"Tolong jangan hancurkan dagangan saya" Pinta seorang pria tua kepada bodygoard yang tengah ngobrak Abrik meja dagangannya.
"Makanya bayar hutangmu, kalau gak bisa bayar. Kami hancurkan sekalian rumahmu"
Pak Budi, nama pria itu. Dengan tubuh gemetaran, akhirnya pulang kerumah seorang diri dengan wajah babak belur.
"Nduk, Femi. Ini ayah nak!!" Panggil Pak Budi, sembari mengetok pintu rumahnya meski tertatih.
"Ya Allah bapak.. Bapak kenapa?"
Meski susah payah, Femi membopong tubuh Ayahnya itu. Bergegas mengambil kotak obat, lalu mengobati setiap luka di wajah.
"Nduk, tolong ambilkan tas yang berisi dokumen itu. Bapak nyerah. Bapak ingin menyerahkan sertifikat itu ke Tuan Jee" perintah Pak Budi"Tidak pak!! Bapak tidak boleh memberikan sertifikat itu. Ini rumah kenangan kita"
"Bapak hanya ingin tenang. Masalah tempat tinggal, biar kita cari jalan keluarnya nanti"
Femi menengguk ludahnya, kasar. Bagaimana bisa rumah kenangan bersama mendiang ibunya di serahkan pada orang lain.
'Aku harus melakukan sesuatu. Rumah ini gak boleh mereka ambil'.
Setelah menyuapi dan mengobati luka Ayahnya, ayahnya memilih istirahat. Femi nekat menuju rumah Tuan Jee. Meski tidak yakin, apa rencananya kali ini akan berhasil**Tok tok
Pintu dibuka oleh seorang laki laki berbadan besar, dan di belakangnya berdiri tiga orang dengan penampilan yang sama
"Saya ingin bertemu dengan Tuan Jeremy Nicholas" pinta Femi
"Apa kamu sudah buat janji?" tanyanya
Femi menggeleng kepala lemah
"Kamu anak Budi?"
"iya"
"Silahkan masuk"
Dengan wajah sumringah, akhirnya Femi masuk ke dalam rumah mewah tersebut. Femi melihat sekelilingnya, berdecak kagum. Banyak interior mewah dan terlihat mahal
ehemm!!
Mendengar deheman seseorang, Femi mencari sumber suara
"Kamu siapa?" pria itu menghampiri Femi
'Apa itu yang bernama Tuan Jee, ya?' tanya Femi dalam hati
"Namaku Feminin, Tuan. Anak Pak Budi"
"Saya David, Asisten Pribadinya Jee. Jee ada di belakang, sedang renang. Mari saya antarkan" ajak David
Melihat senyuman David, pipi Femi menghangat. Tidak salah bila Femi mengira bahwa Jee itu David. Penampilannya sangat rapi, terutama David sangat tampan dengan kulit sawo matangnya
"Jee, ada yang pengen ketemu Lo" panggil David kepada laki-laki yang sedang duduk di tepi kolam renang.
Laki laki itu menoleh, dan berjalan menghadap Femi
"Anak, Pak Budi?" Tanya Jee
Femi mengangguk ragu
"Mana sertifikatnya?"
"Maa.. Maaf Tuan. Saya tidak bawa sertifikatnya. Bagaimana kalau saya kasih Tuan sebuah penawaran?"
"Tawaran? Tawaran apa?"
"Saya kerja disini, tanpa dibayar sesuai ketentuan dari Tuan"
Rahang Jee mulai mengeras, dadanya dipenuhi dengan emosi mendengar tuturan dari Femi. Di dorongnya gadis itu sampai jatuh tersungkur
"Dengar yah, cewe kampungan. Gue gak butuh penawaran murahan dari lo"
Jee mencengkeram kedua pipi Femi, sampai Femi menangis ketakutan
"Santai Jee, dia itu cewek" kata David berusaha menenangkan Jee
"Diem, Lo nggak usah ikut campur. Ini urusan gue"
David diam mendengar perintah atasan sekaligus sahabat karibnya itu.
