Share

BAB 6

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2023-04-01 11:51:51

"Mas, aku mau ganti nama Irena," ucap Dania tiba-tiba sembari menundukkan kepala. Aku menoleh sekilas ke arahnya lalu menghela napas.

"Kenapa harus diganti, bukankah kamu sendiri yang bilang saat itu sangat menyukai nama itu. Nama yang cantik menurutmu?"

"Iya, tapi itu sebelum aku tahu siapa Irena di hidupmu. Mana bisa aku satu atap dengan perempuan lain yang masih mengakar kuat dalam hatimu?" ucapnya tanpa ragu. Dia menatapku, kedua mata kami pun beradu.

"Satu atap dengan perempuan lain?" Aku mencoba tertawa mendengar kekonyolannya. Bagaimana disebut perempuan lain, sementara Irena adalah anaknya sendiri bukan perempuan lain. Ada-ada saja.

"Iya. Jelas perempuan lain, sebab kamu masih menanti Irenamu kembali. Kamu sengaja menyematkan nama itu untuk anak kita karena dalam hatimu masih begitu mengharapkannya. Aku nggak mau tiap kali terdengar nama Irena lantas kamu teringat mantanmu.

Lagi-lagi aku kembali tertawa mendengar kekonyolannya itu. Sengaja terbahak agar dia yakin bahwa pergantian nama itu hanya kekonyolan semata.

Masih teringat betul saat melahirkan dulu, mama menanyakan nama untuk cucunya. Dengan senyum termanisnya Dania bilang, "Ma, namanya Irena Prameswari Bagaskara."

Kedua mata mama membola. Dia mencariku di sudut ruang berbau obat itu untuk menginterogasi. Sengaja aku masih sembunyi di dalam toilet saat mama baru saja datang.

"In-- Inera Prameswari?" tanya mama begitu gugup.

"Iya, Ma. Belakangnya pakai nama papanya. Kenapa, Ma? Bagus, kan?" Dania terdengar begitu ceria saat mengucapkannya di depan mama.

"Jangan pakai nama itu, Dania. Kurang pas buat si cantik ini," ucap mama dengan nada bergetar.

"Cantik kok, Ma. Aku suka. Memangnya ada yang salah dengan nama itu, Ma?" suara Dania mulai bernada curiga. Mama gugup lalu menggeleng pelan saat aku keluar dari toilet dan beradu pandang dengannya.

"Pasti Bian yang kasih nama, kan?" tuduh mama kemudian. Dia masih menatapku tajam.

"Iya, Ma. Sudah Mas Bian siapkan jauh-jauh hari, kasihan juga kalau nggak kepakai. Lagipula aku suka namanya, Ma. Nggak apa-apa kan pakai nama itu?" Dania masih saja merayu mama. Mama yang saat itu begitu geram menatapku.

"Mama nggak suka namanya, Nia. Memangnya nggak ada nama lain yang lebih cantik?" Mama masih mencoba merayu Dania, tapi lagi-lagi dia terlalu menuruti perintahku. Aku yakin dia nggak akan mau menuruti perintah mama kali ini.

"Itu saja, Ma. Memangnya kenapa sih mama kok kelihatannya nggak suka banget dengan nama itu?" cecar Dania lagi membuat mama terdiam seketika.

"Nggak ada. Mama hanya kurang suka saja," balas mama kemudian. Kudengar maaf dari bibir Dania dan nama itu tetap menjadi pilihannya hingga detik ini. Detik di mana dia tiba-tiba ingin mengubah nama Irena.

Aku mendesah. Menatap netranya yang mulai basah. Di hadapanku Dania masih berdiri, terpaku dengan kedua tangan saling menggenggam.

"Aku pikir, kamu sama sepertiku, Mas. Sama-sama memiliki masa kelam, tapi berusaha melupakannya dalam diam. Namun dugaanku keliru, kamu masih menyebut namanya dalam doa. Aku mendengarnya saat kamu salat malam kemarin. Sakit hati ini mendengarnya, Mas." Lirih kudengar kembali protesnya. Air mata mulai membasahi pipinya.

