Share

5 - Rasa Gelisah

Pandangan Ayesha menangkap Thalia yang sedang mengobrol akrab bersama Hazmi. Ayesha semakin geram mengamati keberadaan mereka. Yang awalnya ia sengaja memberi jarak jauh agar Hazmi tak lagi mendekatinya, kini malah Thalia adiknya yang sedang bersama laki-laki itu.

Ya ampun ... mereka ngapain, sih!? Gerutu Ayesha kesal. Rasanya sorotan matanya begitu membenci menatap Hazmi yang sengaja mendekati adiknya. Lalu Ayesha lekas mempercepat langkahnya menghampiri mereka.

Tap! Langkah Ayesha terhenti di sisi Thalia. Gadis itu semakin geram menatap Hazmi. Dan pandangan Hazmi pun sontak mengetahui keberadaan Ayesha yang kini di depannya.

"Ay ..."

"Thal, pulang, yuk? Kakak bete' di sini," gumam Ayesha lantas sengaja memotong panggilan Hazmi yang ingin menyebut namanya.

Thalia mengangguk pasrah. Akhirnya ia menuruti kemauan kakak perempuannya itu. Sedangkan Ayesha sengaja menarik lengan adik perempuannya itu dengan paksa. Meskipun Thalia seolah-olah memberika kode pada Hazmi, untungnya Ayesha mengabaikan.

"Hati-hati, Ay!" teriak Hazmi dengan penglihatan penuh gelisah. Hatinya masih gusar, rasanya ia ingin cepat-cepat menyelesaikan masalahnya.

Sayangnya Ayesha keras kepala. Perempuan itu sangat sulit untuk diajak bicara baik-baik. Ayesha telanjur membencinya. Dan ini semua karena kesalahan Hazmi sendiri yang memulainya. Hazmi sangat berharap, Ayesha bisa mempercayainya.

Karena selama dua belas tahun ia harus menahan perasaannya. Diam-diam tanpa Ayesha pernah mengetahui perasaannya. Tanpa Ayesha mau mengingatnya kembali. Sangat lama bagi Hazmi saat menahan dirinya untuk tidak mendekati Ayesha bertahun-tahun, meski mereka pasangan suami istri.

Sabar, Haz ... pelan-pelan, insyaAllah lama-lama Ayesha bisa luluh juga, gumam kata hatinya. Hazmi menghela napasnya sejenak. Rasanya ia belum mau beranjak pergi dari lokasi pantai. Deburan ombak air laut itu nyaris mampu membuatnya merasa tenang.

Sementara setelah tiba di apartemen, Ayesha sengaja menyuruh Thalia untuk tidak lekas beranjak dari ruang tamu. Ia berniat menginterogasi Thalia tentang Hazmi. Thalia yang memandang sorot mata kakaknya, ia merasa ngeri sendiri. Tatapan Ayesha saja seakan-akan sudah siap menyidangnya.

"Dek, kamu tahu kan, siapa Hazmi itu? Ngapain sih mau dideketin sama cowok itu? Bahaya, Dek ..."

"Nggak ada yang bahaya, Kak. Kak Hazmi orangnya baik, kok. Justru yang ngedeketin Kak Hazmi itu aku duluan, bukan Kak Hazminya."

Ayesha jelas melongo heran. Ia merasa tak percaya saat Thalia mengatakan itu. "Beneran? Buat apa?"

"Buat cari tahu kebenaran, Kak. Kalau Kakak nggak mau ngomong baik-baik dengan Kak Hazmi, biar aku aja yang ngomong sama dia. Biar aku yang tanya-tanya tentang hubungan kalian. Mengapa Kak Hazmi tiba-tiba menganggap bahwa Kak Ayesha istrinya."

"Oh, begini ya Thalia sayang, nggak perlu kamu cari tahu tentang ini. Karena ini bukan urusanmu, dan bukan menjadi urusan Kakak juga. Karena aku pikir, Hazmi itu memang rada gila. Sekarang gini deh, mana ada orang normal yang mau ngaku-ngaku orang lain itu suaminya, istrinya, ya gitu deh pokoknya. Aku nggak akan pernah percaya."

"Ok, terserah Kak Ayesha mau ngomong apa. Tapi yang jelas, aku sudah punya alasan tentang Kak Hazmi yang menjelaskan perihal pernikahan kalian. Dan penjelasan Kak Hazmi nggak ada yang salah, kok ..."

"Darimana kamu tahu, kalau Hazmi nggak bohong?"

"Dari tatapan matanya. Aku bisa ngebedain, mana sorotan mata yang bohong dan mana sorotan mata yang jujur."

Ayesha merasa kalah. Ia pikir adiknya tak mau semakin dipojokkan olehnya. Apalagi melihat pandangan Thalia yang seakan-akan ingin memberikan kebenaran pada Ayesha. Sayangnya Ayesha tak akan mudah percaya.

Hazmi ngomong apaan sih?! Sampai niat banget pengaruhi Thalia, Ayesha membatin. Ia berkacak pinggang sambil melengoskan pandangannya dari Thalia. Ayesha benar-benar kesal dengan tingkah adiknya.

"Kak, percaya dong, Kak. Percaya sama aku. Kak Hazmi itu benar suami Kak Ayesha. Kalian sudah menikah sekitar dua belas tahun yang lalu. Kak Hazmi yang cerita tentang pernikahan kalian."

