Setelah seharian berkeliling, akhirnya mereka pulang kerumah. Tentunya, 4 pasang mata yang melihat kedatangan mereka sangat tidak suka.
Melihat itu, Monica pergi ke kamarnya di susul Ibu Widya
"Hei, gak usah galau"
"Oma, aku lebih baik kembali ke Sidney. Ada tawaran job model disana. Setidaknya, aku juga bisa move on dari Jee" kata Monica sambil berlinangan air mata
Mendengar hal itu, ada rasa tak enak dihati Ibu Widya. Dia tau betul bagaimana Monica sangat menyukai Jee Sedari dulu.
"Kamu gak usah galau begitu, perlahan kita akan membuat gadis miskin itu gak betah dirumah ini"
Monica mengangguk. Berharap apa yang dikatakan Omanya benar.
"Aku mau ke dapur dulu"
"untuk apa?"
"buatin kamu nasi goreng spesial"
Femi membuatkannya nasi goreng putih dengan bumbu seadanya khas nasi goreng jaman dulu. Padahal di dapur, ada banyak bumbu yang lengkap dan banyak.
Setelah selesai, dia meletakkan 2 piring nasi goreng itu diatas meja. Tidak lupa dengan 2 gelas air jeruk dingin.
"Jee mari makan!" Tawar Femi, yang dibalas anggukan Jee.
Melihat bentuk nasi gorengnya yang sangat sederhana sekali, Jee merasa tak tertarik untuk mencobanya.
"Coba dulu, kamu pasti ketagihan" senyum Femi, lalu menyiapkan sesendok nasi goreng ke mulutnya
Melihat Femi makan dengan lahapnya, Jee meneguk ludahnya. Seperti ada dorongan untuk mencobanya, tapi gengsi.
Femi kesal, lalu menyuapkan sesendok nasi ke mulut Jee. Awalnya Jee menolak, tapi karna di paksa Femi, akhirnya masuk juga
"Enakkan? Aku dulu dan bapakku sering makan ini. Ini sudah termasuk makanan mewah. Biasanya makan sama garam, kalau beruntung sama kecap" kata Femi
Jee tersentuh mendengarnya. Tapi, dia lebih memilih fokus menghabiskan makanannya. Enak! Batin Jee. Persis buatan ibunya dulu sewaktu Jee masih kecil.
Tak terasa sepiring nasi sudah dihabiskan. Merasa kenyang, Jee ke kamarnya di ikuti Femi. Tapi sebelum itu, Femi mencuci bekas peralatannya dengan Jee.
Jee membuang kemejanya kesembarang arah. Femi hanya menggeleng, lalu memungut pakaiannya. Memasukkan kedalam mesin cuci.
"Ngapain Lo? Kan udah ada pelayan!"
"Tak masalah, hanya dua potong pakaian" jawab Femi.
Jee memperhatikan Femi dari jauh. Femi orang yang baik. Baru kali ini, dia menemukan gadis perawan. Bukan hanya polos, dia juga sangat penurut.
Teringat kejadian barusan, saat Femi memotong jari di kukunya. Terlihat jelas, bentuk wajahnya yang sangat sempurna. Terbayang akan wajahnya, membuat gairahnya muncul kembali.
Jee memanggil Femi untuk segera mendekat. Di pangkunya Femi, dan Jee mencium setiak lekuk lehernya. Hingga akhirnya, mereka tenggelam dalam nafsu.
David berkeliling didalam rumah Jee. Mencari sosok Femi namun tak di temuinya. Melihat kebingungan itu, Monica segera mendekat.
"Jee dikamar"
"Gue gak cari Jee" jawab David melihat sekelilingnya. Dia hendak bertanya pada seisi rumah, tapi malu
"biar gue tebak. Cari cewek kampungan itu?"
David menoleh, mengarah ke Monica.
"Namanya Feminin."
"Terserah mau siapa namanya!!"
"Iya gue cari Femi, dimana dia?"
"Di check out bos lo. Lagian gue heran, apa sih kelebihan perempuan pembawa sial itu. Banyak banget yang kejar kejar. Mendingan gue, pinter, berbakat, cantik, badan bagus, berkarir!!" Jawab Monica meninggalkan David seorang diri.