"Tapi itu rumah kenangan saya bersama mendiang ibu saya, Tuan. Hanya itu yang kami punya" pinta Femi mengiba
Hati Jee mulai melunak mendengar kata Ibu. Cengkeramannya dilepas.
Melihat Femi dari atas kepala sampai bawah ujung kaki. Tubuh Femi proposional dengan lekukan tubuh yang menambah gairah. Kulitnya putih bersih dan rambutnya lurus terurai
"Ok, kalau gitu Lo jadi cewe pemuas nafsu gue. Lo tinggal disini, sampai gue bosan. Apa Lo mau?" Kali ini Jee yang memberikan Femi penawaran
Femi tercengang, bagaimana bisa Femii jadi pemuas nafsu sedangkan dirinya sangat tertutup kepada pria manapun. Namun Femi tak punya pilihan lain, dia harus menyelamatkan rumah dan ayahnya. Dengan perasaan bimbang, Femi mempermantap pilihannya. Kali ini, dia harus berkorban
"Baiklah, saya terima tawaran dari tuan"
Jee menyeringai sinis, mendengar jawaban Femi. Baginya semua wanita sama saja, tidak bisa menjaga harga diri dan martabatnya
"Biar pengawal gue yang anterin Lo ambil barang barang"
Jee mengambil handuknya untuk menutupi bagian bawah dirinya. Meninggalkan Femi dan David
"Kamu yang sabar, tidak ada pengorbanan yang sia sia" hibur David
Femi hanya mengangguk. Kepalanya terasa mau pecah, mencari alasan apa yang bisa dia gunakan untuk pergi dari rumahnya. Mengingat Femi akan pergi lama meninggalkan sang ayah.
***
"Kita sudah sampai, Fem." Kata David yang duduk di mobil samping Femi
"Iya, Tuan David. Saya turun diri temui Ayah saya"
"Panggil David saja" pinta David dengan senyuman
Femi mulai turun dari mobil. Terlihat sang ayah yang terkejut mendapati putrinya yang ternyata turun dari mobil
"Gusti, kamu dari mana saja nduk?"
"Dari rumah Tuan Jee, pak!"
Dengan langkah gontai, Femi memasuki kamarnya. Mengemasi segala pakaiannya, kedalam tas.
"Kamu mau kemana, nak?" Tanya Pak Budi
"Mulai sekarang Femi kerja dirumah Tuan Jee. Bapak jaga diri dirumah. Ini ada gawai, bapak pakailah untuk telefon Femi. Bapak bisa kan?"
Femi menyerahkan gawai jadul kesayangannya buat Pak Budi, jaga jaga bila ada sesuatu atau Femi rindu pada ayahnya.
Pak Budi, menerima pemberia anaknya
Saat ingin bertanya lebih jelas lagi, buru buru Femi meninggalkannya tidak lupa diberi pelukan
"Femi sayang bapak. Bapak jaga kesehatan. Nanti Femi bakal sering telefon bapak"
Femi berlari meninggalkan rumah itu, karna dia tak ingin ada pertanyaan lagi yang akan diucapkan ayahnya
'maafin, Femi. Maaf udah bohongin Bapak' batin Femi
Merasa heran dengan wajah Femi yang basah karena air mata, David mencoba bertanya saat Femi mulai duduk disampingnya
"Apa kamu baik baik saja?"
Femi mengangguk
"Kalau ada hal sesuatu, bilang ke saya. Siapa tau saya bisa bantu"
Femi menatap nanar, David. Andai saja, Tuan Jee itu adalah David. Betapa bahagianya Femi.
Setelah sampai dirumah Jee, Femi bergerak masuk kedalam sembari menenteng tas besar miliknya.
Dia celingak celinguk mencari kamar Jee. 'mungkin ada diatas' fikir Femi
Tapi dirinya bingung, tak didapatkannya tangga satupun. Bagaimana Femi mau naik keatas?
