Home / Romansa / FLOWIE / 2 – THE SANCHEZES

Share

2 – THE SANCHEZES

Author: Renjana Tira
last update Last Updated: 2022-04-15 10:52:29

Alvian berjalan mengelilingi setiap sudut ruangan Rosseta yang memiliki 3 lantai itu. Spanish Rosseta Restaurant, sangat terkenal dengan kemegahannya. Bahkan tidak jarang acara pernikahan melakukan recepsionis di sini. Rosseta memiliki ballroom yang luas di lantai paling ata, dan juga memiliki beberapa ruangan VIP khusus di lantai 2. Ruangan ini khusus untuk mereka yang ingin makan terpisah dari orang lain dan di lantai dasar adalah ruangan restoran biasa yang dijajaki puluhan meja makan dan kursi. Dekorasi yang bernuansa Spanyol membawa siapa saja hanyut dalam keromantisan. Bahkan alunan-alunan musik Spanyol juga begitu indah terdengar di telinga.

“Hei, kau belum cerita padaku yang tadi. Mengapa kau terlambat?” tanya Erica dari balik meja kasir pada Flowie yang mengantarkan daftar pesanan pelanggan untuk dikalkulasi oleh Erica.

Flowie mendengus sebal, “Jalanan macet sekali tadi, gara-gara ada kecelakaan,” jawabnya datar.

“Ck. Apakah tidak lebih baik jika kau berhenti saja bekerja di Sport Corner? Ini juga demi kebaikanmu. Apa kau tidak lelah bekerja dari pagi hingga siang di Green Store, dan kemudian siang hingga malam kau habiskan di sini? Sedangkan jedah waktu yang kau punya hanya 20 menit. Perjalananmu saja dari sana ke sini sudah menghabiskan 15 menit,” kata Erica menimbang-nimbang.

“Tidak, Erica. Aku masih membutuhkan pekerjaan itu. Setidaknya sampai Tyo tamat sekolah,” jawab Flowie dengan datar.

“Wah! Kau memang kakak yang luar biasa. Apakah Tyo sudah pulang ke rumah?” tanya Erica sambil menghitung beberapa lembar kertas di mesin hitungnya.

“Belum. Aku tidak mengerti apa yang ada dipikiran anak itu,” jawab Flowie dengan mata menerawang membuat Erica merasa kasihan pada sahabatnya itu.

“Ah, sudahlah. Dia hanya sedang mencari jati dirinya. Percayalah, dia akan pulang Flow,” kata Erica kemudian tersenyum. Flowie membalas dengan senyuman kecut.

“Oh yah, lantas kenapa kau bisa bertemu pak Alvian di belakang?” tanya Erica mengalihkan pembicaraan.

“Aku bertemu dengannya di belakang saat mau masuk. Aku tidak tahu dia adalah pak Alvian. Aku menyuruhnya untuk masuk dari pintu depan, karena pintu belakang hanya diperbolehkan untuk karyawan,” jelas Flowie berusaha mengingat kejadian yang tidak lama baru terjadi.

“Kau ini,” kata Erica menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Tapi kenapa dia masih muda? Aku pikir Alvian Sanchez adalah pria tua berumur 50-an atau bahkan 60-an,” kata Flowie.

“Hahaha. Dia tampan sekali bukan? Seluruh karyawan disini mengaguminya. Pria muda yang tampan dan sukses. Pacarnya pasti beruntung sekali mendapatkannya. Coba kau tebak berapa umurnya?” tanya Erica sambil mengedipkan sebelah matanya.

“Hmm, 40.” tebak Flowie asal-asalan.

“Kau ini! Apa dia setua itu? Dia masih berumur 33 tahun Flowie!!” Erica hanya mencengirkan bibirnya mendengar tebakan Flowie yang asal-asalan.

Flowie hanya terkekeh melihat sahabatnya yang bertampang seperti itu.

“Lalu apakah pak Bobby memarahimu?” tanya Erica kini menghentikan tawa Flowie. Tiba-tiba saja Flowie teringat akan perkataan Bobby tadi.

“Tidak. Aku juga bingung apa yang sebenarnya terjadi. Karena pak Bobby bilang – “ belum sempat Flowie menjelaskan, Deo -karyawan pria lain di Rosseta mencelahnya-, “Flow, pak Bobby meminta kita berdua untuk mengantarkan makanan ke ruangan VIP 1. Ruangan keluarga Sanchez,”

“Oh, Baiklah," balasnya singkat dengan senyuman dan pergi meninggalkan Erica yang menggerutu.