"Irena Prameswari? Itu nama anak kita. Jelas aku menyebutnya setiap hari dalam doa, Nia. Kamu jangan mengada-ngada," bantahku lagi. Mencoba kembali meyakinkannya.

Dania mendongak lalu tersenyum tipis menatapku. Seolah meremehkan apa yang kuucapkan.

"Iya, nama anakku yang juga nama mantan kekasihmu. Sayangnya, tiap kali kamu menyebut nama anakku, kamu pasti juga mengingat namanya. Dia yang tak pernah lepas dari benakmu, Mas. Bahkan kamu juga sering mengigau namanya. Bodohnya aku selama ini, kupikir kamu terlalu menyayangi anakku hingga sering menyebut namanya dalam tidurnya. Ternyata dugaanku keliru, sebab bukan Irenaku yang kamu sebut, melainkan Irenamu," sambungnya begitu yakin.

Lagi-lagi aku menggeleng. Terus bersandiwara agar dia tak kecewa. Walau bagaimanapun, Irena dan Dania adalah tanggungjawabku.

Aku pernah berjanji pada Irena, akan menjadikan istriku seperti ratu dan anakku seperti seorang putri. Kini, aku berusaha menepati janjiku meski ternyata bukan dia ratuku. Aku bukan laki-laki munafik yang tak mengingat janjinya sendiri.

"Sudahlah, Dania. Jangan mengungkit itu lagi. Irena sudah nggak ada. Aku juga nggak tahu dia di mana setelah perpisahan empat tahun lalu yang tiba-tiba itu. Selama ini, aku selalu berusaha menjadi suami dan papa yang baik, bukan? Apakah itu tak cukup membuat kalian bahagia?"

Dania menggeleng, lalu menyeka buliran bening yang mulai menetes di kedua pipinya. Mengalir deras dari porosnya.

"Dulu mungkin iya. Saat aku masih terlalu bodoh dan polos. Namun kini, aku sadar jika itu semua hanya fatamorgana. Antara ada dan tiada. Kamu memang ada dengan segala tanggungjawabmu, tapi kamu tiada sebab hatimu tak ada di sini. Kita seatap, tapi ternyata tak semisi."

"Nggak, Nia. Aku tetap menganggap kalian adalah sebagian dari hidupku. Sementara Irena hanya bagian diary usang dari masa lalu. Bukankah kamu bilang, jika masa lalu baiknya dibuang? Sebab hanya akan merecoki bahagia di masa mendatang?" Dania kembali tersenyum. Kedua matanya yang basah menatapku tak berkedip beberapa saat lalu menunduk lagi.

"Aku menepati janjiku untuk melupakannya meski terlalu sulit. Kamu tak tahu bagaimana rasaku menekan sedemikian cinta dan rindu itu hanya demimu. Namun ternyata kamu justru masih menyimpan namanya di setiap hembus napasmu. Terlalu bodohkah aku?"

"Nggak. Kamu salah, Nia. Lagipula buat apa membicarakannya. Bukankah dia sudah tak ada? Aku tak pernah melihatnya sejak menikah denganmu. Jangankan melihat, mendengar kabarnya saja tak pernah. Aku tak tahu dia masih ada atau ...."

"Tiada," sambungnya cepat. Aku hanya menatapnya sekian detik lalu terdiam.

"Bahkan kamu terlalu takut mengatakan dia tiada, sebab dalam hatimu masih mengharapkannya," ucapnya lagi.

"Aku sudah berusaha menjelaskan apa yang kurasa. Namun sepertinya kamu tak percaya. Lantas aku harus bagaimana, Nia? Padahal selama menikah, aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untukmu. Apakah itu tak cukup membuktikan bahwa aku berusaha menepis masa lalu dan menerimamu sebagai masa depanku?"

"Untuk sekarang, aku hanya ingin mengganti nama Irena. Tiap kali menyebut namanya, selalu teringat bagaimana kamu terlalu mencintainya dan itu membuatku cemburu." Aku kembali terkekeh mendengar keluhannya.

"Bahkan kamu cemburu dengan dia yang mungkin saja sudah tiada?" sindirku kemudian.

