Share

BAB 7

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2023-04-01 12:01:40

Bias senja masuk melewati celah jendela. Aku masih sibuk di sini. Membaca novel tentang kesabaran seorang istri menunggu suaminya koma berbulan-bulan lamanya. Koma. Antara ada dan tiada.

Air mataku menetes lagi, tiap membaca untaian kata di dalamnya. Terasa menyesakkan, seperti yang kini kurasakan. Berusaha menyelami hati Mas Bian, tapi akhirnya aku kembali terjatuh dan sakit.

Lembar demi lembar diary itu sudah kubaca hingga tak ada sisa beberapa hari yang lalu. Namun bayang perempuan itu terus menerorku. Seolah sedang meledek dengan senyum termanisnya.

"Hei, Dania. Kau mungkin berhasil memiliki raganya, tapi sampai kapanpun kau tak akan pernah berhasil memiliki hatinya. Dia tetap milikku sampai kapanpun. Sebab akulah cinta pertamanya, akulah masa depannya, akulah pelita hidupnya, meski kini kamulah ratu di dunia nyatanya."

Gegas kututup novel yang kubaca untuk mencari mama. Tadi mama pamit menemani Irena ke mini market terdekat untuk membeli es krim. Sementara Mas Bian sudah berangkat kerja sejak dua jam yang lalu. Dia bekerja di sebuah kantor pemasaran, tiga puluh menitan dari rumah.

Suara Irena terdengar di garasi. Sepertinya mama dan Iren sudah pulang. Langkah kaki kecil itupun mulai mendekat. Aku keluar kamar dan menyambut bentangan kedua tangannya dengan hangat.

Gadis kecil yang cantik. Dia cukup mendapatkan cinta dan perhatian papanya, mungkinkah harus kurusak dengan keegoisanku saja? Aku yang tak terima dengan segala sandiwara papanya?

"Nia, kamu kenapa? Apa ada masalah dengan Bian?" Tiba-tiba mama menatapku penuh curiga.

"Iya, Ma," jawabku singkat. Kuajak Irena ke kamar bermainnya dan dia pun sudah mulai asyik dengan beberapa boneka kesayangannya. Mama mengajakku duduk di sofa kamar bermain Irena sembari menatap jendela.

"Bicaralah, Nia. Ada masalah apa? Sejak empat tahun menikah, mama belum pernah melihat kalian bermasalah. Itu membuat mama sangat bersyukur dan bahagia," ucap mama sembari mengusap punggung tanganku. Aku tersenyum tipis menatapnya. Ada cinta dan kasih sayang dalam binar matanya. Aku sangat bersyukur memiliki mama.

Kuhembuskan napas panjang lalu meletakkan tangan kananku di atas tangan mama. Menatap manik matanya dari jarak cukup dekat. Sengaja ingin bicara dari hati ke hati, semoga saja tak ada dusta yang sengaja ditutupi lagi.

"Kenapa mama tak cerita, jika Mas Bian pernah mencintai gadis lain?" Mama tersentak. Spontan melepaskan tumpukan tanganku lalu sedikit mundur ke sofa.

"Maksud kamu apa, Nia?" Mama masih mencoba menurunkan kadar keterkejutannya. Mungkin agar aku tak terlalu curiga. Sayangnya, aku sudah mengetahui semuanya.

"Irena Prameswari Abdullah. Aku tak menyangka jika Mas Bian sengaja menyematkan nama perempuan itu untuk anakku. Kupikir, itu nama spesial darinya yang sudah diinginkannya sejak lama. Tak ada curiga sedikitpun kuiyakan saja saat dia menyebut nama itu untuk anaknya. Bahkan saat mama memintaku untuk mengganti nama itu pun, kuindahkan begitu saja. Ternyata, semua terlalu menyesakkan dada, Ma."

Aku tergugu di tempatku, sementara mama langsung memelukku. Dua perempuan beda usia yang kini menangis bersama. Berulang kali mama mengucapkan maaf, berkali-kali pula mama mengaku sangat bersalah padaku. Namun semua tak bisa membalikkan keadaan bukan?

Andai aku tahu tentang Irena sebelum aku menikah dengan Mas Bian, tentu rasanya tak sesakit ini. Aku pasti juga akan berpikir puluhan kali lagi untuk menyetujui perjodohan ini. Meski almarhum bapak begitu memohon untuk menerima lamarannya.

