Mag-log inErhan Tudor tersenyum ke arah Prudence. Pria berusia 40 tahun itu memeluk gadis itu erat.
"Selamat ya, Pru. Oom senang kamu akhirnya menikah dengan Xander. Kalian kan sudah kenal dari kecil bukan?" ucap Erhan. "Sama-sama Oom ... Meskipun ini termasuk mendadak," bisik Prudence. "Oom harap kamu bahagia dengan pernikahan kamu." Prudence melepaskan pelukannya. "Aku tidak yakin Oom ...." Erhan menatap wajah sedih Prudence. "Oom tahu apa yang terjadi." Mata hijau Prudence terbelalak. "Oom tahu?" Erhan mengangguk. "Itu bukan kesalahan kamu. Itu kecelakaan dan diluar ekspektasi kalian kan? Apa kamu minum alkohol? Oom tahu kamu tidak bisa mentolerir alkohol." Prudence menggelengkan kepalanya. "Aku sama sekali tidak minum alkohol. Hanya club soda." Erhan mengangguk. "Pasti ada sesuatu yang membuat kalian jadi korban seperti ini." Prudence mengangguk. "Dimana Tante Amber?" Erhan hanya terdiam. "Di London. Oom disini karena ada urusan dengan Burberry dan malah dapat kabar kamu menikah dengan Xander." "Apa pernikahan kalian bermasalah?" tanya Prudence yang setelah tahu Erhan menikah, memilih untuk tidak mengetahui berita tentang Erhan.. "Sedikit ada kesalahpahaman. Kamu tahu sendiri kan Tante Amber orangnya terlalu posesif. Padahal Oom tidak macam-macam," senyum Erhan sedih. "Sabar ya Oom. Kalian sudah punya Labubu junior lho." Prudence meremas bahu Erhan. Erhan mengangguk. "Oom juga tahu, Pru. Jadi Oom harap kamu dan Xander tidak seperti kami." Prudence mengangguk. Meskipun aku tidak yakin - batin Prudence. "Bisakah aku meminta istriku, Oom Erhan?" Prudence dan Erhan menoleh ke arah Xander yang berdiri di sebelah mereka dengan wajah dingin. "Oh, sorry. Sekali lagi, congratulation atas pernikahan kalian," senyum Erhan lalu mencium pipi Prudence dan menyalami Xander. Prudence hanya terpekur karena tidak mengira pernikahan Erhan Tudor dan Amber sedang dalam masalah. Benar kata anak Viking, mereka sedang tidak baik-baik saja. "Kita menikah belum ada dua jam tapi kamu sudah bersiap melemparkan tubuh kamu ke Erhan Tudor?" ucap Xander sinis. Prudence menganga. "Apa?" "Kamu itu! Masih pakai gaun pengantin dan tidak ingat baru saja tanda tangan akta pernikahan, tapi sudah bersama cinta lama? Apa belum kelar?" sindir Xander. "Bukan Xander! Aku hanya ... Aku hanya mengobrol biasa!" bisik Prudence berusaha tidak terdengar para tamu. Xander mendengus. "Jika tidak ingat kamu ...." "Xander ! Ayo pidato!" panggil salah satu Oomnya. Xander menoleh ke arah panggung dadakan lalu kembali ke Prudence. "Kamu saved by the bell! Ayo, ikut!" ucapnya sambil menarik tangan Prudence. Gadis itu pun berjalan mengikuti Xander dengan wajah bingung. Keduanya pun berdiri di depan panggung dan Xander pun berpidato di depan keluarga besarnya. "Selamat siang semuanya, kami Xander dan Prudence atau biasa dipanggil Anak Viking dan Anak Asuransi," sapa Xander yang membuat para keluarganya tertawa. "Kami berterima kasih para Opa, Oma, Oom dan Tante serta para sepupu sudah hadir di acara resepsi kami." Prudence hanya memasang wajah tersenyum namun matanya tidak berbohong. Dia dalam kondisi tidak baik-baik saja. "Doakan saja pernikahan kami baik-baik saja," ucap Xander. Prudence melirik ke arah Xander dan dia memuji kemampuan sandiwara Xander. Dasar Anak Viking! Xander lalu menggandeng tangan Prudence untuk turun dari panggung dan mereka pun mendatangi para anggota keluarga mereka di New York. "Kakak kita berdua seperti orang tertekan," ucap Percival sambil meminum colanya ke sepupunya, Andra. "Gimana tidak tertekan P, siapa juga yang tidak tertekan kalau terpaksa menikah seperti itu," jawab Andra yang merupakan adik tiri Xander. "Kamu tidak tahu apa