wanita itu—Claudine, putri dari salah satu pemilik perusahaan besar yang menjadi mitra bisnis Davies Corp—mengerjap pelan. Sorot matanya berubah dari manja menjadi tajam.

"Kamu akan menyesal sudah menolakku, Michael," kata dia pelan sambil menghentakan kaki dan melepaskan tangannya.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
댓글 (1)
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Idih alah ulat bulu datang² main nyosor aja kaya soang.
댓글 모두 보기

최신 챕터

  • Empat Tunanganku   BAB 12

    "Ayo! Jangan kebanyakan melamun, nanti kerasukan Ethan, gawat," seru Michael. Lelaki itu segera menarik tangan Emily, menghindar dari saudara kandung dia. Gadis tersebut memekik kala lengannya ditarik. "Kok, malah aku yang dibawa-bawa. Lah ... adik sialan! kamu kira aku setan, buat Mily kerasukan," omel Ethan kala sadar dari perkataan adiknya. Ethan menuju penuh amarah Michael yang mulai menjauh dari mereka, sedangkan lelaki tersebut hanya melirik sekilas tanpa memelankan lau langkahnya. Owen menggelengkan melihat hal ini, sedangkan Daniel mengepalkan tangan memandang kepergian kakak dan tunangannya. "Paman Mikey, pelan-pelan," pinta Emily. Mendengar perkataan Emily, Michael memelankan laju langkahnya dan menjadi berjalan. Gadis tersebut napas dia terdengar terengah-engah membuat sang CEO memandang dengan tatapan rasa bersalah. "Aku gak suka kamu kaya begitu, ngurung diri. Aku khawati

  • Empat Tunanganku   BAB 11

    Gadis bermata cokelat itu tersentak dari lamunan, ingatan tentang kejadian satu jam yang lalu berkelebatan jelas di benak. Membuat napas Emily sedikir sesak, ia mengalihkan tatapan ke pintu, terdengar kembali di telinga ketukan pintu yang tak berhenti. "Mily! kamu kenapa gak keluar-keluar. Mau bertelur di sana," teriak Ethan. "Vera, kamu kenapa? Jangan buat kami khawatir," seru Owen dengan tangan terus mengetuk pintu. "Ily, cepat buka pintunya!" perintah Michael dengan suara tegas namun terdengar nada khawatir. "Anne, kamu gak apa-apa kan? Kata mereka kamu belum keluar sejak tadi, apa aku salah beli merk pembalutnya? Atau apa? Ayo beritahu aku. Kamu jangan kaya gini," tutur Daniel berusaha membujuk dengan nada lembut. "Mily ... cepat buka pintunya! Kalau enggak aku dobrak nih," kata Ethan sekali lagi. Emily menarik napas dan mengembuskan pelan-pelan, mengatur detak jantung yang berkerja tidak n

  • Empat Tunanganku   BAB 10

    Daniel langsung menatap kesal sang kakak dan mengembuskan napas, dia memegang tangan Michael yang memegang bahunya begitu kuat. "Okey, okey, Kakak. Lagian aku gak mau sampai Anne menunggu terlalu lama." "Anne, merk seperti biasa bukan. Tunggu aku, aku bakal secepatnya pulang," seru Daniel merebut handphone dari genggaman Michael. "I ... iya Paman Noah," balas Emily. Pria itu segera mematikan sambungan telepon lalu menaruh handphone Owen ke meja makan. Ia segera melangkah pergi meninggalkan Michael yang menunjukkan riak murka. Lelaki tersebut menggerakkan jari dan menyeringai walau tidak terlihat oleh mereka. "Owen, pinjam motormu!" teriak lelaki tersebut. Lelaki bermata biru itu segera mengambil kunci yang tergantung tanpa menunggu jawaban Owen, membuat sang empu menggelengkan kepala. Kini hanya tinggal mereka bertiga, pria berprofesi pilot ini dengan gerakkan cepat mengambil handphone lalu mencengkeram kuat benda tersebut. "Sialan! malah dia matikan, aku aja belum, ngobrol sa

  • Empat Tunanganku   BAB 9

    Emily menggerakkan jemarinya, memilin-milin pakaian. Ia baru saja selesai membersihkan diri, tetapi belum ada keberaniaan untuk keluar. Pikirannya masih melayang pada kejadian tadi. Mengingat semua pria disini mengetahui kedatangan tamu bulanannya, yang membuat ters dipikirkan adalah mereka mengetahui kecerobohan dia sampai melupakan jadwal menstruasi. "Ah ... malunya," gumamnya pelan.Wanita itu memukul kepalanya, umpatan kasar lolos dari bibir. Ceroboh! kata tersebut ada dalam benak, bagaimana ia bisa melupakan jadwal menstruasi sendiri. Akibat hal ini, salah satu pria di kediaman kini harus membeli pembalut. Sebuah perintah atau permintaan yang jarang dituruti lelaki karena malu. Kembali ke situasi sejam yang lalu, Michael tiba di dekat kamar Emily. Langkahnya terhenti saat melihat adik dan sang kakak berdiri di ambang pintu tengah bertengkar, ia segera menegur mereka lalu pandangan teralihkan pada noda darah segar di celana Emily. Perciuman yang tajam menghirup aroma anyir dara

  • Empat Tunanganku   BAB 8

    Emily bersandar di pintu setelah memasuki kamar, ia meremas dadanya yang terasa berdetak begitu kencang. Bagai bunyi detakan tersebut bisa menghancurkan pendengaran, jantungnya sama sekali tak tenang setelah perlakuan Daniel yang tiba-tiba. Pelukkan lelaki itu begitu hangat dan nyaman, suara begitu serak menggoda dan permintaan pria itu. "Aku kenapa," gumamnya pelan. "Gak biasanya juga Paman Noah begini," lanjutnya kembali. "Dia ... dia ... sangat berbeda tetapi juga sama." Gadis itu memegang pipinya yang terasa memanas, tingkah Daniel membuat Emily panas dingin. Padahal belum satu hari dia di kediaman ini dan baru beberapa menit ia bersama pria tersebut. Tetapi sepertinya, hidup perempuan ini akan berubah drastis. Ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya. Emily langsung menoleh, suara lembut menyusul dari balik pintu.“Mily… boleh aku masuk?”Suara lelaki terdengar si balik pintu, membuat Emily yang berada di sana sedikit terperanjak. Dia spontan berbalik, lalu panggilan Ethan

  • Empat Tunanganku   BAB 7

    Malam kiat larut, menyisakan beberapa bintang dan bulan sabit di langit untuk menerangi bumi. Lampu di kediaman mulai redup, hanya cahaya temaram dari dapur dan ruang tengah. Ethan tertidur pulas di soda dengan remote televisi yang masih dipegang. Sementara Owen memilih ke kamar untuk mengistirahatkan tubuh dan Michael di ruang kerja menyelesaikan beberapa laporan yang dikirimkan asistenmya. Emily tengah mengerjakan tubuh, ia duduk di serbang sofa dengan mata sesekali melirik pintu utama dan televisi. Hati tak tenang kala melihat jam sudah menunjuk pukul sebelas malam, tetapi salah satu tunangan belum terlihat batamg hidungnya. Suara mesin mobil terdengar pelan dari depan rumah, kala mengetahui hal ini Emily segera bangkit dan membuka pintu sebelum bel sempat ditekan. Di baliknya, berdiri seorang pria tinggi dalam jas dokter yang sedikit kusut. Rambutnya agak basah oleh embun malam, dan wajahnya menunjukkan kelelahan luar biasa.“Paman Noah,” gumam Emily pelan.Daniel mengangkat wa

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status