Share

Leo Menghilang!

Gadis imut berambut panjang bergelombang itu berlari kecil menuju gerbang sekolah, menyebabkan rambut bergelombangnya sedikit berantakan terkena hembusan angin.

Nindi namanya, gadis imut bertubuh mungil ini hanya memiliki tinggi 155 cm, kulitnya putih serta memiliki mata yang sedikit sipit. Tak lupa dengan ginsul di gigi atasnya yang membuat ia semakin menarik ketika tertawa.

Seraya mengeratkan genggaman pada ransel biru lautnya, Nindi melajukan larinya saat melihat satpam yang hendak menutup pintu gerbang.

"STOOOOP!" Teriakan melengking dari Nindi sontak membuat siswa-siswi menatapnya kaget.

"JANGAN DI TUTUP DULU GERBANGNYA, PAK! AKU BELUM SAMPAI!" pekiknya, lagi.

Pak Anton, selaku satpam yang bekerja sudah lebih dari 5 tahun di sekolah Bina Nusantara itu menghela nafasnya jengah.

Siapa yang tak kenal Nindi? Gadis yang dijuluki barbie doll nya Bina Nusantara itu memiliki tingkah yang sedikit absurd serta teriakannya yang khas. Jangankan satpam, seluruh warga sekolah Bina Nusantara sudah mengenal betul tentang Nindi.

Bukan, Nindi bukan seorang troublemaker, hanya saja ia mempunyai karakter yang hyper active hingga membuat ia selalu menjadi sorotan warga sekolah.

"Cepetan atuh, neng. Udah telat 10 menit ini." gerutu pak Anton seraya berkacak pinggang menatap sosok Nindi yang mulai mendekat.

⭐⭐⭐

"NINDIIIII!"

Seorang gadis berambut pirang panjang dengan ikatan model pony tail berteriak sambil memasuki kelas dengan sedikit panik, wajahnya pucat, serta seragam compang-camping persis seperti seseorang yang habis bertarung melawan zombie.

Reyya, atau biasa Nindi panggil dengan sebutan Bule Canada itu sudah berteman akrab dengannya semenjak mereka masih duduk di taman kanak-kanak.

Nindi ingat sekali kenalan pertama mereka diawali dengan Reyya yang terjatuh dari ayunan karena mengayun dirinya terlalu tinggi. Dengan mata bengkak serta ingus yang meleber kemana-mana, Reyya berlari meminta bantuan Nindi dengan menarik kaos Nindi yang saat itu sedang bermain lompat tali sampai sobek.

Reyya memang selalu ceroboh dan menyebalkan dari dulu, hingga sampai saat ini.

Nindi yang sedang memakai earphone mendengarkan lagu dari penyanyi lawas hollywood bernama Westlife itu menatap Reyya jengah.

Masalah apalagi yang sudah dilakukan oleh manusia ingus ini?

Brak

Reyya menggebrak meja Nindi dengan napas memburu, sorot mata bule Canada itu panik menatap gadis yang hampir terjungkal akibat ulah gebrakan meja yang tiba-tiba olehnya.

"REYYA!" Pekik Nindi sebal, hancur sudah moodnya pagi ini.

"NINDI!"

"Ck! Apaan, sih?!" gerutu gadis imut itu sebal menatap sahabatnya.

"NIN! LEO, NIN!"

Dengan wajah dramatis, Reyya mengguncang tubuh Nindi, "LEO HILANG!"

Sontak mata Nindi melebar, kemudian ia berdiri disertai gestur tubuh tak kalah panik.

"KOK BISA SIH, LE?! LO NAKUTIN DIA, YA?! MAKANYA KALEM DIKIT KEK! KUCING AJA BISA SAMPAI TRAUMA CUMA GARA-GARA LIAT LO!"

Plak

Sebal, Reyya menepuk pundak Nindi kasar yang dibalas dengan tatapan tajam sang empunya.

Tak ingin berlama-lama baku hantam, Nindi segera melangkahkan kakinya keluar kelas disusul oleh Reyya dibelakangnya.

⭐⭐⭐

"LEOOOOO!"

Kompak Nindi dan Reyya memanggil kucing lucu berwarna putih campur oren itu sambil mengitari halaman belakang sekolah.

Leo, kucing kesayangan dua bersahabat yang sudah mereka rawat selama kurang lebih 3 bulan. Awalnya, Reyya yang menemukan Leo jatuh di selokan samping pagar sekolah saat ia mencoba bolos di jam pelajaran fisika, karena Reyya masih mempunyai sedikit empati, akhirnya gadis itu membawanya ke halaman belakang sekolah dan memberitahukan keberadaan kucing itu kepada Nindi.

Sebenarnya, sejak awal Reyya sudah menetapkan nama untuk Leo, yaitu si gepeng. Pasalnya, badan Leo terlalu kurus layaknya kucing jalanan pada umumnya.

Namun, Nindi menolaknya dengan alasan Reyya yang tidak berprikekucingan. Panggilan si gepeng sama saja berarti Reyya sedang body shamming ke kucing itu.

