"Hooaaaamm" Femi terbangun dari tidurnya, setelah kecapaian dari jalan jalan dengan Jee semalam
"Ini bau apa?" tanya Femi mengendus enduskan hidungnya.
Penasaran dengan bau terbakar yang menyengat, Femi melangkahkan kakinya ke balkon belakang. Matanya membelalak, Ada Monica sedang membakar sesuatu yang tidak asing dimatanya, dihalaman rumah. Dengan bergegas, Femi segera turun ke bawah.Benar saja, Monica membakar semua pakaian yang dibelinya tadi malam bersama Jee. Termasuk baju batik untuk ayahnya.
"Monica, ini masih baru!" kata Femi, seolah mengerti kalau Monica mengira itu hanyalah baju bekas yang sengaja dibakarnya
"Gue tau"
"Kenapa kamu bakar, Monica?"
"Mending baju Lo, daripada diri Lo yang gue bakar." jawab Monica santai
Femi tertegun, selama ini emang benar benar Monica membencinya. Tapi, kenapa dia harus membakar baju baju miliknya?
"Dengar ya cewek udik, Lo gak pantas jadi istrinya Jeremy. Lo miskin, cupu, norak, jelek. Gue peringatan yah sekali lagi, berhenti Lo deketin Jee, atau Lo bakal bernasib sama dengan semua pakaian murahan itu?" tunjuk Monica pada kobaran api yang sedikit membesar.
Femi hanya terdiam, takut untuk menjawabnya.
"Gue yang udah lama suka sama Jee, gue yang dari dulu perjuangin rasa gue? Kenapa Jee lebih memilih Lo? Pakai dukun mana Lo?"
Femi terkejut, atas perkataan Monica. Bagaimana bisa orang orang mengira kalau Femi memelet Jee? Kalau bisa memilih, Femi tidak mau menikah dengannya.
"Saya tidak pernah melakukan hal sekeji itu, Monica"
"Halah, gadis kampung kayak Lo andelannya kan asap dupa"
"Bukan saya yang memaksa Jee, tapi Jee yang mau menikah dengan saya. Lalu dimana letak kesalahan saya?"
Monica tertegun atas pernyataan Femi, dengan perasaan gemas di tariknya tubuh Femi sampai Femi terjatuh hampir dekat dengan api. Tidak hanya sampai disitu, Monica juga menarik rambut Femi dan berjongkok di dekatnya.
"Berani Lo sama gue? Berani Lo nantang gue? Bukannya cuman diri Lo aja yang gue bakar. Ingat, bokap Lo yang tinggal dirumah kumuh itu, gak bakal lepas dari ancaman gue"
Monica melepas paksa jambakan rambutnya Femi. Dan dengan tidak ada rasa kasihan, Monica yang sedang memakai wedges pun menginjak badan Femi.
Femi menangis tersedu sedu, meratapi kemeja batik yang khusus dia beli untuk ayahnya. Terbakar hangus dimakan api. Terbayang senyum sumringah Ayahnya yang menerima batik, musnah sudah.Femi mencoba bangkit berdiri. Sakit hatinya menerima perlakuan Monica. Padahal Femi berniat kerumah Ayahnya nanti siang, setelah berpamitan pada Jee. Namun ia urungkan.
Dengan langkah tertatih menuju tangga atas, terdengar sindiran dari Ina dan Sumi yang sedang membersihkan.
"Makanya jadi perempuan biasa saja itu gak usah gaya"
"Iya tuh berlagak jadi bos"
Langkah Femi sempat terhenti, tapi dia lanjutkan lagi perjalanannya. Toh percuma, mau sebaik apapun dirinya, jika dibenci. Yah tetap tidak akan disuka.
Sesampainya dikamar, dia memperhatikan tangannya yang mulai agak membaik setelah di obati Jee.
Ting!
Pesan dari JeeJee [Sedang apa?]
[bersantai]
Terpaksa Femi berbohong saat membalas pesannya. Daripada jadi tambah masalah lagi, fikir Femi.
Sambil merebahkan diri, teringat kenangan tadi saat bersama Monica. Ternyata Monica sangat menyukai Jee, tapi seandainya Monica tau kalau tidak ada cinta diantara mereka.