yang terjadi di rumah, Ndra. Bagaimana terjadi keributan dan kakak kita sama-sama keras kepala!" Percival menyesap cokenya. "Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa mereka tidur bersama." "Apakah ada yang sengaja memberikan obat pada kakak kita berdua? Setahu aku, mbak Pru tidak bisa minum alkohol." Andra menatap pria ganteng di sebelahnya. "Tapi siapa Andra? Mencari banyak orang di area restauran terkenal di Mallorca dengan begitu banyak orang, harus mencari satu persatu?" tukas Percival. "Tidak semudah itu." Andra hanya manyun. "Mereka menikah karena terpaksa. Kita berharap mereka akan baik-baik saja." Percival mengangguk. Hanya saja aku tidak yakin mereka akan akur sampai enam bulan kedepan - batinnya. Xander hanya tersenyum saat para sepupunya menggoda dirinya yang akhirnya menikah dengan Prudence. Sudah banyak yang tahu kalau mereka berdua tidak pernah akur tapi akhirnya menikah. Sementara Prudence lebih memilih duduk bersama dengan sepupu perempuannya yang memuji pameran lukisannya bulan lalu di New York. Acara resepsi sederhana pun berakhir dan Rodrigo sudah memberikan kamar hotel untuk mereka berdua di The Plaza untuk berbulan madu. Xander pun mengajak Prudence ke hotel karena mereka berdua butuh berbicara tanpa ada orang lain yang mendengarkan. Seperti tadi, Prudence dan Xander tidak ada pembicaraan dan lebih memilih diam sepanjang perjalanan dari Hell's Kitchen ke Manhattan. Prudence lebih memilih untuk melihat pemandangan gedung-gedung pencakar langit New York dan wajahnya baru sedikit lega saat mereka tiba di area Central Park. Mobil Xander pun tiba dalam parkiran bawah tanah The Plaza dan mereka pun turun setelah mobil mewah itu terparkir rapi. Prudence yang memakai jas suaminya untuk menutupi gaun pengantinnya sementara itu Xander hanya memakai kemeja putih dengan lengan digulung dan celana hitam. Prudence tampak bingung kenapa ayahnya memberikan kamar suite untuk berbulan madu. "Aku sudah melakukan check in. Ayo kita masuk ke dalam kamar." Xander pun mengajak Prudence masuk ke kamar mereka. Prudence melihat kamar indah itu dan betapa terkejutnya karena terdiri dari dua kamar tidur. Terima kasih Papa, karena tahu aku belum bisa bersama Xander - batin Prudence lega. "Rupanya koper kita ada disini," gumam Xander saat melihat dua koper kecil berwarna hitam dan pink. Prudence lalu menarik koper pinknya yang ada beberapa stiker lucu ke dalam kamar sisi kanan. "Kita tidur terpisah Pru?" ejek Xander. "Ya !" jawab Prudence dingin. "Atau kamu mau hubungi Oom Erhan di kamar?" Prudence mengehentikan langkahnya. "Apa maksudmu?" "Bagaimana rasamu bertemu dengan cinta pertama kamu?" ejek Xander. Prudence berbalik. "Kenapa kamu selalu mengaitkan aku dengan Oom Erhan?" "Siapa yang terlebih dahulu membuat cerita drama?" Prudence menganga. "Cerita drama?" "Kamu menjual kesedihan ke Oom Erhan kan? Sudah siap jadi pelakor kamu!" ucap Xander judes. Prudence menghampiri Erhan dan menampar wajah suaminya. "Aku tidak ada niatan jadi pelakor! Seharusnya aku melaporkan kamu karena pelecehan!" "Kenapa kamu tidak lapor, hah!" balas Xander sambil memegang pipinya. Pukulan anak asuransi ini kuat juga ya. "Karena aku masih menghormati Oom Xavier dan Tante Sasa!" Prudence mengusap air matanya. "Aku tidak pernah mau bersama kamu! Aku curiga, kamu sengaja mencari teman tidur dan kebetulan adalah aku yang ada disana! Apakah kamu melakukan cara rendah untuk membuat aku .... Addduuuhhhh!" Xander mencengkram lengan Prudence. "Apa? Aku kasih kamu obat perangsang? Rendah sekali pikiranmu!" "Aku patut curiga kan Xander!" balas Prudence sambil menatap galak ke Xander. Baginya sudah cukup dia bersabar dengan Xander dan dia