Share

5 – FINDING YOU LITTLE BOY

SRUTTTTT!!

Tyo menyedot habis minuman dingin di gelasnya. Kini yang tersisah hanya beberapa es batu dalam gelasnya. Flowie hanya menatapnya sambil melipat kedua tangannya di dada, dan menyandarkan badannya di kursi. Sebenarnya Flowie sudah makan. Tapi dia tahu kalau Tyo pasti sangat lapar.

“Dari mana saja kau selama 2 hari ini? Mengapa HP-mu tidak pernah aktif?” tanya Flowie sedikit marah yang membuat Tyo berhenti menyerumput minumannya dan mengalihkan pandangan ke arahnya.

“A-aku menginap di apartemen Edward. HP-ku-” jawab Tyo tidak menuntaskan perkataannya Dia bahkan belum menyiapkan jawaban yang pas mengapa ponselnyanya tidak aktif, karena sudah pasti memang sengaja dinonaktifkan olehnya.

Flowie yang sepertinya tau apa yang dipikirkan adiknya hanya berdecak sebal. Dia melemparkan pandangan ke arah lain.

“Maaf kak. Aku hanya tidak ingin di rumah,” kata Tyo dengan lirih sambil menundukan kepala.

“Apa yang kau lakukan di sana? Mabuk-mabukan?” tanya Flowie kini menatap tajam Tyo.

“Tidak. Aku sudah lama tidak melakukannya,” jawab Tyo cepat.

“Lalu kenapa kau pergi?” tanya Flowie dengan kesal. Tyo hanya menunduk.

“Gara-gara aku memarahimu?” tanya Flowie lagi.

Beberapa hari yang lalu memang Flowie sempat memarahi Tyo yang meminta dibelikan sepatu basket pada ibu mereka di saat keuangan sangat krisis. Tyo memang sangat menyukai olahraga tersebut, bahkan sewaktu dia duduk dikelas XI dia terpilih menjadi kapten tim basket sekolahnya. Sekarang dia tidak menyandang kapten lagi, karena memang peraturan sekolah tidak menizinkan siswa kelas XII untuk terlibat program-program apapun jenisnya mengingat mereka harus fokus kepada ujian akhir.

“Bukan itu kak," sergah Tyo buru-buru.

"Yah itu salah satunya. Tapi aku hanya tidak suka melihat kau dan mama bekerja keras. Sedangkan aku tidak bisa melaukan apa-apa. Pada saat aku melakukan kesalahan, kalian langsung memarahiku. Aku tahu kalian sangat lelah harus bekerja mati-matian untuk kehidupan kita. Aku hanya-” lanjutnya lagi dengan suara serak.

“Aku hanya merasa tak berguna," sambungnya lagi dengan lirih.

Flowie menatap dalam-dalam mata Tyo. Dia seperti melihat matanya sendiri. Tersorot kesedihan dalam mata Tyo. Tyo, adik bungsu kesayangannya, yang telah ditinggalkan ayahnya sebelum Tyo sempat mengingat wajah ayahnya. Tentu saja, saat itu Tyo baru berusia 2 tahun. Kini dia tumbuh dengan perasaan yang sangat senstif dan ini selalu membuat Flowie ingin memeluk adik tampannya ini.

“Setidaknya aku tidak ingin menyusahkan kalian. Aku akan pergi sementara mencari kerja. Kalau sudah dapat, aku akan kembali,” jawab Tyo dengan sungguh-sungguh.

Flowie menghela nafas panjang. Ternyata Tyo belum dewasa.

“Kau ini bodoh atau apa?” tanyanya sambil menjitak kepala Tyo yang disambut rintih kesakitan Tyo.

“Aku saja yang sudah tamat SMA susah mencari kerja, apalagi kau yang masih sekolah. Bahkan aku lebih baik dari padamu. Aku selalu dapat peringkat 1. Sedangkan kau? 10 besar saja tidak masuk. Cih,” sambung Flowie lagi yang membuat Tyo memanyunkan bibirnya.