Setelah bersih bersih badan, Femi turun ke lantai bawah. Rencananya untuk pergi ke taman."Mau kemana? Pakaian numpuk bukannya di cuci malah kelayapan. Kamu bukan nyonya disini" hardik ibu Widya.
Femi mendengkus kesal mendengar sindiran nenek sihir itu. Dengan terpaksa, Femi berjalan ke arah belakang mengambil pakaian kotor yang telah di pisah Lili.
"Sedang apa non?"
"Aku mau mencuci"
"Jangan, itu pekerjaanku nona. Tugasku mencuci pakaian"
"Terus aku harus bagaimana?"
"disini saja, toh Nyonya besar sedang di depan" saran Lili yang dijawab anggukan senang oleh Femi.
Mereka saling asyik mengobrol, hingga tidak terasa sudah matahari sudah terik "Hahaha,, jadi gimana Li?""Yah saya mah diam saja, Lah non'
Sedang asyiknya mereka ngobrol, ponsel Femi pun berdering.
"Gue lagi ada di meja makan"
Telefon dimatikan sepihak, dan pelakunya adalah Jee.
Femi menghela nafasnya lemah, malas sekali menemui keluarga aneh' itu. Namun tidak mungkin jika dia tidak kesana sekarang."pergilah non, daripada kena damprat Tuan Jee lagi" Saran Lili.
Akhirnya Femi pun memantapkan hatinya menghampiri Jee.
"Lo dari mana? Semua orang nungguin tadi" tanya Jee kesal.
Femi hendak berkata jujur kalau dirinya ada di belakang, membantu Lili mencuci. Tapi dia urungkan kembali melihat ibu Widya menatap tajam ke arahnya.
"Di taman" jawab Femi.
Setelah mereka menyelesaikan makan siang mereka, Jee pun kembali ke tempat kerjanya.
"Monica, sini deh!" panggil Ibu Widya
"Ada apa sih Oma?"
"Oma punya rencana, biar Femi di usir dari rumah ini"
"Oh iya, rencana apa Oma?"
Ibu Widya pun membisikkan kalimat rahasia itu kepada Monica. Mendengar ide yang di lontarkan Oma, Monica sangat menyetujuinya. "Tak sangka, otak tua Oma itu sangat berfungsi baik" batin Monica.
***"Femi, sini" panggil Monica tatkala melihat Femi lewat dihadapannya."Gue ada party di bar. Temenin gue ya?" ajak Monica.
"Tapi Mon,,," ucapan Femi menggantung
"Gak usah pamit sama Jee kalau gak mau Jee tau. Ya sudah sini, gue dandanin Lo biar gue gak malu bawa Lo kesana"
Satu jam kemudian setelah Monica dan Femi siap, mereka pun berangkat dengan mobil sport milik Monica"Tumben kamu ngajak aku?"
"Gue tebus rasa bersalah gue tadi siang"
Femi mengangguk paham. Dia merasa tak nyaman dengan gaun yang dipakainya saat ini. Sangat begitu minim, dengan belahan dada terlalu rendah. Apalagi, gaun tersebut sangatlah pendek
Monica sangat menikmati perjalanannya, sampai tidak sadar. Mereka sudah sampai di alamat tujuan
"Duduk sini, biar gue ambil minuman" perintah Monica, di warnai dengan dentuman music yang begitu menggendangkan telinga.
Mengangguk pasrah, Femi hanya bisa menunggu Monica di sebuah sofa.
Namun tak diketahui Femi, ternyata minumannya dimasukkan bubuk obat tidur. Tidak hanya itu, Monica juga menelfon seseorang untuk melancarkan serangannya malam ini
"Nih minum dulu" titah Monica membawakan segesal kecil wine di hadapan Femi.
Meski ragu ragu, Femi pun menghabiskan minumannya. Tak lama pandangan Femi berputar dan rabun, dengan gelora ngantuk berat yang tak bisa ditahan. Akhirnya Femi pun tertidur di sofa.
Monicapun memanggil orang sewaannya, dan membawanya ke sebuah hotel dekat tempat dugem.
