“Kamu mengenalku?”
Gelmar memeriksa foto-foto yang ada di sakunya. Tidak diragukan lagi. Si Tomboy dengan kemampuan bela diri yang mumpuni. Jawara dalam berbagai turnamen nasional. Istimewanya lagi dia sudah menggunakan sabuk hitam.
“Namaku Adelia Putri. Putri angkat ke tiga. Aku tahu kamu lewat pesan telegram Sancez.”
Gelmar bisa bernafas lega. Akhirnya ada salah satu putri angkat yang mengenalnya. Memang dari awal perasaannya sangat klop dengan gadis tomboy ini.
“Sekarang kita fokus menyelamatkan Miranda. Lawan kali ini bukan main-main. Aku berharap kamu bisa mengerahkan semua kemampuanmu.”
Mobil yang mereka ikuti berhenti di sebuah gudang. Adel menaikkan laju kendaraannya tepat ketika pintu gudang itu akan ditutup.
“Brak!”
Mobil offroad itu berhasil masuk. Menimbulkan efek debu beterbangan. Muncul bayang-bayang Adel dan Gelmar yang turun dari mobil itu.
Sosok mereka jelas begitu melangkah ke depan mobil. Baru pada saat itu. Pandangan mulai kentara. Terlihat puluhan orang mengacungkan senjata tepat ke arah mereka. Sedangkan Miranda dibekap di tempat paling belakang. Sorot mata gadis berambut merah itu memelas meminta pertolongan.
“Satu umpan, dua mangsa sekaligus, haha….”
Terdengar suara dari salah satu pria berjubah membahana di gudang. Disambut oleh tawa seluruh anggota mafia. Empat pria berjubah itu bertudung dengan masker yang menutupi wajah mereka sehingga sangat sulit untuk dikenali.
“Lepaskan Miranda! Atau ku obrak-abrik markasmu ini!”
Adel berteriak lantang. Gadis itu sama sekali tak gentar sekalipun berhadapan dengan puluhan orang bersenjata. Dia tampak sedikit menundukkan badannya dengan kaki ditekuk. Kedua tangannya bersiap. Dari posisi kuda-kudanya, jelas sekali dia siap untuk bertarung.
“Tidak perlu gegabah, Nona muda. Nyalimu justru membuat kami gemas. Mending kamu menyerahkan diri saja. Jadi selir bos kami. Perempuan agresif sepertimu sepertinya sangat menantang di ranjang.”
Salah satu pria berjubah itu menyeletuk. Gelmar menjadi semakin bertanya-tanya. Jadi mereka orang suruhan. Suruhan siapa?
“Kurang ajar! Awas saja! Akan kurobek mulutmu nanti!”
Tawa terpingkal-pingkal kembali menggema. Seluruh anggota mafia tersebut ibarat kawanan serigala yang sedang menertawakan kelinci kecil. Tanpa menyadari di sampingnya ada Si Botak raja rimba yang terkuat.
Gelmar memandang ke arah Adel yang sedang terbakar amarah. Wajahnya memerah. Pundaknya naik turun. Nafas menderu-deru. Harga diri gadis itu telah ditelanjangi oleh para pegundal itu.
“Kamu siap?”
Pandangan Adel langsung tertuju ke Gelmar. Dari api matanya, terlihat jelas bahwa Adel sudah lebih dari siap. Juga, kepercayaan yang menyala tertuju kepada Gelmar yang pasti siap untuk membantunya.
Gelmar beralih ke para begundal yang masih tertawa. Dia melangkah lebih depan dari Adel. Si Botak itu tampak menyeringai.
“Oh, jadi itu yang diajarkan pemimpin kalian. Merendahkan wanita. Pakai rok! Sekalian jadi gerombolan pengecut!”
Gudang mendadak sunyi. Berganti menjadi picingan mata penuh amarah. Gelmar tahu. Menghina pemimpin sama saja dengan menghina mereka secara keseluruhan.