"Tiada di dunia sebenarnya, tapi tak pernah tiada dalam duniamu," lanjutnya lagi. Aku hanya menggelengkan kepala, mencoba meyakinkannya dengan tawa bahwa kekhawatirannya hanya kekonyolan semata.

"Aku mau ganti nama, Mas." Lagi-lagi Dania bersikukuh dengan keputusannya.

"Memangnya kamu mau ganti nama apa? Kasihan Irena kalau harus ganti nama segala," balasku tak mau kalah.

"Ganti saja namanya Irena Prameswari Syahreza," ucapnya yakin. Dia mendongak dengan tatapan tajam ke arahku yang kini tersedak mendengar jawabannya.

"Syahreza? Gila kamu, Nia. Dia anakku bukan anak laki-laki itu!" ucapku sedikit membentak. Namun Dania hanya tersenyum tipis seolah mengejek.

"Kamu lupa, Mas? Dia anakku, bukan anak perempuan itu. Lantas kenapa kamu juga menyematkan namanya untuk anakku?"

💕💕💕

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 5 : BIAN [TAMAT]

    Pov : BIANLima kali bertemu dengan gadis itu, membuatku semakin yakin jika dia memang bidadari yang Allah kirimkan untuk melengkapi hidupku. Dia yang sederhana, tapi terlihat nyaris sempurna. Tak ingin seperti laki-laki lain yang mengajaknya pacaran demi embel-embel saling mengenal, aku lebih nyaman mengikuti pesan mama untuk langsung melamarnya. Selain umur tak pantas lagi mengobral cinta, status duda juga membuatku sadar diri bahwa aku tak muda lagi. Urusan ditolak atau diterima urusan nanti. Yang penting aku sudah berusaha mengutarakan isi hati. Setelah aku memberinya waktu untuk istikharah selama seminggu. Akhirnya waktu yang ditunggu pun tiba. Waktu di mana Maura akan mengatakan pilihannya untuk mengiyakan atau menolak niat baikku. Tak mengapa kalaupun dia menolak. Aku cukup sadar diri, terlalu banyak perbedaan antara kami. Lagipula, aku juga tak ingin dia menerima lamaran ini karena terpaksa. Aku tak ingin dia seperti Dania beberapa tahun silam yang terpaksa mengiyakan per

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 4 : BIAN

    Pov : BIANSeperti itulah awal perjalan cintaku dengan Maura. Aku yang tak berani mengungkapkan cinta karena merasa bukan pria idamannya dan dia yang memilih diam menunggu pria baik melamarnya. Setidaknya seperti itulah yang dikatakan sang mama. Hingga aku memberanikan diri untuk melamarnya detik ini. Tak ingin kembali menyesal, andai ada laki-laki lain yang lebih dulu melamar bahkan ingin segera mengikatnya dalam kehalalan. Iya, aku tak ingin menyesal ke sekian kalinya. Disaksikan mama dan anak kesayanganku Rizqi, aku kembali ke rumah ini. Rumah dengan dua lantai berwarna hijau pupus. Ada seorang laki-laki lain yang memang sudah lebih dulu datang. Laki-laki tampan, sepertinya juga mapan dan berpendidikan. Dia terlihat begitu akrab dengan mama dan papa Maura. Sementara aku duduk dengan gelisah dan tak tenang. Rasanya ingin mengajak mama untuk pulang, tapi sayangnya mama masih cukup sibuk ngobrol dengan Tante Lydia. "Pa, jangan khawatir. Tante Maura pasti lebih memilih papa," bisik

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 3 : BIAN

    Pov : BIAN "Maura maunya laki-laki yang lebih dewasa, lebih ngemong dan setia, yang pasti bisa bimbing dia ke jalanNya." "Maura nggak suka pacaran sebelum nikah. Dia ingin pacaran setelah halal karena semua jadi berpahala dan InsyaAllah berkah." "Maura memang masih ingin sendiri, tapi jika ada laki-laki baik melamarnya, kenapa enggak? Tak ada salahnya menikah muda asalkan sudah siap segala konsekwensinya." Cerita-cerita mama barusan membuatku bertanya-tanya. Mungkinkah aku ada di salah satu pria idamannya? Bibirku kembali tersenyum saat membayangkan pertemuanku dengannya kemarin sore secara tak disengaja. Aku yang tengah memperhatikan Rizqi dan Rena di alun-alun tak jauh dari rumah mama, mendadak bertemu dengannya yang juga tengah mengantar keponakan-keponakannya bermain di sana.Tiap kali weekend, tempat itu memang ramai pengunjung. Pedagang kaki lima pun banyak berjejeran, menjajakan aneka kuliner murah meriah yang unik dan enak di lidah. Tak hanya golongan menengah ke bawah