Dengan telaten, Monica mengambil gambar Femi yang tengah tertidur lelap bersama seorang pria yang bertelanjang dada.
Setelah puas memfoto, Monica pun pergi.Laki.laki itu mengamati lekuk tubuh Femi yang tertidur pulas. Hingga hasratnya tak tertahankan lagi, dinaikkinya tubuh Femi. Mencium setiap inci kulit lehernya. Sangat begitu harum. Bibirnya tak lupa dicicipi
Bugh!!!!
Pria itu terpental, menerima Bogeman mentah dari David. Ternyata, David sudah tau rencana busuk Monica. Makanya rela mengikuti mereka berdua meski awalnya nyasar terlebih dahulu.
"Pergi Lo!!" Usir David
Pria itupun ketakutan, diambilnya pakaian yang sempat tercecer dan segera kaburMobil melaju, mengarah ke rumah Jee. Sedangkan Femi samar samar mulai membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, pandangannya sedikit berputar. Saat sadar dia sudah berada di dalam mobil, dengan David sebagai sopir "Sudah bangun?" tanya David menyadari Femi sudah tersadar. Femi mengangguk pelan, memperbaiki posisi tidurnya. "Aku tadi kenapa?" "Kamu hampir diperkosa" Mata Femi membulat, bagaimana bisa dia hampir di perkosa sedangkan seingatnya dia terakhir bersama Monica? "Lain kali, kalau diajak Monica harus hati hati. Monica punya ide licik buat nyakitin kamu" "Maaf. Terima kasih, sudah berkali kali kamu nolongin aku" "Tak masalah" senyum David, menoleh sebentar kearah Femi *** Di tempat lain, Jee mengamuk buru buru pulang setelah mendapatkan beberapa foto Femi dengan seorang Pria tak dikenal dari Monica "Dimana gadis bodoh itu?" "Tenang Jee, wanita jalang itu pas
Setelah seharian berkeliling, akhirnya mereka pulang kerumah. Tentunya, 4 pasang mata yang melihat kedatangan mereka sangat tidak suka. Melihat itu, Monica pergi ke kamarnya di susul Ibu Widya "Hei, gak usah galau" "Oma, aku lebih baik kembali ke Sidney. Ada tawaran job model disana. Setidaknya, aku juga bisa move on dari Jee" kata Monica sambil berlinangan air mata Mendengar hal itu, ada rasa tak enak dihati Ibu Widya. Dia tau betul bagaimana Monica sangat menyukai Jee Sedari dulu. "Kamu gak usah galau begitu, perlahan kita akan membuat gadis miskin itu gak betah dirumah ini" Monica mengangguk. Berharap apa yang dikatakan Omanya benar. "Aku mau ke dapur dulu" "untuk apa?" "buatin kamu nasi goreng spesial" Femi membuatkannya nasi goreng putih dengan bumbu seadanya khas nasi goreng jaman
Monica menangis sesenggukan, hendak mengadu Pada ibu Widya. Ibu Widya yang saat itu sedang maskeran, panik melihat Monica menangis masuk ke kamarnya "Loh, ada apa?" "Aku ditinggal sendirian di Klinik, Oma!!" "Emangnya Jee kemana?" "Gak tau, kan dari awal emang Jee gak suka sama Monica. Gak ikhlas Anter Monica" Ibu Widya mengangguk paham, di elusnya punggung Monica agar lebih tenang. "Sabar, kita harus cari rencana biar Jee suka sama kamu!" "Gimana caranya Oma?" "Pokoknya ada lah! Nah sekarang kamu tidur. Besok ikut Oma ke suatu tempat" Monica mengangguk, dan berjalan keluar dari kamarnya Ibu Widya ** Ke esokkan harinya, karna Ibu Widya sudah janji. Dia akan mengajak Monica ke sebuah kampung terpencil &nb
"Tolong jangan hancurkan dagangan saya" Pinta seorang pria tua kepada bodygoard yang tengah ngobrak Abrik meja dagangannya. "Makanya bayar hutangmu, kalau gak bisa bayar. Kami hancurkan sekalian rumahmu" Pak Budi, nama pria itu. Dengan tubuh gemetaran, akhirnya pulang kerumah seorang diri dengan wajah babak belur. "Nduk, Femi. Ini ayah nak!!" Panggil Pak Budi, sembari mengetok pintu rumahnya meski tertatih. "