KLEK

Flowie membuka pintu ruangan VIP 1 dan Deo mendorong gueridon masuk ke dalam ruangan tersebut. Di atas gueridon tersebut terhidang masakan-masakan lezat khas Spanyol. Tampak sebuah meja makan letter U dengan seorang priayang berumur sekitar 50-an duduk di bangku paling ujung -bangku pemimpin biasa orang bilang- dan seorang wanita tua yang berumur hampir sama dengannya duduk di sebelah kirinya. Mereka pasti orangtua Alvian. Ketampanan Alvian tentu saja diwariskan dari kedua orang tuanya yang berdarah Spanyol dan tampan juga cantik ini. Di sebelah wanita tua itu ada wanita muda lain yang sangat cantik. Wajahya seperti boneka, dengan rambut panjang hitam bergelombang yang terurai sampai sepinggang. Dia pasti saudara perempuan Alvian. Tentu saja. Wajahnya mirip dengan Alvian. Mata hijaunya, rambut hitamnya, bahkan sudut-sudut wajahnya. Satu kata untuk keluarga ini yaitu sempurna. Mereka sempurna. Alvian duduk membelakangi pintu masuk. Dia duduk tepat di sebelah kanan ayahnya dengan seorang anak laki-laki duduk di sebelahnya. Dia pasti adalah keponakan Alvian, karena anak itu memanggil Michelle -begitu biasa orang menyapa saudara perempuan Alvian- dengan panggilan mommy.

Terdengar senda gurau di antara mereka. Sungguh itu membuat Flowie yang memandangnya merasa iri. Ia tidak pernah merasakan kehangatan keluarga seperti ini.

Flowie meletakan hidangannya satu per satu di atas meja. Alunan musik Spanyol samar-samar terdengar dari speaker yang diletakan di sudut ruangan. Begitu meletakan piring terakhir di atas meja, tiba-tiba saja Louis -Ayah Alvian- menyapa Flowie.

“Maaf nak, Apakah aku boleh tahu nama ayahmu?” tanya Louis yang membuat Flowie sedikit terkejut.

“Maaf. Aku melihat nama belakangmu, Hillebrand. Aku pikir kau- ” Louis ragu-ragu hendak melanjutkan kata-katanya ketika melihat raut wajah Flowie yang berubah muram.

“Ah. Nama ayah saya Nichollas Hillebrand pak,” jawab Flowie dengan senyum berusaha menyembunyikan kemuramannya.

Seketika wajah Louis dan Selestia -isterinya- tampak terkejut.

“Astaga! Sudah kuduga. Kau cantik, mirip sekali dengan ayahmu. Mata hazelmu benar-benar warisan darinya,” kata Louis tiba-tiba tampak bersemangat.

“Anda mengenal ayah saya pak?” tanya Flowie sedikit kaget dan bingung.

“Tentu saja. Dia adalah sahabatku. Aku sangat merindukannya,” kata Louis dengan mata menerawang.

“Benarkah? Dia pasti juga sangat merindukan anda pak,” kata Flowie tersenyum manis, menyembunyikan kesedihan yang terpantul dari sorot matanya.

"Aku juga. Aku juga sangat merindukanmu papa," batin Flowie.

“Bagaimana kabar ibumu, nak?” tanya Selestia mengarahkan pandangannya kepada Flowie.

“Dia sangat baik bu,” jawab Flowie singkat masih dengan senyuman.

“Tolong sampaikan salamku padanya. Kami memang tidak dekat, tapi aku tau dia wanita yang sangat baik dan cantik,” kata Selestia sambil tersenyum hangat kepada Flowie.

“Baik bu,” ucap Flowie.

“Oh yah nak, ini kartu namaku. Telpon aku jika kau perlu sesuatu,” kata Louis memberikan selembar kartu nama pada Flowie.

“Terima kasih, pak. Saya tidak akan merepotkan anda,” kata Flowie sambil menerima kartu nama itu dengan kedua tangannya.

“Ah. Jangan panggil aku ‘pak’, jika hanya kita-kita saja disini. Panggil aku ‘om’. Bagaimanapun, ayahmu sudah kuanggap saudaraku sendiri,” kata Louis sambil menepuk-nepuk pundak Flowie dengan lembut.

“Tapi –" Flowie hendak menyanggah, namun dipotong oleh Louis

“Tidak apa-apa. Jangan sunkan,” potong Louis cepat.

“Baiklah Om. Terima kasih,” kata Flowie pasrah dengan senyumannya.

Kemudian Flowie melangkah keluar. Sedangkan Deo sudah keluar dari tadi mendorong gueridon meninggalkan Flowie begitu siap meletakan semua hidangan. Sedari tadi juga Alvian menatap Flowie dengan tatapan yang susah diartikan. Dingin namun bitu lekat.

