Share

6. Erhan Tudor

Author: Hana Reeves.
last update Last Updated: 2025-06-20 17:20:18

Erhan Tudor tersenyum ke arah Prudence. Pria berusia 40 tahun itu memeluk gadis itu erat.

"Selamat ya, Pru. Oom senang kamu akhirnya menikah dengan Xander. Kalian kan sudah kenal dari kecil bukan?" ucap Erhan.

"Sama-sama Oom ... Meskipun ini termasuk mendadak," bisik Prudence.

"Oom harap kamu bahagia dengan pernikahan kamu."

Prudence melepaskan pelukannya. "Aku tidak yakin Oom ...."

Erhan menatap wajah sedih Prudence. "Oom tahu apa yang terjadi."

Mata hijau Prudence terbelalak. "Oom tahu?"

Erhan mengangguk. "Itu bukan kesalahan kamu. Itu kecelakaan dan diluar ekspektasi kalian kan? Apa kamu minum alkohol? Oom tahu kamu tidak bisa mentolerir alkohol."

Prudence menggelengkan kepalanya. "Aku sama sekali tidak minum alkohol. Hanya club soda."

Erhan mengangguk. "Pasti ada sesuatu yang membuat kalian jadi korban seperti ini."

Prudence mengangguk. "Dimana Tante Amber?"

Erhan hanya terdiam. "Di London. Oom disini karena ada urusan dengan Burberry dan malah dapat kabar kamu menikah dengan Xander."

"Apa pernikahan kalian bermasalah?" tanya Prudence yang setelah tahu Erhan menikah, memilih untuk tidak mengetahui berita tentang Erhan..

"Sedikit ada kesalahpahaman. Kamu tahu sendiri kan Tante Amber orangnya terlalu posesif. Padahal Oom tidak macam-macam," senyum Erhan sedih.

"Sabar ya Oom. Kalian sudah punya Labubu junior lho." Prudence meremas bahu Erhan.

Erhan mengangguk. "Oom juga tahu, Pru. Jadi Oom harap kamu dan Xander tidak seperti kami."

Prudence mengangguk. Meskipun aku tidak yakin - batin Prudence.

"Bisakah aku meminta istriku, Oom Erhan?"

Prudence dan Erhan menoleh ke arah Xander yang berdiri di sebelah mereka dengan wajah dingin.

"Oh, sorry. Sekali lagi, congratulation atas pernikahan kalian," senyum Erhan lalu mencium pipi Prudence dan menyalami Xander.

Prudence hanya terpekur karena tidak mengira pernikahan Erhan Tudor dan Amber sedang dalam masalah. Benar kata anak Viking, mereka sedang tidak baik-baik saja.

"Kita menikah belum ada dua jam tapi kamu sudah bersiap melemparkan tubuh kamu ke Erhan Tudor?" ucap Xander sinis.

Prudence menganga. "Apa?"

"Kamu itu! Masih pakai gaun pengantin dan tidak ingat baru saja tanda tangan akta pernikahan, tapi sudah bersama cinta lama? Apa belum kelar?" sindir Xander.

"Bukan Xander! Aku hanya ... Aku hanya mengobrol biasa!" bisik Prudence berusaha tidak terdengar para tamu.

Xander mendengus. "Jika tidak ingat kamu ...."

"Xander ! Ayo pidato!" panggil salah satu Oomnya.

Xander menoleh ke arah panggung dadakan lalu kembali ke Prudence. "Kamu saved by the bell! Ayo, ikut!" ucapnya sambil menarik tangan Prudence. Gadis itu pun berjalan mengikuti Xander dengan wajah bingung.

Keduanya pun berdiri di depan panggung dan Xander pun berpidato di depan keluarga besarnya.

"Selamat siang semuanya, kami Xander dan Prudence atau biasa dipanggil Anak Viking dan Anak Asuransi," sapa Xander yang membuat para keluarganya tertawa. "Kami berterima kasih para Opa, Oma, Oom dan Tante serta para sepupu sudah hadir di acara resepsi kami."

Prudence hanya memasang wajah tersenyum namun matanya tidak berbohong. Dia dalam kondisi tidak baik-baik saja.

"Doakan saja pernikahan kami baik-baik saja," ucap Xander.

Prudence melirik ke arah Xander dan dia memuji kemampuan sandiwara Xander. Dasar Anak Viking!

Xander lalu menggandeng tangan Prudence untuk turun dari panggung dan mereka pun mendatangi para anggota keluarga mereka di New York.

"Kakak kita berdua seperti orang tertekan," ucap Percival sambil meminum colanya ke sepupunya, Andra.