“Bedebah! Berani sekali kau menghina pemimpin kami!”
“Kenyataannya memang begitu kan! Pengecut!”
Gelmar sengaja menekan kata pengecut. Semakin menyulut amarah mereka. Detik itu juga, komando dari pria berjubah menggerakkan seluruh anggota mafia.
“Serang mereka! Jangan beri ampun.”
Belasan anggota mafia dari depan, kiri, kanan menyerbu. Gelmar dan Adel berpencar. Masing-masing diserang membabi buta. Seluruh tubuh menjadi incaran.
Gelmar dengan kemampuan istimewanya menumbangkan lawan. Satu persatu anggota mafia itu ambruk. Pria berkepala plontos yang sering berkecimpung dengan pertarungan besar. Gagah menerjang musuhnya dengan kepalan tangan besar serta kaki yang kuat berotot. Satu bogem. Tendangan. Cukup membuat musuh terkapar tidak sadarkan diri.
“Adel!”
Gelmar beralih ke Adel yang kewalahan. Walau bagaimanapun kemampuannya bela diri. Tetap saja, belum mampu melawan para begundal yang menyerang tanpa belas kasihan.
“Rasakan Ini!”
Gelmar menjadi tameng Adel. Secepat kilat dia menghajar sisa-sisa gerombolan. Menangkis. Menyerang balik. Tak jarang melakukan uppercut. Menyiku lawan tepat di tenggorokannya. Langsung membuat lawan muntah darah kejang-kejang.
Melihat situasi seperti itu, ke empat pria berjubah serba hitam itu tergagap panik. Bagaimana seluruh anak buahnya dilibas habis dalam hitungan detik. Hanya menggunakan ilmu istimewa yang belum pernah mereka lihat. Satu tendangan dan satu pukulan yang langsung melumpuhkan lawan.
“Kuat sekali dia! Bagaimana ini!”
“Kalau kita turun tangan. Bunuh diri namanya!”
“Tidak ada cara lain. Kita harus segera kabur dari sini.”
“Ayo! Mumpung si Botak itu masih sibuk! Sekalian kita bawa selir cantik ini!”
Miranda yang mendengar itu semua pun memberontak. Wajahnya pias takut setengah mati. Ingin sekali dia teriak. Meminta pertolongan kepada Gelmar. Namun, dia teringat dengan hinaannya. Caciannya.
“Cepat bungkam mulutnya! Langsung kita bawa ke belakang!”
Satu pria berjubah langsung membekap mulut Miranda. Menyeretnya dengan cepat.
Hmmmrrp..hmmrrpp
Miranda berteriak tertahan. Kedua kakinya meronta-ronta. Tangis meleleh tidak tertahan. Penyesalan tidak berkesudahaan karena sudah menghina si Botak. Di situasi ini. Hanya dia yang mampu menolong.
“GELMAR! TOLONG MIRANDA!”
Untungnya, Adel sempat melihat. Dengan sisa tenaganya dia menyela pertarungan Gelmar.
Sekilas, Gelmar menoleh. Langsung tertuju ke arah belakang di mana Miranda diseret.
“Bedebah! Jangan bawa Miranda!”
Keempat pria itu tampak gemeteran. Hendak buru-buru membawa putri cantik berambut merah itu.
Sedangkan, Gelmar. Karena tidak ada cara yang lebih cepat untuk melawan sisa-sisa anggota mafia itu. Maka, dia mengeluarkan jurus pamungkas.
Hyat! Hyat!
Tubuh para mafia itu lunglai. Jatuh ke tanah seperti tanpa tulang.
Gelmar sengaja menyerang titik syaraf paling lemah dengan jemari saktinya, dada, leher, belakang kepala. Hal-hal yang bersifat akupuntur yang diturunkan oleh mendiang Sancez. Dipadu dengan bela diri. Belum lagi kemampuan-kemampuan hebat lainnya yang masih tersembunyi.
“Sialan! Dapat darimana dia ilmu itu!”