David menggelengkan kepala, mendengar perkataan Monica.
'Iri bilang bos!' gumam David
Sebenarnya, hari ini dia mau mengajak Femi jalan jalan sebentar diluar. Hanya sekedar nonton bareng. Tapi melihat seharian ini dia bersama Jee. David merasa tak enak.
"Dave, ngapain Lo ke mari?" Tanya Jee tiba tiba muncul dihadapannya
"Ngagetin gue aja lo!"
Jee datang bersama Femi. Terlihat, ada bekas merah di daerah dada milik Femi. Hati David begitu perih, ternyata Femi sudah dinikmati jee. Bukan perkara David tak menerima. Hanya saja, David cemburu.
"Gak ada, gue balik dulu" jawab David.
David berjalan menuju taman, di dudukinya kursi yang setengah basah akibat gerimis
Baru David sadari, ternyata dirinya menyukai Femi. Keceriaannya, kepolosannya, mampu mencuri hatinya saat ini. Dia hanya bisa berdoa, semoga Femi merasakan hal yang sama meski dia terikat pernikahan palsu dengan bosnya.
"David" sapa Femi yang sudah berdiri di belakangnya
David tak menggubris, dia tengah sibuk menata hatinya
"Boleh aku duduk di sini?" Tanya Femi. David mengangguk setuju
Bintang bintang berserakan di atas langit memancarkan cahayanya.
"Kamu.. Sudah ber intim dengan Jee" tanya David memecah keheningan.
Femi hanya mengangguk, membenarkan jawabannya
"Waktu itu, Jee marah melihat fotoku bersama pria lain. Dia memaksaku, rasanya sakit sekali. Dia melakukannya tanpa kelembutan. Tapi setelah selesai, dia sadar ada noda darah di seprai. Barulah dia percaya tanpa aku jelasin"
David memejamkan matanya. Tak bisa dibayangkan, betapa Femi merasakan sakit yang begitu perih apalagi dalam posisi masih perawan.
"Dimana Jee sekarang?"
"Oma meminta Jee mengantarkan Monica ke klinik sebentar. Monica sakit"
"Sakit? Barusan aku liat dia sehat sehat saja!!"
"Sakitnya perempuan!" Terang Femi
David tak mengerti, tapi dia seolah paham. Agar dirinya tak terlihat bodoh dihadapan Femi.
"Mau coklat panas?" Tawar David.
Femi mengangguk setuju. David tersenyum senang. Tak salah, dia menawarkan minuman hangat di saat cuaca malam dingin seperti ini.
Setelah selesai, dia membawa dua cangkir coklat panas ke taman.
"Terima kasih banyak" kata Femi sembari meminum buatan David.
Femi sangat menikmatinya. Membuat David sedikit bahagia. Seteguk demi seteguk Femi meminumnya. Dilepaskannya mulutnya dari cangkir. Tak sadar, ada sedikit noda di ujung bibirnya.
Melihat itu, David gemas. Me lap mulut Femi dengan ibu jari David.
Ada rasa kikuk diantara mereka. Terutama jantung David yang begitu berdebar.
"Terima kasih" kata Femi, mengatur suasana.
David salah tingkah, dia menggaruk kepalanya yang tak gatal
"Sudah besar, tapi kayak anak anak kamu ini" David mengacak rambut kepala Femi yang hanya dibalas cengiran.
"Sudah malam, kembali ke kamarmu. Angin malam gak bagus buat kesehatan"
"Ay ay siap kapten!!" Kata Femi memberi hormat ke David. David hanya terkekeh geli melihat sikap konyol Femi.
Setelah berpamita, Femi meninggalkan David. David hanya bisa menatap punggung Femi yang perlahan menjauh darinya.
"Kapan Lo bisa pisah sama Jee? Atau kalian takkan berpisah selamanya?" Tanya David pelan agar tak di dengar orang orang.
David menghela nafasnya, namun di pintu sudah ada Ina yang memperhatikannya
"Cieee, Kak David cintanya bertepuk sebelah tangan" seru Ina yang membawa kemoceng
"Daripada kepo sama urusan orang, mending urusin kerjaan Lo biar cepat kelar" gerutu David
"Santai aja kali Kak. Memang sih, semut di seberang lautan nampak. Giliran gajah di depan mata malah tak terlihat" sindir Ina yang sebenarnya sudah lama menyukai David.