Bibir Ayesha tersenyum sinis. Ia merasa perkataan Thalia benar-benar melantur. "Dua belas tahun yang lalu, Kakak masih sekolah SMP. Dan Kakak nggak tahu apa-apa tentang pernikahan. Lagian nggak mungkin Ayah sengaja menikahkan putrinya sendiri diumur yang sangat belia. Itu sama sekali nggak masuk akal."

"Ok, kali ini aku harus berterus terang. Boleh Kakak mau percaya, atau nggak sama sekali. Kak Ayesha sama Kak Hazmi itu, nikah gantung dulunya. Jadi sangat pantas kalau Kak Ayesha nggak akan tahu siapa Kak Hazmi. Karena setelah pernikahan, kalian masih menjadi tanggung jawab orangtua masing-masing sampai kalian cukup umur untuk mampu saling bertanggungjawab."

Ayesha terdiam. Ia belum berniat menjawab perkataan adiknya. Benar-benar tak bisa Ayesha percaya secara masuk akal. Masa iya orangtuanya sengaja menjodohkannya dengan laki-laki semacam Hazmi. Meskipun menurut Ayesha, Hazmi memang tampan, kulitnya saja putih bersih melebihi dirinya. Bahkan perempuan mana yang bisa tahan dengan senyuman dan tatapannya? Bahkan Ayesha sendiri nyaris terhipnotis sejak pertama bertemu dengannya.

Sayangnya ketika laki-laki itu memberikan pengakuan yang tak masuk akal bagi Ayesha, sudah tentu Ayesha kesal dan bahkan membencinya. Perasaan yang awalnya mengagumi sosok Hazmi, akhirnya terhempas karena tingkah laki-laki itu sendiri. Ayesha saja ingin bersumpah, ia tak akan pernah menyukai laki-laki itu lagi.

"Kak, Kakak masih dengar perkataanku?" Thalia kembali bertanya. Ia melambaikan telapak tangannya ke wajah Ayesha.

"Eh, dengar, kok. Dengar banget, kamu bilang Kakak nikah gantung sama dia. Dan Kakak nggak akan gampang percaya gitu aja. Nikah gantung loh, Thal. Memangnya masih zaman pernikahan dini seperti itu? Harus dinikahkan gantung segala? Nggak masuk akal bagi Kakak," elak Ayesha. Ia masih memperkukuh pendiriannya untuk tidak gampang mempercayai pengakuan Hazmi.

"Ya ampun, Kak ..."

Ting, tong!

Obrolan mereka akhirnya terhenti. Mereka mendengar suara bel dari luar pintu. Ayesha dan Thalia saling berpandangan satu sama lain. Kemudian Ayesha lekas berinisiatif membuka pintu ruangan apartemen.

Krakk!

"Ayah?" sebut Ayesha ketika menatap kedatangan ayahnya yang kini berada di depan pintu apartemen.

Ayesha memandang heran, mengapa sang ayah tiba-tiba datang tanpa memberi kabar sebelumnya? Padahal ayah sudah janji akan memberi kabar sebelum berangkat ke Bali.

"Assalamualaikum putriku ... kemana Thalia?" kata Erlan, kedua matanya sengaja menilik suasana ruangan dan mencari keberadaan Thalia. Erlan pun langsung melesat masuk ke dalam ruangan dan memberikan koper miliknya pada Ayesha.

"W-waalaikumsalam," Ayesha menjawab terbata-bata.

"Ayah ...." panggil Thalia girang setelah mengetahui keberadaan sang ayah. Ia langsung memeluk tubuh Erlan dengan tersenyum senang. Akhirnya Erlan mengunjungi kedua putrinya di Bali.

"Thalia, Ayah kangen sama kamu, Nak."

"Sama Ayah. Thalia juga. Eh, Kak Ayesha nggak ngomong langsung kalau Ayah datang," Thalia bergumam sembari sengaja mencemberutkan garis bibirnya.

"Sorry, tadi agak kaget aja, Dek. Oh ya, Ayah kok tiba-tiba datang? Ayah nggak sempat kasi kabar, loh. Katanya janji, mau kasi kabar ke kita kalau Ayah mau berangkat ke Bali," protes Ayesha. Ia meletakkan koper besar yang dipegangnya itu di lantai ruang tamu. Sementara ia, Thalia, dan sang ayah kini bersinggah di sofa.

"Ayah datang ke sini bareng teman. Teman Ayah malah ngajaknya mendadak, Sayang. Jadi Ayah nggak sempat memberi kabar pada kalian. Oh ya, besok kalian ikut Ayah, ya? Ayah mau ngajak kalian dinner bareng teman karib Ayah. Kalian berdua harus ikut. Terutama kamu Ayesha, ada sesuatu yang ingin Ayah bicarakan padamu. Kita bicara besok aja waktu dinner."

Erlan menatap kedua putrinya satu persatu. Ia tersenyum mengamati dua putri kesayangannya yang telah dewasa. Sementara Ayesha, ia merasa ada keganjilan usai mendengar permintaan Ayah. Perasaan Ayesha mendadak gelisah. Tak seperti biasanya Ayah memintanya dan ingin mengatakan perihal penting untuknya.

Ketemu sama teman karibnya Ayah? Dinner bareng besok malam dengan mereka? Mereka siapa saja aku masih nggak paham. Dan di sana, Ayah mau ngobrolin perihal penting. Dan itu menyangkut denganku juga. Kok, tiba-tiba hatiku gusar gini, ya? Nggak, nggak, nggak boleh mikir yang macam-macam, Ay ..., pikir Ayesha. Ia masih bungkam dan tak berniat membalas perkataan Erlan. Namun mau tidak mau, Ayesha terpaksa menyetujui permintaan beliau.

Bersambung 🌞

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status