Nindi menghentakkan kakinya sebal, bibir gadis itu mengerucut, sedang menahan air matanya yang sudah bergenang di pelupuk mata. "Leo ... Kemana? LEO KOK HILANG?!" Suara gadis itu parau.

"Yaudah lah, Nin. Mungkin si Leo pengen migrasi ke sekolah lain ..." ucap Reyya menenangkan sahabatnya disertai elusan halus di pundak.

Nindi mengusap kasar air mata yang berhasil lolos kemudian menatap tajam Reyya, "Migrasi ndasmu! Pergi aja lo, biar gue aja yang nyari Leo."

Gadis bule itu menatap datar Nindi yang perlahan meninggalkannya, mengendikkan bahu acuh, Reyya mulai melangkahkan kaki menuju kelas.

"Ntar juga baik sendiri," ucap Reyya ngomong pada angin.

⭐⭐⭐

"Leooo?"

Tanpa lelah, Nindi mencari Leo ke setiap penjuru sekolah, mengabaikan bel masuk yang sudah berbunyi sekitar 10 menit yang lalu.

"Leooo~ jangan takut! Ini Nindi bukan Reyya, Nindi kan baik, Leo ..." tutur Nindi pasrah ketika tak mendapatkan Leo dimanapun.

Biasanya kucing itu akan mengeong ketika Nindi panggil namanya, tapi sekarang nihil menghilang.

Mata Nindi berkaca-kaca lagi, ia sudah merawat kucing itu lumayan lama. Terlebih, Nindi sangat menyukai kucing, masuk akal jika gadis itu sangat merasakan kehilangan.

"Huaaaaaaa Leooooo ..."

"Berisik."

Nindi terperanjat ketika satu suara dengan tone yang berat mengintrupsi kegalauannya. Gadis itu menoleh ke berbagai sisi, mencari siapa pemilik suara pengganggu suasana berkabungnya.

"Gue diatas," ucap seseorang.

Otomatis Nindi mendongakkan kepalanya, alangkah terkejut Nindi saat mendapati seorang lelaki tampan bertengger di batang pohon yang besar, tempat ia bernaung sekarang.

"HEH NGAPAIN LO DISITU?!" pekik Nindi dengan bola mata membulat.

Tak lama, lelaki itu melompat dengan lihai ke arah samping Nindi tanpa lecet. Tingkahnya sukses membuat Nindi terpana sekian detik.

Oh ayolah, Nindi adalah salah satu gadis yang menjadi penggemar lelaki tampan.

Lelaki dihadapannya kini menepuk-nepuk celananya yang sedikit kotor akibat debu yang menempel ketika ia duduk di batang pohon. Lalu, ia mengalihkan fokusnya kepada Nindi yang kini masih menatapnya dengan tatapan kagum sekaligus heran.

"Kenapa lo?" tanya lelaki itu.

Nindi menyipitkan matanya, membaca name tag yang ada di baju lelaki di depannya.

"Eiden ..."

Eiden melipat kedua tangannya di depan dada seraya berdecak, "Lo budek?"

Nindi mendengus sebal.

"Apaan, sih? Poseidon," Ejek Nindi dengan wajah menantang.

Mendengar namanya yang diubah menjadi aneh, Eiden mengernyitkan dahi. Mereka baru bertemu beberapa menit yang lalu, tapi kini gadis itu berani mengejek namanya?

"How dare you!" desis Eiden kesal.

"Muka doang yang cakep, namanya jelek."

Bukan Nindi namanya jika tidak menyulut emosi orang lain, ditambah lagi si Poseidon itu mengganggu acara dukanya akibat kehilangan Leo. Nindi tidak akan tinggal diam.

"Lo-"

"NINDI! EIDEN! KENAPA KALIAN TIDAK MASUK KELAS?!"

Ucapan Eiden terhenti ketika suara Bu Nadia mengintrupsi mereka.

Bu Nadia, guru BK yang terkenal killer dengan tubuh yang lumayan gemuk serta perhiasan bertengger di kedua lengannya itu kini menatap garang dengan tangan berada di pinggang.

"Gue hitung sampai 3, kita harus lari lewat gerbang kecil di sebelah barat." bisik Eiden tanpa melihat Nindi yang berada di sebelahnya.

Sedangkan yang diajak bicara hanya menatap Eiden dengan pandangan bertanya.

"Satu ..."

Bu Nadia mulai melangkahkan kakinya menuju Eiden dan Nindi. Membuat jantung kedua siswa dan siswi itu berdebar kencang.

"Dua ..."

Nindi kelabakan, menyumpah serapah otaknya yang mendadak lemot.

"EIDEN! NINDI!"

"TIGA!"

Eiden menggapai lengan Nindi dan menggenggamnya erat, lalu membawa gadis itu kabur dari amukan Bu Nadia yang sebentar lagi akan meledak.

Persetan dengan hukuman setelahnya, Bu Nadia jauh lebih menakutkan ketika marah.

"BERANINYA KALIAN KABUR!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status