"Cari apa Fem?" Tanya David
"Ini kalau mau naik ke lantai atas, gimana caranya yah?"
David terkekeh kecil, lalu menggandeng tangan Femi menuju ruangan kecil. Ditekannya tombol, lalu pintunya menutup tiba tiba
"Loh loh Dav, ini kok pintunya nutup sih?" Tanya Femi dengan panik
"Katanya mau naik ke lantai atas. Ayok!"
"Aku tidak paham, semacam pintu Doraemonkah ini?
Lagi lagi, David hanya tertawa kecil. Betapa polosnya Femi, tidak tau lift.
Pintupun terbuka, tiba tiba membuat Femi tercengang.
"Canggih yah, vid. Langsung di tempat yang berbeda"
Dengan semangat, Femi keluar dari lift.
"Kamu cari apa sih, Fem?
"Kamar Tuan Jee"
David penasaran, untuk apa dirinya mencari kamar Jee sambil membawa tas besarnya?
"Ini kamarnya Jee" sembari menunjuk sebuah kamar dengan hiasan kepala rusa di daun pintu
"Terima kasih, David"
"Ya sudah kalau gitu, kalau kamu perlu apa apa telfon saja pakai nomor telfon rumah. Ketik nomor 3. Itu langsung tersambung ke HP saya"
"Terima kasih, banyak, David. Beruntung saya bisa bertemu dengan David. Kamu baik sekali sudah banyak membantu saya"
"Tidak masalah, saya pergi dulu yah. Ada perlu dikantor"
Femi mengangguk patuh.
Seperginya David, Femi masuk kedalam kamar milik Jee. Kamarnya sangat luas. 5 kali lebih luas daripada rumahnya sendiri.
Sembari menunggu kedatangan Jee, Femi memilih berkeliling melihat isi kamarnya. Sangat mewah dan glamor. Terdengar sayup sayup di kamar mandi yang hanya ditutupi tirai putih. Menampilkan bayangan lekaki yang sedang bermain di bathub.
"I.. itu Tuan Jee"
Karna panik, Femi berlari menuju kasir size King milik Jee.
"Ebuset, luas banget ini kasur. Bisa dipakai orang sekelurahan ini mah"
"Eh Lo, ngapain Lo masuk dikamar gue?"
Femi menoleh, dan yang muncul hanya Jee yang menggunakan handuk putih di daerah pinggang ke bawah. Refleks Femi berteriak sambil menutup wajah dengan kedua tangan
Aaaaaakkkkkkkkkkkk!!
"Lo kenapa sih? Ngapain Lo masuk dikamar gue? Keluar gak Lo?" Perintah Jee
Perlahan Femi menurunkan tangan diwajahnya lalu membuka mata
"Kata Tuan, saya hanya pemuas nafsu. Jadi saya tidur di kamar tuan"
"Apa? Berani banget Lo"
Jee menngambil Tas milik Femi lalu melemparkannya keluar kamar
"Dengar yah cewek udik. Lo emang mempermainkan gue, tapi bukan berarti Lo boleh tidur di kamar gue. Paham gak sih Lo perempuan gembel."
Femi mengangguk paham, lalu berjalan lemah keluar kamar.
"Tunggu, nama Lo siapa?"