“Kalian mengenal keluarganya?” tanya Alvian ketika selesai memasukan sesuap makanan ke mulutnya.

“Tentu saja. Papa, Nichollas, dan Alberto adalah teman dekat semenjak SMA,” jawab Louis.

“Lantas kenapa papa tidak bertanya alamatnya jika merindukan teman papa itu?” kini Michelle bertanya pada papanya.

Louis meletakan pisau dan garpunya dan menghela nafas panjang. “Nichollas sudah meninggal 15 tahun yang lalu. Bahkan saat dia meninggal, aku sedang di Madrid. Aku benar-benar menyesal tidak bisa menemuinya untuk yang terakhir kali. Kehidupan Anna dan anak-anaknya pasti sangat berat setelah kepergian Nichollas. Bahkan putrinya kini harus bekerja sebagai pelayan,” jawab Louis dengan pandangan menerawang.

Seketika Alvian menghentikan irisan pisaunya dan menatap Louis dingin, sedangkan Michelle hanya berdecak kasihan. Alvian bisa merasakan sorotan kesedihan di mata papanya.

"Anna. Annabellin Swarez, apakah kau baik-baik saja?" batin Louis.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
hellomysillyone
jadi penasaran sebenarnya hubungan mereka ber 3 gmna
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • FLOWIE   58 – THE END, BUT NOT THEIR END

    DEGAlvian mematung. Ia sungguh tidak percaya akan apa yang ia lihat. Wanita yang sudah memporak porandakan hatinya kini berdiri di hadapannya. Bukankah Alice meninggalkannya demi cita-citanya? Bukankah Alvian merasa begitu sakit? Namun mengapa ia masih merasakan getaran yang sama saat seperti pertama sekali ia bertemu wanita ini bertahun-tahun yang lalu? Getaran yang membuatnya ingin menarik gadis ini ke dalam pelukannya.“Alice,” gumam Alvian dengan suara yang tidak kalah serak. Sepertinya sesuatu sedang tersangkut pada tenggorokannya.Luke yang tersadar lebih dahulu, menarik tangan Flowie dengan lembut dan melangkah keluar, meninggalkan mereka tanpa kata-kata pamitan. Luke hanya tidak ingin mengganggu momen yang menurutnya sangat pas untuk saling menyerukan kerinduan mereka.“Apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Alvian memecah keheningan.“Aku merindukanmu. Apakah aku masih berhak berada di sisimu?” tanya Alice dengan mata berkaca-kaca.Alice menunggu dengan harapan Alvian m

  • FLOWIE   57 – ALICE IS BACK

    “Maaf, apakah ini apartemennya Alvian Sanchez?” tanya wanita tersebut dengan sedikit ragu-ragu.“Benar. Silakan masuk,” kata Flowie mempersilakan masuk.Wanita itu menatapnya bingung. Ia menyeret kopernya memasuki apartemen Alvian.“Maaf, tapi kau siapa?” tanya wanita itu saat Flowie sudah menutup pintunya.“A-aku. Aku teman Alvian,” jawab Flowie terbata.Tunggu dulu. Mengapa ia harus terbata dan mengapa ia yang harus ditanya?Wanita itu menatap Flowie penuh selidik. Ia menatap Flowie dari bawah hingga ke atas. Flowie hanya menggenakan dress berwarna dark green dan flat shoes saat ini. Uhm, sepertinya ia lupa menata rambutnya yang hanya dikucir ekor kuda saat ini.“Dimana Alvian?” tanya wanita itu sedikit kesal.“Dia sedang keluar. Mungkin sebentar lagi kembali,” jawab Flowie mengikuti jawaban bibi Gissel padanya tadi.“Kau tinggal di sini? Siapa kau sebenarnya? Teman one night stand nya?” tanya wanita itu lagi yang membuat Flowie membulatkan matanya terkejut.“Tidak. Aku tidak tingga

  • FLOWIE   56 – I AM COMING HOME

    “Mama?” Flowie membuka sedikit pintu kamar Anna dan mendapati Anna yang sedang duduk termenung memegang rajutanAnna hanya menoleh sesaat lalu membuang muka dan melanjutkan rahutannya. Sedangkan Flowie melangkahkan kakinya masuk dan menutup pintu kamar dengan sempurna sebelum ia mengambil posisi duduk di sebelah Anna.“Aku kangen sekali dengan mama,” kata Flowie sambil memeluk Anna dari belakang dan menyenderkan kepalanya di bahu Anna.Anna hanya menghela napas dan kemudian melanjutkan aktivitasnya.“Apa yang sedang mama buat? Baju hangat? Apa ini untuk Hans, ma?” tanya Flowie berusaha memecah kecanggungan karena ia tahu Anna senang membuatkan Hans baju hangan sarung tangan bahkan topi dari wool.“Hm,” gumam Anna singkat.“Apakah mama marah karena aku sama Luke akan menikah?” tanya Flowie yang membuat Anna menghentikan rajutannya dan menoleh ke arah Flowie.“Apa kau benar-benar ingin menikah dengannya?” tanya Anna.“Hm. Aku mencintainya ma,” jawab Flowie apa adanya.Anna sekali lagi m