“Enak saja. Semester ini aku mendapatkan peringkat 6!” seru Tyo tidak mau kalah.

Flowie menggelengkan kepala. “Tetap saja itu tidak masuk hitungan. Dunia kerja mencari yang terbaik,” timpal Flowie yang mematahkan semangat Tyo.

Tyo semakin cemberut mendengar sang kakak. Kemudian dia bersandar pada kursinya.

“Sudahlah. Ayo kita pergi. Tidak ada yang memintamu untuk bekerja. Kami hanya ingin kau fokus pada sekolahmu. Apalagi sebentar lagi kau akan ujian akhir. Kalau kau tidak lulus, aku benar-benar akan menendangmu,” sambung Flowie lagi diakhiri dengan ancaman.

“Tentu saja aku akan lulus,” kata Tyo mendengus sebal.

“Baguslah. Ayo kita pergi jalan-jalan sebentar. Lalu pulang ke rumah,” kata Flowie seraya berdiri dari kurisnya.

“Kita mau kemana?” tanya Tyo bingung yang tiba-tiba melihat kakaknya bersemangat.

“Aku akan membelikanmu sepatu,” jawab Flowie sambil menarik Tyo dari kursinya, dan berjalan keluar.

“Aku tidak sungguh-sungguh memintanya,” kata Tyo membuang muka.

Flowie tersenyum melihat wajah Tyo yang tampak dibuat-buat serius.

“Sejak kapan Tyo kami yang tampan ini bersikap jual mahal?” tanya Flowie sambil menarik sebelah pipi Tyo dengan gemas.

“Kakak, jangan begitu! Aku kan malu. Nanti gadis-gadis lain mengira kau pacarku. Aku kan tidak mau dibilang pacaran sama tante-tante,” kata Tyo megusap pipinya yang memerah karena dicubit Flowie.

Seketika mata Flowie melotot kesal. “Apa? Tante-tante? Enak saja! Walaupun begini, aku masih jauh lebih cantik dari pada teman-teman perempuanmu di sekolah. Sangat banyak yang mengejarku dulu,” kata Flowie kesal sambil berkacak pinggang.

“Hahahah. Tapi sampai sekarang kau tidak mempunyai pacar kak,” ejek Tyo sambil tertawa lepas mendengarkan celoteh Flowie.

Seketika Flowie melotot mendengar tawa Tyo, namun setelah beberapa saat kemudian dia ikut tertawa.

Mereka menaiki bus kota untuk pergi ke mal terdekat.

“Tapi kak, apa kau memang tidak pernah menyukai seorang pria manapun?” tanya Tyo penasaran kepada Flowie ketika mereka sudah duduk di dalam bus kota.

“Tentu saja pernah. Kau pikir aku tidak normal?” tanya Fowie kesal.

Pacar? Memang benar Flowie tidak memilikinya. Tapi bukan berarti dia tidak pernah menyukai pria. Tentu saja dia pernah menyukai seorang pria. Sudah lama sekali, sewaktu dia masih duduk di bangku SMA.

FLASH BACK

Sewaktu duduk di bangku SMA, dia pernah menyukai kakak kelasnya. Pria bernama Dave. Dave sungguh manis. Tidak terlalu tampan, namun sungguh keren. Dia adalah kapten tim basket SMA dan dia juga adalah seorang ketua OSIS. Satu kata. Sempurna. Namun, sayang hingga kelulusannya, Dave tidak pernah melirik Flowie sekalipun. Sekalipun? Ralat. Dia pernah berbicara pada Flowie sekali.

Pada saat itu Flowie hendak ke kamar kecil dan dia berpapasan dengan Dave. Flowie yang sudah salah tingkah sendiri mempercepat langkahnya dan tiba-tiba saja suara berat Dave menghentikan langkahnya.

“Maaf,“ panggil Dave yang menghentikan langkah Flowie.