"Femi, Tuan. Namaku Feminin"
Jee mencari sosok Femi, yang kata David sudah berada dirumahnya"Ana, mana perempuan tadi?""Perempuan tadi?" Tanya balik ana dengan dahi berkerut"Ah maksud saya, Femi. Feminin"Ana, anak pembantu yang bekerja dirumah Jee, merasa bingung dengan yang dimaksud Tuannya itu."Capek ngomong sama Lo"Dengan perasaan jengkel, Jee meninggalkan Ana dengan wajah penuh tanda tanya."Femi, Feminin... Fem!!"Saat memasuki taman, terlihat dari belakang Femi sedang duduk. Geram, dicariin dari tadi ternyata yang dicari malah santai di belakang. Gegas Jee menghampiri Femi."Ngapain Lo disini tolol? Gue cariin dari tadi""Anu tuan, saya"Jee menarik paksa tangan Femi menuju kamar tamu. Di lemparkannya Femi sampai jatuh kelantai"Lo cuman pelacur. Lo tau pelacur? Gue
"maaf, Tuan. Nyonya besar menunggu anda di di teras depan" terang Ina, seorang pelayanJee hanya mengangguk, mendengar laporan itu. Lalu menoleh ke arah Femi.Seperginya Ina. Jee terduduk dengan wajah gusar. Bagaimana bisa dia menemui nenek tua itu, Ibu dari mendiang ayahnya. Nenek yang sudah membuat ibunya bunuh diri, karena ulahnya."Ada apa, Tuan? Tuan terlihat sangat gelisah sekali" tanya Femi"Oma ku sudah menunggu, ikut aku sekarang"Femi hanya mengangguk patuh, mendengar perintah tuannya. Dipilihnya baju yang pantas, untuk menemui sang nyonya besar. Jaga jaga kalau si Nyonya lebih galak dibanding tuannya itu."Cucuku, kamu apa kabar? Kenapa tidak pernah menelfon Oma?" tanya Nenek itu"Sibuk""Lalu siapa perempuan dibelakangmu itu?""Femi"Femi tercengang mendengar jawabannya Jee. 'Singkat sekali
"Feminin Moudi, Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan"Begitulah yang di ucapkan 'Jeremy Nicholas' dihadapan Pendeta dan para tamu. Bahkan Jee juga mengecup bibir Femi membuat Femi terkejut. Tidak mungkin, hanya dalam semalam. Pernikahan ini terwujud. Jee tidak pernah main main dengan ucapannya.Banyak sekali keluarga besar, kolega, teman teman jee, dan para tamu yang menghadiri pernikahannya. Hingga Femi merasa lelah berdiri, melayani mereka.Femi melihat sekelilingnya, latar pernikahan impiannya pun terlaksana. Ada berbanyak bunga mawar putih, layaknya pernikahan dalam dongeng. Namun sayang, impian itu tidak terlaksana sepenuhnya. Bukan Jee, suami idaman nya. 's
"Selamat malam" Sapa Jee, mendaratkan bokongnya di kursi khusus tempat makan Ibu Widya dan Monica yang sedari tadi menunggu Jee, membalas ucapannya sembari tersenyum senang. Mereka merasa bahwa Femi tidak ikut makan malam dengan mereka kali ini. Lili, salah satu pelayan Jee. Menuangkan segelas air putih dihadapannya. Tidak lupa, dengan sepiring nasi dan beberapa lauk mewah diatasnya. Tidak ada obrolan khusus, hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi kekosongan diantara mereka. 'Mana wanita udik itu' batin Jee melirik kanan dan kiri.Tanpa disadari Jee, Monica tengah memperhatikannya sejak tadi. "Cari siapa?" Tanya Monica "Lo gak perlu tau" ketus Jee membuat Monica tertegun. Ada rasa nyeri dihatinya mendengar perkataan Jee yang tidak pernah halus kepadanya. Selesai makan malam, Jee buru buru balik ke atas menuju kamarnya. Di ikuti Lili yang membawa nampan berisi makanan, khusus untuk Femi. Kriiiiitttttt