tidak perlu menahan diri. "Aku tidak serendah itu, Anak Asuransi!" "Lalu? Siapa?" tanya Prudence dengan dagu terangkat. "Siapa? Aku hanya duduk bersamamu!" Xander terdiam. "Lepaskan tanganmu dari lenganku!" perintah Prudence. Xander pun melepaskan cengkeramannya dan Prudence mengusapnya karena terasa panas. "Wajar jika aku berpikir seperti itu, Xander. Aku tidak pernah suka kamu! Sejak kamu merebut Sasa dariku! Beruntung aku mendapatkan mama Shana dan aku sudah berusaha berkompromi dengan kebencian aku padamu! Tapi tidak ... Kamu melukai aku, Xander ! Kamu membuat aku menyerahkan kesucian aku ke kamu! Kamu ! Orang yang paling aku benci di dunia! Kamu dan ejekan aku gagal nikah dengan Oom Erhan! Aku sudah bertekad tidak mau bertemu dengan kamu! Tapi karena papa ... aku terpaksa! Seharusnya memang aku tidak menemui kamu! Mungkin aku masih suci sampai detik ini dan aku tidak harus menikah denganmu meskipun kamu pria terakhir di bumi ini!" Prudence mengeluarkan semua uneg-uneg nya yang selama ini dia simpan karena semua ejekan dan sinis dari Xander. "Pru ...." "Sudah! Kita hanya dua hari ini bersama dan aku harap kamu segera kembali ke Oslo! Aku tetap di New York! Tunggu sampai tiga bulan! Jika aku hamil, akan aku gugurkan karena aku tidak mau anak ini lahir di keluarga toxic! Tapi aku berharap ... aku tidak hamil!" Prudence meringis saat Xander menarik tangannya lagi. "Jangan pernah berpikir menggugurkan kandungan kamu kalau kamu hamil! Aku tidak akan membiarkan!" Geram Xander dan Prudence melihat bagaimana mata hazel itu menyorot penuh kemarahan dan kebencian saat mendengar dia hendak menggugurkan kandungannya. "Sakit Xander ...." ringis Prudence. "Ingat itu! Jangan pernah kamu berpikiran seperti itu! Atau kamu akan tahu akibatnya!" ancam Xander sambil menyentakkan tangan Prudence. Prudence merasa lengannya terasa senut-senut dan dirinya tidak tahu apa yang membuat Xander seperti itu. Satu hal yang pasti, Prudence hanya memberikan ancaman saja karena dia juga tidak mungkin menggugurkan kandungan kalau dia hamil. Dia tidak setega itu. Prudence hanya menarik kopernya dan masuk ke dalam kamarnya sementara Xander berteriak kesal sambil mengacak-acak rambutnya. Di dalam kamar, Prudence meluapkan emosinya dengan menangis di dalam kamar mandi setelah melepaskan gaun pengantinnya. Dia hanya ingin merasa segar setelah tadi emosi. Prudence memilih di dalam kamar dan memesan room service karena Rodrigo bilang open bill. Makanan yang dipesannya pun datang dan Prudence membukanya. Sengaja dia memesan untuk dirinya sendiri karena masih ada amarah ke Xander. Prudence memilih makan di dalam kamar dan melihat pintu kamar Xander yang masih tertutup. Prudence sudah bertekad bahwa nanti malam, dia akan kembali ke studionya. Setidaknya lebih tenang dibandingkan dia disini. Suara ponselnya pun berbunyi dan Prudence melihat siapa yang menghubungi dirinya. Dirinya tersenyum saat tahu siapa yang menghubunginya. "Halo Naela," sapa Prudence ke sepupunya yang tinggal Magelang bersama dengan suaminya yang petani kopi. "Kamu baik-baik saja?" tanya Naela, putri Mandasari Pratomo dan Wirasana Gardapati. "Bagaimana kamu tahu?" tanya Prudence. "Grup chat lah Pru. Bagaimana bisa kamu bersama Xander padahal aku tahu kamu sangat membencinya!" jawab Naela. "Pru, tidak harus memaksakan diri untuk bertahan dengan Xander kalau memang kamu tidak sanggup." "Hanya sampai tahu aku hamil atau tidak, Nae," senyum Prudence. "Senyuman kamu tidak indah Pru! Sinarnya hilang!" ucap Naela. "Otomatis Nae. Siapa juga yang mau menikah dengan situasi seperti ini?" "Aku ! Apa kamu lupa aku menikah gara-gara kena grebek?" gelak Naela. "Kacau kalau kamu Nae. Dokter