Jee mencari sosok Femi, yang kata David sudah berada dirumahnya"Ana, mana perempuan tadi?""Perempuan tadi?" Tanya balik ana dengan dahi berkerut"Ah maksud saya, Femi. Feminin"Ana, anak pembantu yang bekerja dirumah Jee, merasa bingung dengan yang dimaksud Tuannya itu."Capek ngomong sama Lo"Dengan perasaan jengkel, Jee meninggalkan Ana dengan wajah penuh tanda tanya."Femi, Feminin... Fem!!"Saat memasuki taman, terlihat dari belakang Femi sedang duduk. Geram, dicariin dari tadi ternyata yang dicari malah santai di belakang. Gegas Jee menghampiri Femi."Ngapain Lo disini tolol? Gue cariin dari tadi""Anu tuan, saya"Jee menarik paksa tangan Femi menuju kamar tamu. Di lemparkannya Femi sampai jatuh kelantai"Lo cuman pelacur. Lo tau pelacur? Gue
"maaf, Tuan. Nyonya besar menunggu anda di di teras depan" terang Ina, seorang pelayanJee hanya mengangguk, mendengar laporan itu. Lalu menoleh ke arah Femi.Seperginya Ina. Jee terduduk dengan wajah gusar. Bagaimana bisa dia menemui nenek tua itu, Ibu dari mendiang ayahnya. Nenek yang sudah membuat ibunya bunuh diri, karena ulahnya."Ada apa, Tuan? Tuan terlihat sangat gelisah sekali" tanya Femi"Oma ku sudah menunggu, ikut aku sekarang"Femi hanya mengangguk patuh, mendengar perintah tuannya. Dipilihnya baju yang pantas, untuk menemui sang nyonya besar. Jaga jaga kalau si Nyonya lebih galak dibanding tuannya itu."Cucuku, kamu apa kabar? Kenapa tidak pernah menelfon Oma?" tanya Nenek itu"Sibuk""Lalu siapa perempuan dibelakangmu itu?""Femi"Femi tercengang mendengar jawabannya Jee. 'Singkat sekali
"Feminin Moudi, Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan"Begitulah yang di ucapkan 'Jeremy Nicholas' dihadapan Pendeta dan para tamu. Bahkan Jee juga mengecup bibir Femi membuat Femi terkejut. Tidak mungkin, hanya dalam semalam. Pernikahan ini terwujud. Jee tidak pernah main main dengan ucapannya.Banyak sekali keluarga besar, kolega, teman teman jee, dan para tamu yang menghadiri pernikahannya. Hingga Femi merasa lelah berdiri, melayani mereka.Femi melihat sekelilingnya, latar pernikahan impiannya pun terlaksana. Ada berbanyak bunga mawar putih, layaknya pernikahan dalam dongeng. Namun sayang, impian itu tidak terlaksana sepenuhnya. Bukan Jee, suami idaman nya. 's
"Selamat malam" Sapa Jee, mendaratkan bokongnya di kursi khusus tempat makan Ibu Widya dan Monica yang sedari tadi menunggu Jee, membalas ucapannya sembari tersenyum senang. Mereka merasa bahwa Femi tidak ikut makan malam dengan mereka kali ini. Lili, salah satu pelayan Jee. Menuangkan segelas air putih dihadapannya. Tidak lupa, dengan sepiring nasi dan beberapa lauk mewah diatasnya. Tidak ada obrolan khusus, hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi kekosongan diantara mereka. 'Mana wanita udik itu' batin Jee melirik kanan dan kiri.Tanpa disadari Jee, Monica tengah memperhatikannya sejak tadi. "Cari siapa?" Tanya Monica "Lo gak perlu tau" ketus Jee membuat Monica tertegun. Ada rasa nyeri dihatinya mendengar perkataan Jee yang tidak pernah halus kepadanya. Selesai makan malam, Jee buru buru balik ke atas menuju kamarnya. Di ikuti Lili yang membawa nampan berisi makanan, khusus untuk Femi. Kriiiiitttttt