Mendengar hal itu, David geram. Segera bangkit dari duduknya dan berjalan menuju Ina.
"Sadar juga Lo, Lo kayak gajah. Gajah bengkak!!" Kata David memberi tatapan tajam ke Ina.
Ina berdecak sebal, dilihatnya ke belakang. David berjalan menjauhinya
Monica menangis sesenggukan, hendak mengadu Pada ibu Widya. Ibu Widya yang saat itu sedang maskeran, panik melihat Monica menangis masuk ke kamarnya "Loh, ada apa?" "Aku ditinggal sendirian di Klinik, Oma!!" "Emangnya Jee kemana?" "Gak tau, kan dari awal emang Jee gak suka sama Monica. Gak ikhlas Anter Monica" Ibu Widya mengangguk paham, di elusnya punggung Monica agar lebih tenang. "Sabar, kita harus cari rencana biar Jee suka sama kamu!" "Gimana caranya Oma?" "Pokoknya ada lah! Nah sekarang kamu tidur. Besok ikut Oma ke suatu tempat" Monica mengangguk, dan berjalan keluar dari kamarnya Ibu Widya ** Ke esokkan harinya, karna Ibu Widya sudah janji. Dia akan mengajak Monica ke sebuah kampung terpencil &nb
"Tolong jangan hancurkan dagangan saya" Pinta seorang pria tua kepada bodygoard yang tengah ngobrak Abrik meja dagangannya. "Makanya bayar hutangmu, kalau gak bisa bayar. Kami hancurkan sekalian rumahmu" Pak Budi, nama pria itu. Dengan tubuh gemetaran, akhirnya pulang kerumah seorang diri dengan wajah babak belur. "Nduk, Femi. Ini ayah nak!!" Panggil Pak Budi, sembari mengetok pintu rumahnya meski tertatih. "
Jee mencari sosok Femi, yang kata David sudah berada dirumahnya"Ana, mana perempuan tadi?""Perempuan tadi?" Tanya balik ana dengan dahi berkerut"Ah maksud saya, Femi. Feminin"Ana, anak pembantu yang bekerja dirumah Jee, merasa bingung dengan yang dimaksud Tuannya itu."Capek ngomong sama Lo"Dengan perasaan jengkel, Jee meninggalkan Ana dengan wajah penuh tanda tanya."Femi, Feminin... Fem!!"Saat memasuki taman, terlihat dari belakang Femi sedang duduk. Geram, dicariin dari tadi ternyata yang dicari malah santai di belakang. Gegas Jee menghampiri Femi."Ngapain Lo disini tolol? Gue cariin dari tadi""Anu tuan, saya"Jee menarik paksa tangan Femi menuju kamar tamu. Di lemparkannya Femi sampai jatuh kelantai"Lo cuman pelacur. Lo tau pelacur? Gue
"maaf, Tuan. Nyonya besar menunggu anda di di teras depan" terang Ina, seorang pelayanJee hanya mengangguk, mendengar laporan itu. Lalu menoleh ke arah Femi.Seperginya Ina. Jee terduduk dengan wajah gusar. Bagaimana bisa dia menemui nenek tua itu, Ibu dari mendiang ayahnya. Nenek yang sudah membuat ibunya bunuh diri, karena ulahnya."Ada apa, Tuan? Tuan terlihat sangat gelisah sekali" tanya Femi"Oma ku sudah menunggu, ikut aku sekarang"Femi hanya mengangguk patuh, mendengar perintah tuannya. Dipilihnya baju yang pantas, untuk menemui sang nyonya besar. Jaga jaga kalau si Nyonya lebih galak dibanding tuannya itu."Cucuku, kamu apa kabar? Kenapa tidak pernah menelfon Oma?" tanya Nenek itu"Sibuk""Lalu siapa perempuan dibelakangmu itu?""Femi"Femi tercengang mendengar jawabannya Jee. 'Singkat sekali