"Jee, lepass!!" pinta Femi, saat tangannya di tarik paksa oleh Jee Jee terus saja menarik tangan Femi, hingga masuk kedalam kamar. Dilemparkannya Femi ke atas ranjang "Ada hak apa Lo, berani dekat dengan laki laki lain selain gue?" "Aku hanya ngobrol sebentar dengan David" "Tanpa izin dari gue?" "Sejak kapan aku harus meminta izin padamu?" Jee terdiam. Masuk akal juga dengan pertanyaan Femi, Jee selama ini tidak pernah melarang Femi berbicara dengan orang lain. Mereka saling terdiam. Femi mengelus tangannya yang ditarik paksa oleh Jee, sedangkan Jee hanya melihat pemandangan dari jendela kamar. Terjadilah kikuk diantara mereka. "Tuan, ini sudah jam 9 malam" kata Femi. Jee tak bergeming sedikitpun, membuat Femi semakin salah tingkah "Ada apa?" tanya Jee, tanpa mau menatap matanya. "Kapan?" "Apa?" "Kita,, ikkeh ikkeh kimochi" Jee secepatnya menoleh ke arah Femi. Alisnya meng
"Hooaaaamm" Femi terbangun dari tidurnya, setelah kecapaian dari jalan jalan dengan Jee semalam "Ini bau apa?" tanya Femi mengendus enduskan hidungnya.Penasaran dengan bau terbakar yang menyengat, Femi melangkahkan kakinya ke balkon belakang. Matanya membelalak, Ada Monica sedang membakar sesuatu yang tidak asing dimatanya, dihalaman rumah. Dengan bergegas, Femi segera turun ke bawah. Benar saja, Monica membakar semua pakaian yang dibelinya tadi malam bersama Jee. Termasuk baju batik untuk ayahnya. "Monica, ini masih baru!" kata Femi, seolah mengerti kalau Monica mengira itu hanyalah baju bekas yang sengaja dibakarnya "Gue tau" "Kenapa kamu bakar, Monica?" "Mending baju Lo, daripada diri Lo yang gue bakar." jawab Monica santai Femi tertegun, selama ini emang benar benar Monica membencinya. Tapi, kenapa dia harus membakar baju baju miliknya? "Dengar ya cewek udik, Lo gak pantas jadi istrinya Jeremy. Lo miskin,
Mobil melaju, mengarah ke rumah Jee. Sedangkan Femi samar samar mulai membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, pandangannya sedikit berputar. Saat sadar dia sudah berada di dalam mobil, dengan David sebagai sopir "Sudah bangun?" tanya David menyadari Femi sudah tersadar. Femi mengangguk pelan, memperbaiki posisi tidurnya. "Aku tadi kenapa?" "Kamu hampir diperkosa" Mata Femi membulat, bagaimana bisa dia hampir di perkosa sedangkan seingatnya dia terakhir bersama Monica? "Lain kali, kalau diajak Monica harus hati hati. Monica punya ide licik buat nyakitin kamu" "Maaf. Terima kasih, sudah berkali kali kamu nolongin aku" "Tak masalah" senyum David, menoleh sebentar kearah Femi *** Di tempat lain, Jee mengamuk buru buru pulang setelah mendapatkan beberapa foto Femi dengan seorang Pria tak dikenal dari Monica "Dimana gadis bodoh itu?" "Tenang Jee, wanita jalang itu pas
Setelah seharian berkeliling, akhirnya mereka pulang kerumah. Tentunya, 4 pasang mata yang melihat kedatangan mereka sangat tidak suka. Melihat itu, Monica pergi ke kamarnya di susul Ibu Widya "Hei, gak usah galau" "Oma, aku lebih baik kembali ke Sidney. Ada tawaran job model disana. Setidaknya, aku juga bisa move on dari Jee" kata Monica sambil berlinangan air mata Mendengar hal itu, ada rasa tak enak dihati Ibu Widya. Dia tau betul bagaimana Monica sangat menyukai Jee Sedari dulu. "Kamu gak usah galau begitu, perlahan kita akan membuat gadis miskin itu gak betah dirumah ini" Monica mengangguk. Berharap apa yang dikatakan Omanya benar. "Aku mau ke dapur dulu" "untuk apa?" "buatin kamu nasi goreng spesial" Femi membuatkannya nasi goreng putih dengan bumbu seadanya khas nasi goreng jaman