"Maafkan Bian, Nia. Dia memang bersalah, tapi bukankah selama ini dia tak pernah melukai hatimu? Dia bertanggungjawab lahir batinmu, kan?" Mama meneliti wajahku. Mencari ekspresi dukaku di sana.

"Nggak, Ma. Mas Bian bahkan nyaris sempurna di mataku. Sebab itulah aku sangat hancur sekarang. Laki-laki yang begitu sempurna tanpa cela ternyata sudah membohongiku sedemikian rupa. Rasanya ingin pingsan dan kembali di titik semula, saat aku belum tahu masa lalunya. Namun sayangnya itu tak mungkin terjadi, kan, Ma? Kecuali aku amnesia," sambungku lagi.

Sesak ini mulai menjalar. Aku bahkan tak bisa bernapas sesempurna biasanya. Sakit sekali dada ini. Tak bisa kuungkapkan lewat kata-kata bagaimana perihnya.

"Mama tahu perasaanmu. Mama juga pernah merasakan sakit itu, saat Bian bersikeras melamar Irena waktu itu. Padahal jelas, orang tua Irena tak pernah setuju. Mama tahu Bian sering dihina dan direndahkan oleh mereka, hanya karena kehidupan kami yang tak standart dengannya. Mereka bilang Bian tak mungkin bisa membuat Irena bahagia, sebab saat itu Bian masih kuliah semester akhir dan belum tetap bekerja. Sementara Irena sudah terlalu banyak yang ingin melamarnya. Mama hanya ingin menyelamatkan Bian saja. Bukan untuk melukai hatinya. Mama tak pernah menyangka jika semuanya jauh lebih buruk yang mama kira. Maafkan mama, Nia. Karena mama akhirnya kamu ikut terluka."

Mama menghela napas lalu kembali mengusap punggung tanganku.

"Bukan maksud mama untuk membohongimu, Nia. Hanya saja, mama ingin melihatmu bahagia tanpa harus terbelenggu dengan masa lalu suamimu," sambung mama lagi.

Aku mengangguk pelan, mencoba memahami apa yang mama rasakan. Entah siapa yang salah dalam hal ini. Aku bahkan bingung untuk mengurainya, setidaknya agar tak terlalu menyiksa hati sendiri.

Mama pamit pulang, karena ada arisan bersama teman-temannya. Kini, tinggallah aku dan Irena di rumah ini. Rumah yang disiapkan Mas Bian bahkan sebelum aku menikah dengannya. Atau, sebenarnya rumah ini dia siapkan untuk Irena? Sebagai bukti pada orang tuanya yang pernah menghina Mas Bian hanya karena kekurang mapanan?

Jika iya, betapa malunya aku selama ini yang begitu bangga karena diberi kado rumah sebesar ini saat menikah dengannya. Kado yang mama bilang hasil jerih payah Mas Bian sendiri dalam mengembangkan usaha kulinernya, meski sampai kini dia tetap tak meninggalkan pekerjaannya sebagai manager sebuah kantor periklanan.

Samar kudengar dering ponselku berbunyi. Ponsel yang kuletakkan di atas nakas kamarku. Setelah izin sebentar pada Irena, aku pun mengambil ponsel itu di sana.

Sebuah pesan dari Mas Bian masuk ke aplikasi hijauku. Tumben sekali dia kirim pesan jam segini, biasanya saat makan siang baru dia berkirim pesan.

|Nia, kamu nggak ngambek lagi, kan? Bisa minta tolong?|

Meski aku masih marah dengannya, aku tetap memiliki kewajiban untuk menjalankan perintahnya. Sebab aku tahu, dia masih menjadi imamku. Pemimpin keluarga yang wajib kupatuhi titahnya asalkan tak melanggar aturanNya.

|Minta tolong apa?| Singkat kukirimkan balasan untuknya.

|Jangan marah, ya? Minta tolong kirimkan file dari laptop di meja kerjaku. Masih terbuka sepertinya, sebab lupa kumatikan. Kirimkan saja ke emailku, ya? Itu data yang tadi pagi baru selesai kukerjakan tapi lupa kusimpan|

Tak kubalas lagi. Gegas ke ruang kerjanya dan mengirimkan apa yang Mas Bian minta. Entah mengapa mendadak aku ingin membuka aplikasi birunya di sana.