"Gimana tidak tertekan P, siapa juga yang tidak tertekan kalau terpaksa menikah seperti itu," jawab Andra yang merupakan adik tiri Xander.

"Kamu tidak tahu apa yang terjadi di rumah, Ndra. Bagaimana terjadi keributan dan kakak kita sama-sama keras kepala!" Percival menyesap cokenya. "Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa mereka tidur bersama."

"Apakah ada yang sengaja memberikan obat pada kakak kita berdua? Setahu aku, mbak Pru tidak bisa minum alkohol." Andra menatap pria ganteng di sebelahnya.

"Tapi siapa Andra? Mencari banyak orang di area restauran terkenal di Mallorca dengan begitu banyak orang, harus mencari satu persatu?" tukas Percival. "Tidak semudah itu."

Andra hanya manyun. "Mereka menikah karena terpaksa. Kita berharap mereka akan baik-baik saja."

Percival mengangguk. Hanya saja aku tidak yakin mereka akan akur sampai enam bulan kedepan - batinnya.

Xander hanya tersenyum saat para sepupunya menggoda dirinya yang akhirnya menikah dengan Prudence. Sudah banyak yang tahu kalau mereka berdua tidak pernah akur tapi akhirnya menikah. Sementara Prudence lebih memilih duduk bersama dengan sepupu perempuannya yang memuji pameran lukisannya bulan lalu di New York.

Acara resepsi sederhana pun berakhir dan Rodrigo sudah memberikan kamar hotel untuk mereka berdua di The Plaza untuk berbulan madu. Xander pun mengajak Prudence ke hotel karena mereka berdua butuh berbicara tanpa ada orang lain yang mendengarkan.

Seperti tadi, Prudence dan Xander tidak ada pembicaraan dan lebih memilih diam sepanjang perjalanan dari Hell's Kitchen ke Manhattan. Prudence lebih memilih untuk melihat pemandangan gedung-gedung pencakar langit New York dan wajahnya baru sedikit lega saat mereka tiba di area Central Park.

Mobil Xander pun tiba dalam parkiran bawah tanah The Plaza dan mereka pun turun setelah mobil mewah itu terparkir rapi. Prudence yang memakai jas suaminya untuk menutupi gaun pengantinnya sementara itu Xander hanya memakai kemeja putih dengan lengan digulung dan celana hitam.

Prudence tampak bingung kenapa ayahnya memberikan kamar suite untuk berbulan madu.

"Aku sudah melakukan check in. Ayo kita masuk ke dalam kamar." Xander pun mengajak Prudence masuk ke kamar mereka.

Prudence melihat kamar indah itu dan betapa terkejutnya karena terdiri dari dua kamar tidur. Terima kasih Papa, karena tahu aku belum bisa bersama Xander - batin Prudence lega.

"Rupanya koper kita ada disini," gumam Xander saat melihat dua koper kecil berwarna hitam dan pink.

Prudence lalu menarik koper pinknya yang ada beberapa stiker lucu ke dalam kamar sisi kanan.

"Kita tidur terpisah Pru?" ejek Xander.

"Ya !" jawab Prudence dingin.

"Atau kamu mau hubungi Oom Erhan di kamar?"

Prudence mengehentikan langkahnya. "Apa maksudmu?"

"Bagaimana rasamu bertemu dengan cinta pertama kamu?" ejek Xander.

Prudence berbalik. "Kenapa kamu selalu mengaitkan aku dengan Oom Erhan?"

"Siapa yang terlebih dahulu membuat cerita drama?"

Prudence menganga. "Cerita drama?"

"Kamu menjual kesedihan ke Oom Erhan kan? Sudah siap jadi pelakor kamu!" ucap Xander judes.

Prudence menghampiri Erhan dan menampar wajah suaminya. "Aku tidak ada niatan jadi pelakor! Seharusnya aku melaporkan kamu karena pelecehan!"

"Kenapa kamu tidak lapor, hah!" balas Xander sambil memegang pipinya. Pukulan anak asuransi ini kuat juga ya.

"Karena aku masih menghormati Oom Xavier dan Tante Sasa!" Prudence mengusap air matanya. "Aku tidak pernah mau bersama kamu! Aku curiga, kamu sengaja mencari teman tidur dan kebetulan adalah aku yang ada disana! Apakah kamu melakukan cara rendah untuk membuat aku .... Addduuuhhhh!"

Xander mencengkram lengan Prudence. "Apa? Aku kasih kamu obat perangsang? Rendah sekali pikiranmu!"

"Aku patut curiga kan Xander!" balas Prudence sambil menatap galak ke Xander. Baginya sudah cukup dia bersabar dengan Xander dan dia tidak perlu menahan diri.