“Dia benar-benar bukan orang sembarangan!”
“Terus, gimana ini!”
“Panggil pasukan lain!”
Keempat pria berjubah itu terdesak. Lebih lagi, saat Gelmar berjalan dengan langkah panjang ke arah mereka. Diiringi sorot mata besar yang menyala.
“Kalau kita di sini terus bisa mati kita!”
“Enggak ada waktu lagi. Lepaskan dia! Segera pergi dari sini!”
Belum juga mereka melepas Miranda, Gelmar dengan cepat menerjang mereka. Melakukan serangan yang sama sampai mereka terkulai di tanah. Sayangnya, salah satu di antara mereka berhasil lolos.
“Miranda, kamu enggak apa apa?”
Gelmar terfokus dengan Miranda. Menyenderkan wanita itu di pahanya yang kokoh. Tempat sangat nyaman bagi para wanita.
Miranda memandang Gelmar. Tidak terlontar satu katapun. Wajahnya yang pucat. Sorot mata sendu. Mengisyaratkan rasa trauma yang mendalam. Beberapa saat kemudian, terdengar suara tangis lirih.
“Sudah-sudah, sekarang kamu aman Miranda. Jangan takut lagi.”
Gelmar menggulirkan badan ideal ramping itu ke pelukannya. Di sanalah, baru pecah tangis Miranda. Gelmar memberikan ketenangan sembari menepuk-nepuk pundak mungil wanita itu.
Baru saja situasi menjadi kondusif, tiba-tiba terdengar suara ramai di luar. Langkah kaki serentak mengepung gedung. Tidak berapa lama, Puluhan pasukan mafia lain datang lengkap dengan senjata laras panjangnya. Pasukan lapis kedua yang lebih sangar dari yang sebelumnya.
“Bedebah! Ada lapis keduanya!”
“Bedebah! Ada lapis keduanya!”Gelmar menatap nanar. Pasukan itu terlihat lebih padu. Pakaian rapi serba hitam dengan dalaman kemeja berwarna putih. Topi datar yang familiar. Lengkap dengan persenjataanya. Gelmar sendiri tentu belum mampu menaklukan mereka.“Tikus got-nya besar juga ternyata.”Pria paling depan berkata sambil memainkan tusuk gigi. Picingan matanya terlihat dari balik kaca mata hitam yang dia pakai. Gaya meledek ala pemimpin sebuah pasukan kacangan.“Rata semua pasukan lapis satu. Pertunjukan sirkus yang bagus.”Yang lain menimpal. Menganggap Gelmar hanyalah binatang sirkus yang hanya bisa menaklukan pasukan remahan mereka.Gelmar tersungut. Namun, sebisa mungkin meredamnya dalam dekapan Miranda yang ketakutan. Agak terpaksa, dia melepas Miranda di sisi tembok bangunan. Berbicara lembut dengan Miranda sejenak.“Jangan terlalu cemas ya, aku akan melawan mereka dulu, setelah itu kita pulang.”Kerlingan mata indah itu tertuju pada sorot mata dalam. Terasa hangat. Penuh ta
“Uh.”Untuk beberapa saat, Gelmar ingin waktu berhenti. Menikmati momen mendaratnya rahang tegas ke sesuatu yang terasa padat dan kenyal. Rasanya ingin mimisan saja.Namun, momen itu tidak bertahan lama saat bentakan keras terasa memekakan telinga.“Ih!”Seketika wanita berambut pendek berkaca mata itu agak menjauhkan wajah Gelmar yang menempel. Tanpa melepaskan cengkramannya. Merasa geli dan jijik. Padahal, dia sendiri yang menarik paksa.Inilah kakak pertama. Putri tertua dari semua putri di sini. Sekar Melani. Seorang dokter bedah yang cukup terkemuka. Kesan auranya lebih galak dari yang lain. Bahkan, Stevani pemimpin pasukan khusus dan Gwen pemimpin Mafia kalah telak. Mungkin karena dia adalah sosok yang paling dituakan.“Ini dibilang utusan Sanchez? Yang benar saja?”Sekar tertuju ke semua saudara angkatnya. Seolah-olah meremehkan pria lusuh yang dipandang tidak memiliki kemampuan apa-apa, selain perawakannya yang macho sekali.“Tapi, Benar Kak. Dia utusan Sanchez.”“Diam kamu Ad