F******k lain yang tak pernah kutahu. Tak banyak pertemanan di sana. Sepertinya teman-teman yang dia kenal di dunia nyata saja, sebab komen-komen di statusnya saling bersahutan dan colek sana-sini.

Empat tahun bersama, sampai aku tak tahu jika selama ini Mas Bian memiliki dua akun yang aktif. Akun satunya yang berteman denganku dan akun ini yang tak ada namaku dalam pertemanannya.

Aku tersenyum tipis, menertawakan diriku sendiri. Bodohnya aku telat menyadari jika selama ini dia benar-benar berusaha menyimpan rahasia ini serapat mungkin. Sebuah komentar membuatku membelalakkan mata.

|Bi, aku kemarin nggak sengaja bertemu Irena. Dia kembali ke kota ini. Masih cantik seperti dulu, meski kulihat duka di kedua matanya. Apa kamu juga sudah bertemu dengannya?|

💕💕💕

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Zubaidah Yusuf
begitulah laki laki
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 5 : BIAN [TAMAT]

    Pov : BIANLima kali bertemu dengan gadis itu, membuatku semakin yakin jika dia memang bidadari yang Allah kirimkan untuk melengkapi hidupku. Dia yang sederhana, tapi terlihat nyaris sempurna. Tak ingin seperti laki-laki lain yang mengajaknya pacaran demi embel-embel saling mengenal, aku lebih nyaman mengikuti pesan mama untuk langsung melamarnya. Selain umur tak pantas lagi mengobral cinta, status duda juga membuatku sadar diri bahwa aku tak muda lagi. Urusan ditolak atau diterima urusan nanti. Yang penting aku sudah berusaha mengutarakan isi hati. Setelah aku memberinya waktu untuk istikharah selama seminggu. Akhirnya waktu yang ditunggu pun tiba. Waktu di mana Maura akan mengatakan pilihannya untuk mengiyakan atau menolak niat baikku. Tak mengapa kalaupun dia menolak. Aku cukup sadar diri, terlalu banyak perbedaan antara kami. Lagipula, aku juga tak ingin dia menerima lamaran ini karena terpaksa. Aku tak ingin dia seperti Dania beberapa tahun silam yang terpaksa mengiyakan per

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 4 : BIAN

    Pov : BIANSeperti itulah awal perjalan cintaku dengan Maura. Aku yang tak berani mengungkapkan cinta karena merasa bukan pria idamannya dan dia yang memilih diam menunggu pria baik melamarnya. Setidaknya seperti itulah yang dikatakan sang mama. Hingga aku memberanikan diri untuk melamarnya detik ini. Tak ingin kembali menyesal, andai ada laki-laki lain yang lebih dulu melamar bahkan ingin segera mengikatnya dalam kehalalan. Iya, aku tak ingin menyesal ke sekian kalinya. Disaksikan mama dan anak kesayanganku Rizqi, aku kembali ke rumah ini. Rumah dengan dua lantai berwarna hijau pupus. Ada seorang laki-laki lain yang memang sudah lebih dulu datang. Laki-laki tampan, sepertinya juga mapan dan berpendidikan. Dia terlihat begitu akrab dengan mama dan papa Maura. Sementara aku duduk dengan gelisah dan tak tenang. Rasanya ingin mengajak mama untuk pulang, tapi sayangnya mama masih cukup sibuk ngobrol dengan Tante Lydia. "Pa, jangan khawatir. Tante Maura pasti lebih memilih papa," bisik

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 3 : BIAN

    Pov : BIAN "Maura maunya laki-laki yang lebih dewasa, lebih ngemong dan setia, yang pasti bisa bimbing dia ke jalanNya." "Maura nggak suka pacaran sebelum nikah. Dia ingin pacaran setelah halal karena semua jadi berpahala dan InsyaAllah berkah." "Maura memang masih ingin sendiri, tapi jika ada laki-laki baik melamarnya, kenapa enggak? Tak ada salahnya menikah muda asalkan sudah siap segala konsekwensinya." Cerita-cerita mama barusan membuatku bertanya-tanya. Mungkinkah aku ada di salah satu pria idamannya? Bibirku kembali tersenyum saat membayangkan pertemuanku dengannya kemarin sore secara tak disengaja. Aku yang tengah memperhatikan Rizqi dan Rena di alun-alun tak jauh dari rumah mama, mendadak bertemu dengannya yang juga tengah mengantar keponakan-keponakannya bermain di sana.Tiap kali weekend, tempat itu memang ramai pengunjung. Pedagang kaki lima pun banyak berjejeran, menjajakan aneka kuliner murah meriah yang unik dan enak di lidah. Tak hanya golongan menengah ke bawah