"Aku tidak serendah itu, Anak Asuransi!"

"Lalu? Siapa?" tanya Prudence dengan dagu terangkat. "Siapa? Aku hanya duduk bersamamu!"

Xander terdiam.

"Lepaskan tanganmu dari lenganku!" perintah Prudence.

Xander pun melepaskan cengkeramannya dan Prudence mengusapnya karena terasa panas.

"Wajar jika aku berpikir seperti itu, Xander. Aku tidak pernah suka kamu! Sejak kamu merebut Sasa dariku! Beruntung aku mendapatkan mama Shana dan aku sudah berusaha berkompromi dengan kebencian aku padamu! Tapi tidak ... Kamu melukai aku, Xander ! Kamu membuat aku menyerahkan kesucian aku ke kamu! Kamu ! Orang yang paling aku benci di dunia! Kamu dan ejekan aku gagal nikah dengan Oom Erhan! Aku sudah bertekad tidak mau bertemu dengan kamu! Tapi karena papa ... aku terpaksa! Seharusnya memang aku tidak menemui kamu! Mungkin aku masih suci sampai detik ini dan aku tidak harus menikah denganmu meskipun kamu pria terakhir di bumi ini!" Prudence mengeluarkan semua uneg-uneg nya yang selama ini dia simpan karena semua ejekan dan sinis dari Xander.

"Pru ...."

"Sudah! Kita hanya dua hari ini bersama dan aku harap kamu segera kembali ke Oslo! Aku tetap di New York! Tunggu sampai tiga bulan! Jika aku hamil, akan aku gugurkan karena aku tidak mau anak ini lahir di keluarga toxic! Tapi aku berharap ... aku tidak hamil!" Prudence meringis saat Xander menarik tangannya lagi.

"Jangan pernah berpikir menggugurkan kandungan kamu kalau kamu hamil! Aku tidak akan membiarkan!" Geram Xander dan Prudence melihat bagaimana mata hazel itu menyorot penuh kemarahan dan kebencian saat mendengar dia hendak menggugurkan kandungannya.

"Sakit Xander ...." ringis Prudence.

"Ingat itu! Jangan pernah kamu berpikiran seperti itu! Atau kamu akan tahu akibatnya!" ancam Xander sambil menyentakkan tangan Prudence.

Prudence merasa lengannya terasa senut-senut dan dirinya tidak tahu apa yang membuat Xander seperti itu. Satu hal yang pasti, Prudence hanya memberikan ancaman saja karena dia juga tidak mungkin menggugurkan kandungan kalau dia hamil. Dia tidak setega itu.

Prudence hanya menarik kopernya dan masuk ke dalam kamarnya sementara Xander berteriak kesal sambil mengacak-acak rambutnya.

Di dalam kamar, Prudence meluapkan emosinya dengan menangis di dalam kamar mandi setelah melepaskan gaun pengantinnya. Dia hanya ingin merasa segar setelah tadi emosi.

Prudence memilih di dalam kamar dan memesan room service karena Rodrigo bilang open bill. Makanan yang dipesannya pun datang dan Prudence membukanya. Sengaja dia memesan untuk dirinya sendiri karena masih ada amarah ke Xander.

Prudence memilih makan di dalam kamar dan melihat pintu kamar Xander yang masih tertutup. Prudence sudah bertekad bahwa nanti malam, dia akan kembali ke studionya. Setidaknya lebih tenang dibandingkan dia disini.

Suara ponselnya pun berbunyi dan Prudence melihat siapa yang menghubungi dirinya. Dirinya tersenyum saat tahu siapa yang menghubunginya.

"Halo Naela," sapa Prudence ke sepupunya yang tinggal Magelang bersama dengan suaminya yang petani kopi.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Naela, putri Mandasari Pratomo dan Wirasana Gardapati.

"Bagaimana kamu tahu?" tanya Prudence.

"Grup chat lah Pru. Bagaimana bisa kamu bersama Xander padahal aku tahu kamu sangat membencinya!" jawab Naela. "Pru, tidak harus memaksakan diri untuk bertahan dengan Xander kalau memang kamu tidak sanggup."

"Hanya sampai tahu aku hamil atau tidak, Nae," senyum Prudence.

"Senyuman kamu tidak indah Pru! Sinarnya hilang!" ucap Naela.

"Otomatis Nae. Siapa juga yang mau menikah dengan situasi seperti ini?"

"Aku ! Apa kamu lupa aku menikah gara-gara kena grebek?" gelak Naela.