“Ah!”Gelmar terhenyak sesaat menyadari kecerobohannya yang membuka pintu kamar mandi tanpa mengetuk. Alhasil yang ada di hadapannya sosok badan sekal langsing khas atlet. Lengkap dengan keindahannya tanpa tertutup sehelai benang pun.“Gila kamu ya! Main masuk saja!”Pria berkepala pelontos itu serasa tertampar. Wajahnya bersemu merah. Cengiran terlihat antara malu dan bingung.Insiden itu cukup menghentikan waktu beberapa saat sampai Adel yang langsung buru-buru mengenakan handuk. Kedua tangan mulus tapi kencang itu langsung mendorong perawakan Gelmar sampai hamper agak terjengkang keluar dari kamar mandi.Punggung besar Gelmar terhantam di sudut ruangan. Disudutkan oleh wanita tomboy yang kesehariannya selalu terlihat easy going dengan rambut yang terkuncir, Tampak sorot matanya yang tajam menikam seolah ingin menelan Gelmar hidup-hidup.Bukannya tersadar oleh kesalahannya. Malah Gelmar terhipnotis aroma sabun yang menyeruak dari badan wanita tomboy itu. Badan setengah telanjang yan
“Segera keluar dari mobil ini, Adel!” Adel terperanjat ketika mendengar aba-aba dari Gelmar. Begitu melihat Gelmar melompat. Adel pun segera melompat. Dia sempat mendarat ke tanah dan terguling-guling sebelum beberapa saat kemudian mobil meledak.Duar!Adel mematung. Pandangannya terpana ke arah ledakan mobil yang membentuk jamur raksasa sungguh sangat menakutkan. Apa jadinya kalau tadi sedetik saja dia terlambat melompat.“Kamu enggak apa-apa?” Gelmar menghampiri Adel. Mengangkat tubuh gadis itu. Memberi kode kepada sekuriti yang mendekat untuk mengambil air. Meminumkannya ke Adel.Beberapa teguk mengalir di tenggorokan Adel, baru terdengar suara helaan nafas Adel yang berat. Wajahnya yang pucat pasi tampak panik. Dia memegang kedua lengan besar Gelmar.“Gelmar! Kita dalam bahaya Gelmar! Mereka sudah ada di sekitar kita!”Adel tak mampu menyembunyikan ketakutannya. Dia yang selama ini dikenal sebagai sosok yang tegar, periang, dan easy going menjadi menciut gara –gara insiden ini
“Bos, ada orang gila yang ngaku-ngaku keluarga bos.” Juan penuh semangat mengadu kepada Hana. Berharap bos-nya itu akan mencaci Gelmar dan mengusirnya dari depan gedung itu. Namun, reaksi Hana justru mengejutkan. “Siapa yang kamu maksud orang gila?” Mata Juan melotot. Dia benar-benar tidak menyangka reaksi sang bos. Padahal, jelas-jelas Juan menunjuk ke arah Gelmar. Pria berpakaian kumal lusuh. ‘Jangan-jangan benar yang dikatakan Gelmar tadi kalau Hana adalah saudaranya,’ Juan membatin. Peluh mulai membanjiri keningnya. “D-dia, Nyonya. Nyonya enggak mungkin kan punya saudara gembel seperti dia?” Juan mempertegas pertanyaannya. Dia masih yakin kalau Gelmar, lelaki yang dulu dia pandang remeh di masa sekolah mempunyai saudara CEO paling terpandang di negeri ini. Sangat mustahil! “Kalau emang iya, kenapa?” Wajah Juan langsung memucat. Rasanya ingin merobek saja wajahnya. Melempar jauh-jauh. Serasa tertampar sebuah fakta di luar dugaan. “Jadi…” Dengan gerakan slow-motion, Juan