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 2 : BIAN

    Langit gelap. Mendung menggantung di sana. Sepertinya sebentar lagi hujan akan tiba. Angin berhembus menampar wajah yang gelisah. Beberapa minggu belakangan, jam tidurku mulai berantakan. Makan pun rasanya hambar. Berulang kali mama menyindirku soal jatuh cinta, tapi aku selalu menegelaknya. Di usia nyaris 35 tahun ini, mungkinkah aku merasakan jatuh cinta kembali? Aku yang sudah dua kali gagal berumah tangga, masihkah ada perempuan yang percaya jika aku tipe laki-laki setia?Entahlah. Namun kehadiran gadis itu beberapa waktu lalu di restoran ini benar-benar membuatku kesulitan tidur. Namanya Maura. Gadis manis dengan hijab dan gamis panjangnya itu adalah anak Tante Lydia yang tak lain teman arisan mama. Mama tak sengaja lewat di depan restoran yang kubangun dua tahun belakangan pasca resign dari kantor dulu, karena itulah sekalian mampir dan memperkenalkanku dengan perempuan itu. Tak banyak hal yang mama bicarakan. Hanya sekadar perkenalan biasa. Mama pun tak ada rencana menjodoh

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   EXP 1 : BIAN

    Pov : BIAN Tahun berlalu. Kepergian Irena membuat perubahan besar dalam hidupku. Aku memang memilih berpisah dengannya, tapi tak menyangka jika perpisahanku itu tak hanya perpisahan dunia. Namun dia benar-benar pergi meninggalkan semua menuju alam keabadian yang nyata.Air mata tak terasa lolos begitu saja dari porosnya tiap kali mengingat bagaimana perjuanganku dulu untuk mendapatkannya. Hingga dia menghancurkan semua kepercayaan yang kupunya. Memilih laki-laki lain yang nyatanya tak pernah tulus mencintainya. Laki-laki yang kini disesaki perasaan bersalahnya dan pamit pergi bersama teman hidupnya yang baru. Dia yang memberikan sekepal tanggungjawab untukku dan dia yang puluhan kali minta maaf karena telah menusukku. Zaky."Gue mau minta maaf sama Lo, Bian. Selama ini gue udah hancurin keluarga Lo. Gue nikam Lo dari belakang. Semua salah gue. Gue ancam Iren hingga dia menuruti semua kemauan gue. Rizqi sebagai tamengnya sebab Iren tahu jika dia adalah darah daging gue. Iren selalu b

  • FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU   BAB 76 [END]

    Pov : DANIAPapa dan Mas Reza tampak begitu khawatir saat kubilang ada bercak coklat di celana dalam. Mereka saling pandang lalu buru-buru mengajakku ke klinik yang tak jauh dari rumah. Klinik Medika.Setelah mengantri di urutan ke empat, akhirnya aku diizinkan untuk masuk ke dalam ruangan. Seorang dokter mempersilakanku duduk dan menceritakan keluhan yang terjadi. Dengan serius sang dokter mendengarkan ceritaku. Mas Reza bertanya ini itu, terlihat cukup khawatir dengan kesehatanku dan calon buah hatinya. Selama di mobil, papa memang menceritakan bagaimana aku sampai terjengkang dari kursi. Mas Reza beberapa mengucapkan istighfar saat papa menceritakan ulah menantu pertamanya. Papa juga menceritakan bagaimana wajah asli Mas Aris dan istrinya itu. Aku sendiri tak menyangka jika firasatku tentang ketidakberesan mereka ada benarnya. Beruntung papa sudah tahu sebelumnya. Aku hanya khawatir papa shock saat mendengar rekaman percakapan Mas Aris dan Mbak Shila yang rencananya akan kuberi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status