  • FLOWIE   55 – TRULY HOME

    “Aku tidak punya tujuan hidup ataupun impian. Aku tidak dicintai orangtuaku hingga aku memutuskan untuk pindah ke Madrid. Aku menghabiskan hari-hariku dengan bersenang-senang di sana dan aku sungguh tidak mau memikirkan persoalan kedua orangtuaku. Hingga aku pulang dan bertemu denganmu, aku kembali merasa hidup dan memiliki rencana masa depan denganmu,” Luke menatap lekat kedua mata hazel Flowie yang sudah dibanjiri air mata.“Namun belakangan, aku memahami satu hal. Ibumu tidak bersalah. Bahkan dia dan papa adalah korban permainan kotor mama dan nenekku dan mengetahuinya membuatku sangat sakit. Aku adalah rencana kotor itu, Flow. Aku adalah rencana kotor mama untuk memisahkan papa dan ibumu saat itu,” Luke terisak berusaha menekan rasa sakit di dadanya.Flowie menutup mulutnya tidak percaya, air mata tidak henti keluar dari mata cantiknya.“Sebelum kecelakaan, aku baru mengetahui bahwa kau adalah anak dari Mrs. Annabelline, dan aku merasa sangat sesak, Flow. Aku sudah sangat jatuh ci

  • FLOWIE   54 – THE PAIN

    Sepanjang makan malam mereka membicarakan hal-hal yang Flowie tidak mengerti, namun entah mengapa Flowie merasa Luke tidak terlalu menyukai pertemuan ini. Padahal sikap keluarganya tidak seburuk yang Flowie bayangkan, mengingat betapa mengerikannya Elya.“Jadi kalian sudah memutuskan tanggalnya?” tanya Diego tiba-tiba kepada Luke dan Flowie.“Dua minggu dari sekarang,” jawab Luke mantap yang membuat Flowie menoleh kearah Luke dengan tatapan tidak mengerti.“Kenapa cepat sekali, Luke?” tanya Alberto.“Kami sudah memutuskannya, pa. Jangan dipikirkan lagi. Aku akan mengurus semuanya.” jawab Luke kemudian mengelap lembut bibirnya dengan napkin.Flowie yang tidak mengerti apapun yang mereka bicarakan hanya diam saja dan kemudian ia meraih gelas berisi wine dan meneguknya cukup banyak. Entah mengapa wine ini sungguh terasa nikmat di tenggorokan Flowie.“Baiklah. Siapkan pesta yang besar untuk mereka Alberto,” kata Diego.“Baiklah pa,” kata Alberto mengangguk setuju.“Tidak perlu, kek. Aku s

  • FLOWIE   53 – CROOSE FAMILY

    Flowie mengerjapkan matanya berkali-kali. Hal pertama yang ia dapat adalah wajah Luke yang tampak sibuk dengan sesuatu di i-padnya. “Uhmm,” Flowie berdeham pelan. Tenggorokannya terasa begitu kering. Sudah berapa lama ia tidur? Bukankah sebelumnya ia tertidur di pesawat? Lalu kenapa ia sekarang tidur di paha Luke? Dan kenapa mereka berada dalam mobil? “Kau sudah bangun, sayang?” tanya Luke ketika menyadari Flowie yang sudah terbangun. “Kita di mana? Di mana Hans?” tanya Flowie sambil mengucek matanya. “Hans tertidur di kursi belakang. Kita sedang dalam perjalanan menuju apartemen,” jawab Luke sambil mengelus rambut cokelat Flowie. Mendengar kata apartemen, membuat Flowie tiba-tiba bangkit dari rebahannya dan menatap Luke tidak setuju. “Tidak, Luke. Aku tidak mau kembali ke apartemenmu!” Flowie menggeleng kuat. Luke menarik Flowie ke dalam pelukannya. “Ssst! Tenanglah, sayang. Aku tidak akan membawamu ke situ, kita sedang di Swiss, kita akan ke apartemenku yang ada di Swiss maks

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status