"Kak dave memanggilku? Benarkah ini Tuhan?" batin Flowie senang.

Flowie membalikkan badan dan mengangkat wajahnya untuk melihat Dave yang cukup tinggi itu. Astaga! Wajah Dave jauh lebih tampan jika dilihat dari dekat. Pria berdarah Chinese-Indo ini benar-benar membuat Flowie melted.

“Ya kak?” tanya Flowie dengan senyuman termanisnya setelah puas mengamati ciptaan Tuhan yang luar biasa di hadapannya ini.

“Ah. Maaf. Ini punya kamu tadi terjatuh,” kata Dave sambil memberikan ‘sesuatu’ kepada Flowie.

Seketika mata Flowie serasa ingin meloncat keluar dari tempatnya saat melihat pembalut yang diberikan Dave kepadanya.

“Ah. Maaf kak,” lirih Flowie dengan wajah merah bak kepiting rebus, lalu merampas pembalut itu dan lari meninggalkan Dave yang tersenyum jahil kepadanya.

Itulah pertama dan terakhir kalinya Dave berbicara padanya, dan itu semua berkat pembalutnya yang terjatuh.

“Hahahahahahahahahah,” tawa Tyo begitu lepas mendengarkan cerita Flowie. Seisi bus kini menatap mereka aneh.

“Hentikan tawamu, bodoh. Kau membuatku malu,” kata Flowie gemas dengan sedikit mencubit perut Tyo.

Tyo langsung membungkam mulutnya dengan kedua tangannya, namun wajahnya yang kemerahan menunjukan dengan jelas dia susah payah menahan tawanya.

===

Luke berjalan dengan gagahnya melewati pintu kedatangan airport sambil menyeret kopernya. Kacamata rayban yang digunakannya menambah ketampanannya saat itu. Tidak sedikit wanita mencuri-curi pandang padanya.

“Luke!” teriak Alvian memanggil namanya, membuat Luke menoleh mencari sumber suaranya. Tampak olehnya Alvian berjalan menujunya dengan senyuman yang lebar. Sangat jarang Alvian bisa tersenyum seperti ini.

“Hai, brother. Apa kabar?” sapa Luke sambil memeluk Alvian erat.

Alvian membalas pelukan itu sambil menepuk-nepuk punggung Luke.

“Aku sangat baik. Kau bagaimana? Apa yang membuatmu pulang? Ini bahkan bukan akhir tahun,” tanya Alvian balik seraya melepaskan pelukan.

Ia tahu benar Luke biasanya hanya pulang akhir tahun. Namun sudah 3 tahun ini dia bahkan tidak pernah pulang.

Luke melepas kacamatanya. “Aku merindukanmu," Jawabnya dengan senyuman menggoda.

“Aku serius Luke,” kata Alvian tertawa geli sambil meninju ringan perut Luke.

Luke tertawa dan merangkul pundak sahabatnya itu. “Sudahlah. Nanti aku cerita. Ayo kita makan. Aku sangat lapar,” ujar Luke sambil menyeret kopernya.

“Kau mau makan di mana? Rosseta?” tanya Alvian.

“Aku bosan dengan masakan Spanyol. Ayo makan mie rebus yang sangat pedas. Aku ingin makan yang pedas-pedas. Setelah itu temani aku jalan-jalan sebentar. Aku benar-benar merindukan negara ini,” jelas Luke.

Alvian hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Luke. Dua pria ini, Luke dan Alvian memiliki beberapa kemiripan. Tenang dan misterius. Tidak suka keterbukaan dan keras kepala. Hanya saja Luke sedikit lebih talkactive dari pada Alvian, sedangkan Alvian terlalu pendiam. Dua pria tampan ini berjalan sambil bersenda gurau di sepanjang koridor airport menuju mobil Alvian, melewati orang-orang yang melihat mereka penuh kekaguman. Baik wanita ataupun pria, mengagumi ketampanan mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status