Share

6 – MEET BY ACCIDENTS

Setelah melakukan perjalanan yang ditempuh 10 menit, Flowie dan Tyo tiba di mal terdekat. Tyo melepas kemeja sekolahnya, kini dia hanya menggenakan baju dalamnya yang berwarna hitam. Baju hitam ketat yang membentuk otot-ototnya tubuhnya membuatnya terlihat keren. Tentu saja Tyo keren. Dia memiliki mata yang sama dengan Flowie, hanya rambutnya saja yang cokelat tua kehitam-hitaman, seperti Anna, ibu mereka. Kulitnya yang putih dan tinggi badannya yang 180 melengkapi ketampananya. Flowie yang tingginya hanya 160 tampak hanya sebahunya.

“Kau mau beli sepatu apa?” tanya Flowie kepada Tyo sambil melangkah menuju mal di hadapan mereka.

“Sepatu basket kak, Tapi kenapa kita tidak beli di Sport Corner tempat kau bekerja saja kak?” tanya Tyo kepada Flowie sambil melihat kanan kiri untuk melihat mobil yang lalu lalang saat mereka hendak menyeberang.

“Apa kau ingin memerasku? Barang-barang di Sport Corner itu mahal semua. Harga sepasang sepatunya saja sama dengan 1 bulan gajiku,” kata Flowie mengomel sambil terus melangkahkan kakinya tanpa melihat ada sebuah mobil Mercedes Benz GLK hitam melaju cukup kencang dari arah kanannya.

CIIITTTTTTT!!!

“Awas kak!!” teriak Tyo sambil menarik Flowie ke dalam pelukannya yang nyaris tertabrak bersamaan dengan berhentinya mobil itu. Jantung Flowie serasa ingin meledak. Kecelakaan yang nyaris saja menimpanya membuat Flowie tampak gemetaran. Dia membanamkan wajahnya dalam-dalam di dada Tyo yang bidang dan mencengkram baju Tyo dengan kedua tangannya yang gemetaran.

Pria yang mengemudikan mobil tampak acuh tak acuh. Dia memandang tajam Tyo dan Flowie dari balik kacamata hitamnya sepersekian detik sebelum melemparkan pandangan lurus ke depan sambil mendengus sebal, tapi pria yang duduk di sebelahnya memilih turun dan menghampiri Tyo dan Flowie.

“Kalau naik mobil itu hati-hati! Kalian hampir saja mencelakai kakakku!” ucap Tyo marah menatap tajam kepada pria yang kini berdiri di hadapannya. Sebelah tangannya merangkul Flowie erat.

“Maaf. Tadi kami tidak melihat kakakmu menyebrang. Kejadiannya begitu cepat. Apa ada yang terluka?” tanya Pria itu kini melepas kacamata rayban cokelatnya dan beralih menatap Flowie yang masih menyembunyikan wajahnya di dada Tyo.

Flowie membalikan badannya perlahan untuk melihat pria tersebut. Ia menggeleng pelan, namun tangannya masih mencengkram baju Tyo. Wajahnya masih terlihat pucat karena kaget bukan main.

"Flowie?!" gumam pria yang duduk di jok supir dengan kaget. Ia melepas kacamatanya untuk memastikan apa yang dia lihat dari dalam mobil adalah benar, dan ternyata memang benar. Gadis yang hampir ditabraknya adalah Flowie.

Pria menimbang-nimbang, apakah ikut turun untuk melihat kondisi Flowie atau tidak.

“Baguslah. Maaf telah membuatmu terkejut nona," kata Pria itu tanpa ekspresi di wajahnya yang dibalas juga dengan wajah datar oleh Flowie.

“Baiklah. Apa perlu kita berobat saja?” tanya Pria itu menatap Flowie dan Tyo bergantian.

“Tidak usah! Kami buru-buru,” jawab Tyo ketus.

"Cih. Bocah ini!" gerutu pria itu dalam hati.

“Baiklah. Kalau gitu terimalah ini. Kalau nanti ternyata ada yang terluka, segera hubungi aku," kata Pria itu memberikan selembar kartu nama kepada Flowie.

Flowie menerimanya dengan ragu-ragu. Pria itu membalikan badan dan masuk ke dalam mobil, lalu mobil mewah itu melaju kencang meninggalkan mereka. Flowie memandang mobil itu hingga mobil itu memasuki basement, kemudian Flowie mengamati kartu nama yang diberikan Pria tadi. ‘Luke Croose’ -nama Pria yang tampan itu- dan Alvian adalah pengemudi yang hampir menabrak Flowie.

===

“Ha. Akhirnya. Aku lelah sekali,” kata Luke seraya menjatuhkan dirinya di atas sofa ketika mereka tiba di apartemen Alvian.

“Kenapa kau tidak pulang ke rumahmu saja? Atau ke apartemenmu?” tanya Alvian sambil berjalan menuju kulkas.

“Apa kau tidak suka aku menginap di sini? Kau sedang mengusirku?” tanya Luke menatap tajam ke arah Alvian.

Alvian tertawa ringan mendengar pertanyaan sahabatnya itu.

“Bukan begitu, kau bilang ibumu sakit, tapi kau malah kemari,” jelas Alvian sambil memberikan bir kaleng kepada Luke.

Luke merubah posisinya dari telentang kini sudah duduk dan menerima minuman yang diberi Alvian.

“Aku tidak yakin dia benar-benar sakit. Aku sudah menjual apartemen lamaku melalui Andreas, besok aku akan cari apartemen lain, jadi aku akan menginap beberapa hari di sini. Aku tidak suka ibuku tahu di mana aku tinggal. Ia selalu saja menguber-uberku,” jelas Luke kemudian setelah meneguk bir kalengnya.