"Kacau kalau kamu Nae. Dokter tapi malah kena grebek hanya karena kakimu sedang diobati akibat kena beling!" cebik Prudence gemas ke sepupunya yang judes tapi juga sengklek.

"Oke cukup soal aku. Pertanyaannya, bagaimana kamu dan Xander melewati semuanya?" tanya Naela.

"Hanya berusaha melewatinya ... Doakan aku tidak hamil jadi aku bisa berpisah dengan Xander."

Naela melongo. "Seriusan?"

"Sangat serius."

"Sayang, apapun keputusan kamu, aku akan mendukung kamu!" ucap Naela.

Prudence mengangguk dan setelahnya mereka pun saling berpamitan.

Menjelang jam sebelas malam, Prudence keluar dari kamarnya sambil menyeret kopernya. Gadis itu berjalan mengendap-endap menuju pintu utama hotel.

"Mau kemana kamu?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Amilia Amel
sedih banget dengan keadaan pru, itu anak viking ada masalah apa kok segitunya sama anak asuransi
goodnovel comment avatar
Murti Puji Lestari
woaaahhh jangan jangan si anak asuransi sudah jatuh cinta dari awal, makanya dia cemburu saat tahu anak asuransi suka sama anak labubu...
goodnovel comment avatar
sefi dwi handriyantin
sedih liat keadaan Pru.dari awal kehilangan harta berharganya,terpaksa menikah,diperlakukan kasar.nangis aku mba ......... itu si Xander kenapa sih,kalau suka dan cemburu itu bilang saja jangan marah-marah dan kasar gitu.gemes gemes gemes pengen tak hiihh krues krues.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Enemate, Enemy To Soulmate    40. Prudence v Amelie

    Xander terus mendampingi Prudence yang sibuk memberikan keterangan tentang semua lukisannya. Xander tidak menyangka jika lukisannya yang diambil dari cerita Savitri, menjadi perhatian para pengunjung. Direktur museum bahkan berencana melakukan lelang bagi penawar tertinggi lukisan Prudence. "Aku tidak menyangka jika lukisan Savitri ini menjadi favorit banyak orang," ucap Direktur Museum ke Xander yang sedang menyesap minumannya. "Anda kan yang meminta untuk membuat lukisan dengan tema dramatis bukan?" ucap Xander.. "Dan dia melakukannya dengan baik. Aku tahu Prudence sangat berbakat tapi dia butuh suatu teguran agar bisa membuat karya yang lebih baik. Prudence terlalu tahu untuk melakukan hal yang baru." Direktur Museum itu menatap Xander. "Aku minta tolong agar kamu sebagai suaminya, bisa memberikan support ke Prudence agar sekali-sekali keluar.dadi zona nyamannya. Prudence kurang karya yang dramatis."Xander tersenyum. "Aku akan membicarakan pada Prudence nanti usai pameran."

  • Enemate, Enemy To Soulmate    38. Pameran Prudence

    Xander menatap Prudence yang sedang meletakkan ponselnya di meja sebelah dirinya. Istrinya pun berdiri untuk merenggangkan punggungnya lalu berjalan menuju dapur dan membuka pintu kulkas. Xander pun berdiri dan berjalan mendekati Prudence. Tangannya terulur untuk menyentuh punggung istrinya. Prudence yang sedang mengambil botol air mineral dingin itu, terkejut saat merasakan sentuhan di punggung bagian bawah. "Apa yang kamu lakukan Xander?" tanya Prudence sambil menengok ke belakang. "Aku tahu kamu pasti pegal dan aku hanya ingin memijat supaya relaks." Xander lalu memijat pelan punggung bawah Prudence yang memejamkan matanya karena merasa relaks. "Ya ampun, enak banget!" gumam Prudence. "Kamu pasti pegal kan Pru?" ucap Xander. "Pegal banget." Xander mendekati Prudence. "Kamu ... masih ingin berpisah Pru?" "Kenapa memang?" "Apa kamu sudah punya rencana jika kita berpisah?" Prudence menghela nafas panjang. "Rencana aku adalah, melukis lagi Xander. Aku ingin

  • Enemate, Enemy To Soulmate    37. Ya Sudah!