tapi malah kena grebek hanya karena kakimu sedang diobati akibat kena beling!" cebik Prudence gemas ke sepupunya yang judes tapi juga sengklek. "Oke cukup soal aku. Pertanyaannya, bagaimana kamu dan Xander melewati semuanya?" tanya Naela. "Hanya berusaha melewatinya ... Doakan aku tidak hamil jadi aku bisa berpisah dengan Xander." Naela melongo. "Seriusan?" "Sangat serius." "Sayang, apapun keputusan kamu, aku akan mendukung kamu!" ucap Naela. Prudence mengangguk dan setelahnya mereka pun saling berpamitan. Menjelang jam sebelas malam, Prudence keluar dari kamarnya sambil menyeret kopernya. Gadis itu berjalan mengendap-endap menuju pintu utama hotel. "Mau kemana kamu?" ***Usai mediasi yang disepakati, akhirnya Amelie pun dihukum seumur hidup di Bedford Hills yang setidaknya Hakim menjamin bahwa wanita itu akan berada dalam pengawasan ketat. Xander dan Prudence pun kembali ke rumah Rodrigo dan Shana bersama dengan Xavier dan Sasa. Meskipun Sasa merasa kesal karena tidak bisa melihat Amelie dihukum di ruang pengadilan, tapi dia bisa memahami jika Xander dan Prudence tidak mau semakin membuka luka lagi. Bukan suatu yang mudah untuk bisa maju di ruang sidang dan menceritakan semuanya depan orang banyak. Prudence sudah kehilangan banyak, membuka luka lagi itu akan mempengaruhi kondisi mentalnya bukan.Mereka pun tahu dengan dipenjaranya Amelie maka akan menyembuhkan luka Prudence dan Xander, perlahan demi perlahan. Setidaknya mereka tidak perlu khawatir bahwa Amelie tidak akan mendapatkan pembebasan bersyarat. Keluarga Horance dan Diaz pun mengadakan syukuran kecil bahwa apa yang mereka alami, sudah selesai.***Prudence kembali menjalani fisioterapi secara
Xander dan Prudence menatap datar ke arah Amelie yang hanya tersenyum simpul. "Maunya aku ditahan dimana? Sudah jelas akun akan ditahan di Bedford Hills terus kamu maunya aku dimana?" balas Amelie dengan wajah mengejek.Bedford Hills merupakan penjara perempuan terbesar di New York dan memiliki sistem penjagaan yang sangat ketat. Lebih dari sepertiga penghuni penjara perempuan itu tidak memiliki kemampuan membaca setaraf siswi SMA. Namun di rutan Bedford Hills, para napi perempuan yang sedang menjalani masa hukuman dapat meneruskan pendidikan SMA dan bahkan hingga perguruan tinggi. Fasilitas Pemasyarakatan Bedford Hills (sebelumnya Lembaga Pemasyarakatan Bedford Hills) adalah satu dari tiga fasilitas di New York yang khusus diperuntukkan bagi wanita, fasilitas lainnya adalah Fasilitas Pemasyarakatan Albion dan Fasilitas Pemasyarakatan Taconic."Mr Horance, Bedforf Hills memiliki penjagaan yang sangat ketat dan saya yakin, Miss West akan tetap berada disana ... seumur hidupnya," ucap
Persidangan dilanjutkan seminggu kemudian namun Jaksa Penuntut Umum memberikan kejutan kepada keluarga Horance dan Diaz. Mereka semua tampak tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh jaksa penuntut umum. "Minta penyelesaian di luar sidang? Are you serious?" seru Xander."Iya dengan hukuman seumur hidup. Miss West dan pengacaranya sepakat untuk hukuman seumur hidup," jawab jaksa penuntut umum itu dengan wajah serius."Jika kita tetap maju sidang?" tanya Rodrigo."Maka hukumannya bisa jadi dua puluh tahun di penjara atau hukuman seumur hidup atau hukuman mati. Dan jika kita maju, bisa jadi malah kurang dari itu hukumannya, karena tergantung oleh juri yang berjumlah dua belas orang. Lebih parah lagi, bisa saja Amelie dibebaskan jika tidak ada bukti akurat ditambah ada tendensi nepotisme antara Vendra dan Pru serta Xander," jawab Shana."Dia bisa bebas? Aku tidak terima!" ucap Xander kesal. "Apakah anda yakin Ammie akan dihukum seumur hidup?" tanya Sasa ke Jaksa Penuntut Umum."Iya.