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 2 : BIAN

    Langit gelap. Mendung menggantung di sana. Sepertinya sebentar lagi hujan akan tiba. Angin berhembus menampar wajah yang gelisah. Beberapa minggu belakangan, jam tidurku mulai berantakan. Makan pun rasanya hambar. Berulang kali mama menyindirku soal jatuh cinta, tapi aku selalu menegelaknya. Di usia nyaris 35 tahun ini, mungkinkah aku merasakan jatuh cinta kembali? Aku yang sudah dua kali gagal berumah tangga, masihkah ada perempuan yang percaya jika aku tipe laki-laki setia?Entahlah. Namun kehadiran gadis itu beberapa waktu lalu di restoran ini benar-benar membuatku kesulitan tidur. Namanya Maura. Gadis manis dengan hijab dan gamis panjangnya itu adalah anak Tante Lydia yang tak lain teman arisan mama. Mama tak sengaja lewat di depan restoran yang kubangun dua tahun belakangan pasca resign dari kantor dulu, karena itulah sekalian mampir dan memperkenalkanku dengan perempuan itu. Tak banyak hal yang mama bicarakan. Hanya sekadar perkenalan biasa. Mama pun tak ada rencana menjodoh

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 1 : BIAN

    Pov : BIAN Tahun berlalu. Kepergian Irena membuat perubahan besar dalam hidupku. Aku memang memilih berpisah dengannya, tapi tak menyangka jika perpisahanku itu tak hanya perpisahan dunia. Namun dia benar-benar pergi meninggalkan semua menuju alam keabadian yang nyata.Air mata tak terasa lolos begitu saja dari porosnya tiap kali mengingat bagaimana perjuanganku dulu untuk mendapatkannya. Hingga dia menghancurkan semua kepercayaan yang kupunya. Memilih laki-laki lain yang nyatanya tak pernah tulus mencintainya. Laki-laki yang kini disesaki perasaan bersalahnya dan pamit pergi bersama teman hidupnya yang baru. Dia yang memberikan sekepal tanggungjawab untukku dan dia yang puluhan kali minta maaf karena telah menusukku. Zaky."Gue mau minta maaf sama Lo, Bian. Selama ini gue udah hancurin keluarga Lo. Gue nikam Lo dari belakang. Semua salah gue. Gue ancam Iren hingga dia menuruti semua kemauan gue. Rizqi sebagai tamengnya sebab Iren tahu jika dia adalah darah daging gue. Iren selalu b

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 76 [END]

    Pov : DANIAPapa dan Mas Reza tampak begitu khawatir saat kubilang ada bercak coklat di celana dalam. Mereka saling pandang lalu buru-buru mengajakku ke klinik yang tak jauh dari rumah. Klinik Medika.Setelah mengantri di urutan ke empat, akhirnya aku diizinkan untuk masuk ke dalam ruangan. Seorang dokter mempersilakanku duduk dan menceritakan keluhan yang terjadi. Dengan serius sang dokter mendengarkan ceritaku. Mas Reza bertanya ini itu, terlihat cukup khawatir dengan kesehatanku dan calon buah hatinya. Selama di mobil, papa memang menceritakan bagaimana aku sampai terjengkang dari kursi. Mas Reza beberapa mengucapkan istighfar saat papa menceritakan ulah menantu pertamanya. Papa juga menceritakan bagaimana wajah asli Mas Aris dan istrinya itu. Aku sendiri tak menyangka jika firasatku tentang ketidakberesan mereka ada benarnya. Beruntung papa sudah tahu sebelumnya. Aku hanya khawatir papa shock saat mendengar rekaman percakapan Mas Aris dan Mbak Shila yang rencananya akan kuberi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status