    "Oh tidak bisa Xander. Kamu akan menjadi milikku. Lagipula, kamu kan tidak mendapat apapun dari Prudence kan? Ditambah dia memang tidak mencintai kamu karena dia mencintai Asha! Aku yakin, Asha akan normal jika bersama Prudence,". ucap Amelie tanpa malu. "Sorry Ammie. Aku bilang tidak ya tidak. Dan aku yakin Pru tidak akan bersama Asha." Xander melihat ke arah Prudence yang masih sibuk konsentrasi melukis. "Jangan terlalu percaya diri Xander. Aku yakin kamu akan kecewa pada Prudence tapi aku ... Aku akan membuat kamu yang terbaik Xander." Xander tersenyum smirk. "Sorry Ammie, aku tidak pernah suka bekas orang. Dan kamu sudah bersama banyak orang sebelumnya kan?" "Memangnya Prudence masih perawan?" ejek Amelie. "Dia tinggal di New York, Xander. Bahkan perempuan di Indonesia saja sudah banyak yang tidak menjaga kegadisan mereka! Banyak yang jadi toilet umum!" "Kamu salah menilai Prudence, Ammie. Dia masih perawan saat kami melakukannya. Lihat, tanpa harus dia buktikan, aku

  • Enemate, Enemy To Soulmate    36. Tetap Tidak Mau Pergi

    Xander meletakan menu sarapan yang dia beli sebelum ke apartemen Prudence dan melihat Asha sedang memasak. Sementara istrinya, menata meja dan meletakkan piring untuk masakan Asha. "Kamu kan bisa bilang sama aku kalau minta dimasakin," ucap Xander. "Aku juga tidak minta dimasakin Asha. Dia sendiri yang sudah datang pagi-pagi sebelum aku keluar kamar," jawab Prudence polos. "Aku akan pergi ke studio dan mungkin akan tinggal disana sekitaran dua Minggu jadi aku tidak bisa setiap hari bersama Pru. Oh, Pru, kamu tenang saja. Aku akan datang ke hari pertama kamu pameran." Asha meletakkan scramble eggs diatas tiga piring di meja dapur. "Tolong Sha. Sebelum kamu ke pameran aku, mandi dulu!" senyum Prudence manis. "Kamu memang pembersih Pru. Sayang, aku tidak tertarik padamu sebagai pria ke wanita dalam hal ini romansa. Aku hanya suka padamu sebagai sahabat." Asha melanjutkan masaknya dengan menggoreng sosis dan daging burger. "Pru ... Ayo kita sarapan." Xander menarik kursi

  • Enemate, Enemy To Soulmate    35. Xander Cemburu

    Xander pun terbangun dan melihat Prudence sedang berdiskusi dengan Asha. Jujur dirinya lebih cemburu melihat Prudence bersama Asha dibandingkan dengan Erhan. Asha seperti sangat mengerti bagaimana Prudence, sangat memahami istrinya dan sangat perhatian. Xander merasa dirinya tidak tahu betapa seriusnya Prudence dengan karyanya. Tak heran jika Asha bilang dirinya tidak tahu apapun soal Prudence. "Lho? Kamu masih disini Sha?" tanya Xander seolah baru bangun tidur. "Sorry. Apakah suara aku terlalu keras? Aku biasa menemani Prudence kalau dia sedang kena blocking. Aku juga seniman, Xander, jadi tahu rasanya saat kita tidak bisa mendapatkan ide atau mood itu sangat menyebalkan!" kekeh Asha. "Kamu sangat tahu soal istriku ya?" ucap Xander sambil lalu tapi baik Asha dan Prudence tahu kalau pria itu cemburu. "Kamu tidak mengenal aku seperti halnya Asha. Jadi kamu tidak boleh protes!" balas Prudence membuat Xander cemberut. "Iya tahu! Kamu di New York, aku di Oslo. Mana pernah ke

  • Enemate, Enemy To Soulmate    34. Menemani Prudence

    Asha melihat sahabatnya dan suaminya seperti ada gencatan senjata hingga mereka tidak ada pertengkaran seperti yang sering dia dengar. "Kalian sudah tidak ribut?" tanya Asha sambil membuka kulkas Prudence dan mengambil bir dingin disana. "Bukannya kamu seharusnya segera mandi?" ucap Xander dingin. "Oh iya. Aku habiskan satu botol bir ini dulu baru mandi." Asha meminum birnya dan keluar dari apartemen Prudence. "Ampun deh teman kamu itu! Susah sekali disuruh mandi!" omel Xander. Prudence tersenyum. "Mungkin karena aku sudah kenal Asha dari kuliah jadi terbiasa deh." Xander menggelengkan kepalanya. "Payah deh!" "Pria payah itu adalah teman baik aku yang tidak pernah pergi meninggalkan aku baik saat aku senang maupun sedih. Bahkan disaat aku dalam posisi paling terpuruk pun karena lukisan aku ditolak sana sini, Asha lah yang selalu ada di sampingku. Jadi, jangan kamu hina Asha. Dia adalah pria yang tulus." Prudence menatap Xander dingin. "Apakah aku bukan sahabat yang bai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status