Sebulan kemudian, Xander dan Prudence bertemu dengan Amelie dengan situasi yang berbeda, di gedung pengadilan dan ruang sidang. Prudence yang sudah semakin membaik, hanya menatap dingin ke arah Amelie yang dibawa oleh petugas pengadilan untuk duduk di kursi terdakwa yang berada di sisi kiri keluarga Horance dan Diaz. Xavier dan Sasa datang jauh-jauh dari Oslo, Norwegia demi menemani Xander dan Prudence. Selain Rodrigo dan Shana, tampak juga Mavendra Pratomo yang menangkap Amelie sebagai agen FBI."Kamu baik-baik saja?" bisik Xander yang merasakan tangan Prudence gemetaran karena teringat saat dirinya ditusuk oleh Amelie dan nyaris kehilangan nyawanya meskipun dia juga kehilangan satu indung telur dan calon bayinya."Hanya merasa geram dan marah," jawab Prudence dengan berbisik jua."Sabar ya."Mereka semua mengikuti sidang perdana dan masing-masing jaksa penuntut umum serta pengacara Amelie saling memberikan pembukaan yang membuat semua orang berpikir dengan asumsinya masing-masing.
Dua Minggu dirawat di rumah sakit, akhirnya Prudence diijinkan pulang oleh dokternya. Xander tetap melakukan pekerjaan di New York sambil tetap merawat Prudence. Perlahan wanita itu mulai belajar duduk dan berdiri karena operasinya sangat delicate. Xander dengan sabar dan telaten merawat istrinya."Aku sepertinya harus cuti lama untuk melukis, Xander. Rasanya tubuhku belum bisa diajak kompromi seperti dulu," ucap Prudence saat selesai melakukan fiisioterapi. Sudah sebulan pasca operasi tapi Xander tetap meminta agar istrinya diterapi hingga kembali sehat."Tidak usah dipaksakan ...." Xander mengelus rambut Prudence."Saya permisi dulu Mr Horance, Mrs Horance," pamit Alice, ahli fisioterapi yang datang untuk menerapi Prudence seminggu dua kali. "Terima kasih Alice," senyum Prudence dan wanita berusia paruh baya itu pun berjalan keluar apartemen Prudence bertepatan dengan Asha yang masuk ke dalam."Mau pulang Alice?" tanya Asha yang berpapasan dengan terapis itu."Iya Mr Asha.""Terim
Prudence terbangun saat mendengar suara ibunya dan melihat wajah serius Shana di sebelahnya."Ada apa Mama?" bisik Prudence ke Shana."Aduh, maaf ya sayang, mama membangunkan kamu. Mama sedang berbicara dengan Xander soal kasus kalian di Mallorca," jawab Shana dengan nada sedikit bergetar.Prudence menyatukan nyawanya karena dia tidak pernah melihat ibunya seperti itu sebelumnya. Macam menahan amarah, kecewa dan ingin meledak menjadi satu."Soal apa Mama? Ada apa dengan kasus kami di Mallorca?" tanya Prudence lalu dia menoleh ke arah Xander. "Xander? Apa kamu tahu yang terjadi?"Xander menggeleng. "Mama baru mau bilang tapi kamu keburu bangun."Shana menggenggam tangan Prudence. "Pru, Xander ... Kejadian kalian di Mallorca sudah direncanakan ... Amelie melihat kamu Xander ... dan dia ingin membawa kamu tidur dengannya. Dia hendak memberikan obat perangsang padamu tapi dia melihat kamu Pru ... Dia dendam padamu karena kalian terlihat akrab apalagi tahu kalian saudara tiri. Jadi ... dia