“Tolong, lepaskan aku.”Miranda merintih begitu penutup kepalanya dibuka. Sumpelan kain di mulutnya di lepas.“Kita ketemu lagi nona manis.”Miranda tak mampu menyembunyikan ketakutannya begitu melihat siapa yang ada di hadapannya. Tiga orang bertudung berpakaian misterius yang dulu pernah menculiknya kini hadir di hadapannya. Tidak hanya dia, melainkan banyak anak buah yang mengelilinginya.Miranda meneguk ludah. Dia benar-benar dalam ketakutan luar biasa. Dia masih ingat. Ketika mobil yang mengantarnya melaju tadi. Di tengah jalan dia dihadang oleh beberapa mobil.Dan entah sekejap mata tubuhnya langsung berpindah dan sekarang dia berada di sini.“Kami melakukan penculikan ini karena perintah dari seseorang yang sekarang menjadi saudaramu.”Salah seorang dari mereka mengungkapkan sebuah rahasia. Miranda tampak mengernyit. Saudara yang mana? Apakah saudara-saudara tirinya?“Siapa yang kamu maksud? Mana mungkin saudari-saudari tiriku melakukan penculikan? Aku sangat tahu mereka? Janga
Sudut Pandang Gelmar“Meskipun sekarang, aku menjadi sekretaris kamu, tapi aku enggak mau disuruh-suruh sama kamu. Ingat itu!”Begitulah perkataan Miranda, wanita berambut merah di hadapanku. Aku hanya menghela nafas sambil memandang wanita bertubuh indah itu keluar dari ruangan.“Judes, tapi lama kelamaan pasti akan takluk denganku juga.”Sekarang, aku berada di dalam ruangan khusus presdir. Di dalamnya tertera foto-foto ayah Sanchez dan keenam putri angkatnya.Seketika aku merasakan darahku mendidih. Betapa Ayah Sanchez menyayangiku dari kecil. Dia yang menyelamatkanku dari peristiwa kebakaran di kampung akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab. Membesarkanku, mendidikku hingga seperti sekarang. Dan ada satu orang yang ternyata adalah adik kandungnya sendiri Robert yang telah membunuh Ayah Sanchez.Aku pun teringat dengan beberapa saudara angkat yang lain. Ayah Sanchez tidak hanya mengangkat anak perempuan. Melainkan dia juga punya beberapa anak angkat lelaki yang notabene la
Sudut Pandang GelmarKulajukan kecepatan mobilku. Tujuanku adalah rumah Marco. Memang aku tidak bisa mendeteksi keberadaan Adel, karena mungkin Marco dan gerombolannya sudah membuang semua apa yang melekat di tubuh Adel. Namun, dia lupa, bahwa aku bisa mengetahui plat mobil dari cctv dan wajahnya, yang jelas-jelas adalah Marco.Hingga sampailah ke sebuah perumahan. Melihat kedatangan orang asing sepertiku, tentu mereka bertanya-tanya. Apalagi malam-malam seperti ini.“Maaf, ada keperluan apa? Mau bertemu siapa?”Aku memandang ke arah kedua sekuriti tersebut.“Saya mau ke rumah Pak Marco.”“Pak Marco-nya enggak ada. Dia sedang keluar.”Kali ini satpam yang satunya. Pandangannya menyelidik dari atas sampai bawah. Mencurigai Gelmar.Gelmar tersenyum. Pria itu lantas turun dari mobil. Dengan menyentuh titik sadar mereka. Mereka langsung pingsan. Membaringkannya ke dalam pos.“Maafkan saya, Pak. Tapi, saya terpaksa.”Gelmar memeriksa isi pos tersebut. Dengan mudah dia menemukan rumah dari