"Feminin Moudi, Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan"Begitulah yang di ucapkan 'Jeremy Nicholas' dihadapan Pendeta dan para tamu. Bahkan Jee juga mengecup bibir Femi membuat Femi terkejut. Tidak mungkin, hanya dalam semalam. Pernikahan ini terwujud. Jee tidak pernah main main dengan ucapannya.Banyak sekali keluarga besar, kolega, teman teman jee, dan para tamu yang menghadiri pernikahannya. Hingga Femi merasa lelah berdiri, melayani mereka.Femi melihat sekelilingnya, latar pernikahan impiannya pun terlaksana. Ada berbanyak bunga mawar putih, layaknya pernikahan dalam dongeng. Namun sayang, impian itu tidak terlaksana sepenuhnya. Bukan Jee, suami idaman nya. 's
"Selamat malam" Sapa Jee, mendaratkan bokongnya di kursi khusus tempat makan Ibu Widya dan Monica yang sedari tadi menunggu Jee, membalas ucapannya sembari tersenyum senang. Mereka merasa bahwa Femi tidak ikut makan malam dengan mereka kali ini. Lili, salah satu pelayan Jee. Menuangkan segelas air putih dihadapannya. Tidak lupa, dengan sepiring nasi dan beberapa lauk mewah diatasnya. Tidak ada obrolan khusus, hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi kekosongan diantara mereka. 'Mana wanita udik itu' batin Jee melirik kanan dan kiri.Tanpa disadari Jee, Monica tengah memperhatikannya sejak tadi. "Cari siapa?" Tanya Monica "Lo gak perlu tau" ketus Jee membuat Monica tertegun. Ada rasa nyeri dihatinya mendengar perkataan Jee yang tidak pernah halus kepadanya. Selesai makan malam, Jee buru buru balik ke atas menuju kamarnya. Di ikuti Lili yang membawa nampan berisi makanan, khusus untuk Femi. Kriiiiitttttt
"Jee, lepass!!" pinta Femi, saat tangannya di tarik paksa oleh Jee Jee terus saja menarik tangan Femi, hingga masuk kedalam kamar. Dilemparkannya Femi ke atas ranjang "Ada hak apa Lo, berani dekat dengan laki laki lain selain gue?" "Aku hanya ngobrol sebentar dengan David" "Tanpa izin dari gue?" "Sejak kapan aku harus meminta izin padamu?" Jee terdiam. Masuk akal juga dengan pertanyaan Femi, Jee selama ini tidak pernah melarang Femi berbicara dengan orang lain. Mereka saling terdiam. Femi mengelus tangannya yang ditarik paksa oleh Jee, sedangkan Jee hanya melihat pemandangan dari jendela kamar. Terjadilah kikuk diantara mereka. "Tuan, ini sudah jam 9 malam" kata Femi. Jee tak bergeming sedikitpun, membuat Femi semakin salah tingkah "Ada apa?" tanya Jee, tanpa mau menatap matanya. "Kapan?" "Apa?" "Kita,, ikkeh ikkeh kimochi" Jee secepatnya menoleh ke arah Femi. Alisnya meng
"Hooaaaamm" Femi terbangun dari tidurnya, setelah kecapaian dari jalan jalan dengan Jee semalam "Ini bau apa?" tanya Femi mengendus enduskan hidungnya.Penasaran dengan bau terbakar yang menyengat, Femi melangkahkan kakinya ke balkon belakang. Matanya membelalak, Ada Monica sedang membakar sesuatu yang tidak asing dimatanya, dihalaman rumah. Dengan bergegas, Femi segera turun ke bawah. Benar saja, Monica membakar semua pakaian yang dibelinya tadi malam bersama Jee. Termasuk baju batik untuk ayahnya. "Monica, ini masih baru!" kata Femi, seolah mengerti kalau Monica mengira itu hanyalah baju bekas yang sengaja dibakarnya "Gue tau" "Kenapa kamu bakar, Monica?" "Mending baju Lo, daripada diri Lo yang gue bakar." jawab Monica santai Femi tertegun, selama ini emang benar benar Monica membencinya. Tapi, kenapa dia harus membakar baju baju miliknya? "Dengar ya cewek udik, Lo gak pantas jadi istrinya Jeremy. Lo miskin,