“Apa dia menjodohkanmu lagi?” tanya Alvian.

Luke menghela nafas panjang. “Ya begitulah,” jawabnya singkat dan malas.

Alvian yang sangat mengerti persoalan Luke, hanya diam melihat sahabatnya itu.

“Tinggallah selama yang kau mau,” kata Alvian tersenyum tipis.

“Thanks Al,” balas Luke tersenyum sambil mengeluarkan jari berbentuk Love yang membuat Alvian melemparnya dengan bantal sofa.

“Bagaimana dengan mobilmu? Kau bisa menaiki Audy-ku kalau kau mau,” tawar Alvian.

“Tidak usah. Aku sudah menyuruh sekretarisku mengantar mobilku ke sini besok pagi,” jelas Luke yang disambut anggukan Alvian.

“Oh ya, Al. Bagaimana kabar Alice? Kau tidak menyusulnya ke Jerman?” tanya Luke tiba-tiba yang membuat wajah Alvian berubah menjadi muram.

Kali ini Alvian yang menghela nafas panjang. “Aku rasa dia baik-baik saja. Ini semua kan pilihannya. Dia lebih memilih pendidikannya dari pada aku, jadi dia harus baik-baik saja,” jawab Alvian panjang lebar sambil tersenyum kecut.

“Apa maksudmu dengan ‘aku rasa’? Kau tidak benar-benar mengetahui keadaanya? Kalian sudah putus?” tanya Luke kini menatap Alvian dengan mata membulat sempurna.

“Entahlah. Sudah 6 bulan aku tidak mendapat kabarnya. Aku-” jawab Alvian tidak menerusi perkataannya dan melempar pandangan ke luar jendela apartemennya.

“Aku hanya lelah Luke," sambungnya lagi dengan mata yang menerawang.

Luke yang mengetahui cerita pahit tentang Alvian yang ditinggalkan Alice, memilih untuk diam. Keheningan cukup lama terjadi di antara mereka. Seolah mereka hanyut dalam pikiran dan perasaan mereka masing-masing.

===

Flowie sedang merapikan beberapa sepatu yang tadi sempat berantakan dibuat oleh pelanggan untuk mencocokan warna dan ukuran yang pas. Dia memasukan sepatu-sepatu itu kembali ke dalam kotak dan ingin menyusunnya ke atas rak yang paling atas. Saat Flowie menarik tangga menuju rak yang dituju, sebuah mobil datang dan parkir tepat di depan kaca toko yang Sport Corner. Dari dalam mobil terlihat Luke yang melepaskan safety belt-nya dan melihat ke dalam toko yang tampak jelas melalui kaca beningnya. Tiba-tiba saja matanya menangkap Flowie yang sedang menaiki tangga dan membawa 3 kotak sepatu sekaligus dengan sebelah tangan.

"gadis itu," batin Luke langsung mengenali Flowie dan mengingat kejadian kemarin sore. "Sempitnya dunia ini," gumam Luke lagi sambil menghela nafas, sembari turun dari mobilnya dan melangkah masuk ke dalam toko.

Pria berbadan Atletis itu hanya menggenakan kaos hitam dan celana pendek selutut. Kaos lengan pendek yang digunakannya sedikit ketat dan menunjukan otot-otot lengannya dan itu membuatnya terlihat seksi di mata wanita. Kaca mata hitam yang digunakannya kini dilepaskannya saat memasuki pintu Sport Corner. Karyawan lain sudah menyambutnya di pintu masuk.

“Selamat siang pak Luke Croose. Ada yang bisa saya bantu?” sapa Vina, karyawan wanita yang bergeming melihat ketampanan Luke.

Running shoes ada di bagian mana?” tanya Luke datar sambil memperhatikan sekeliling.

“Di barisan paling sudut, pak. Mari saya antarkan,” tawar Vina masih dengan senyum sumringahnya.

“Tidak perlu. Aku bisa sendiri. Tetaplah menyambut pelanggan di depan pintu,” tolak Luke dengan sopan.

“Baiklah pak," balas Vina dengan sedikit kekecewaan.

Luke berjalan ke rak sepatu paling sudut untuk mencari running shoes. Sebenarnya Basket adalah olahraga kegemarannya, bahkan sejak SMP. Dulu dia lebih memilih bolos dari kelas untuk bermain basket seharian untuk melepaskan stresnya, namun seiring bertambahnya usia, Luke lebih memilih jogging sebagai olahraganya saat ini. Luke baru menyadari tadi pagi bahwa dia meninggalkan beberapa sepatunya di Madrid, termasuk sepatu larinya. Tentu saja dia tidak membawanya, karena dia memang tidak berencana untuk pindah kemari. Dia hanya mengunjungi ibunya yang katanya sakit.

Luke menemukan Flowie di sudut ruangan yang sedang menyusun 3 kotak sepatu di lantai. Sepertinya dia berhasil menyusun 3 kotak sepatu sebelumnya. Kini tersisa 3 kotak lagi. Dia melakukan hal yang sama, menaiki tangga dengan sebelah tangan dan tangan yang lain mengangkat 3 kotak sepatu sekaligus. Luke mengabaikannya dan memperhatikan beberapa sepatu yang ada di depannya. Flowie sama sekali tidak menyadari bahwa pria yang berdiri di belakangnya dan sedang memilah-milah sepatu adalah Luke. Saat Flowie hampir mencapai puncak, tiba-tiba saja ia kehilangan keseimbangannya.

“KYAAA!!” teriak Flowie yang menjatuhkan 3 kotak sepatu yang dibawanya dan disusul tubuhnya yang ikut terjatuh. Teriakannya membuat Luke spontan menoleh dan berlari ke arahnya dengan cepat.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
hellomysillyone
gw bayangi Luke tampan bgt ni anj
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status