FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU

FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU

Oleh:  NawankWulan  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
5 Peringkat
126Bab
54.9KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Aku tak pernah menyangka jika suami yang sudah menikahiku selama empat tahun itu ternyata masih menyimpan nama perempuan lain di hatinya. Bahkan nama anakku adalah nama mantan kekasihnya. Sekuel : KUKEMBALIKAN GAJI SUAMI PADA IBUNYA

Lihat lebih banyak
FOTO DI DOMPET USANG SUAMIKU Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Isabella
cerita yg keren dan yg aku tunggu"
2023-10-21 15:08:57
0
default avatar
ilmupustaka.19
nyesek bgt tokoh utama nya thor... saingannya jngan perfect2 ah...
2023-09-05 17:47:39
1
user avatar
Iwan Susy 13
selamat tinggal mantan blm tamat kog udah rilis baru lagi Thor.
2023-09-05 14:25:18
3
user avatar
Rosse
akhirnya bisa baca disini ...
2023-09-03 13:05:05
1
user avatar
Rinlee
akhirnya yg di tunggu-tunggu muncul juga, semangat updatenya ya kak,,, love so much.
2023-09-02 15:27:52
1
126 Bab
BAB 1
"Kamu sudah menikah dengan Bian berapa lama, Mbak?" tanya salah satu perempuan yang dikenalkan Mas Bian padaku sebagai teman kuliahnya kemarin siang. "Alhamdulillah empat tahun, Mbak. Ini buah cinta kami. Irena. Berusia tiga tahun," balasku dengan senyum tipis. Tiga perempuan yang tak lain teman kuliah Mas Bian itu pun sama-sama ternganga. Mereka saling pandang satu sama lain, seolah tak percaya dengan apa yang kukatakan. Aku yang tak paham dengan kekagetan mereka pun berusaha mengeja kembali ucapanku. Tak ada yang salah. Aku hanya menjawab sekenanya. Sesuai pertanyaan salah satu dari mereka. "Siapa nama anaknya, Mbak?" tanya yang lain. Perempuan dengan gamis motif bunga itu menatapku serius. "Irena, Mbak. Irena Prameswari," balasku lagi. Ketiga perempuan itu semakin tak percaya. Mereka kompak geleng-geleng kepala. Lirih kudengar salah satu diantara mereka bilang, "Gila Si Bian." Entah apa maksud ucapan itu, dari sisi mana dia menyebut suamiku gila? Jelas dalam kaca mataku, dia n
Baca selengkapnya
BAB 2
Pagi ini aku sengaja mencari tahu tentang masa lalu Mas Bian. Aku harus mencari bukti tentang perempuan bernama Irena Prameswari itu. Jika memang benar dia belum move on, sepertinya aku memang harus mundur. Rasanya terlalu sakit jika mencintai laki-laki yang belum bisa move on dari masa lalunya. Polosnya aku yang terbaik dengan semua sikap manisnya selama ini. Kupikir ucapan kedua orang tuaku dan teman-teman kantornya benar jika Mas Bian terlalu menghargai statusku sebagai istri hingga selalu kaku, cuek dan dingin dengan teman-teman perempuan di kantornya. Mereka bilang jika Mas Bian tipe laki-laki setia dan pecinta keluarga. Tak pernah berbuat neko-neko ataupun menggoda perempuan lain. Saat mereka mengatakan itu aku begitu berbunga dan semakin yakin menjadi perempuan satu-satunya yang dicintai Mas Bian. Aku bahkan merasa menjadi salah satu perempuan paling beruntung sedunia karena memiliki suami nyaris sempurna sepertinya. Sebuah keyakinan yang akhirnya terpatahkan kemarin siang, s
Baca selengkapnya
BAB 3
Air mata ini tak bisa kubendung lagi. Kubiarkan saja luruh ke pipi. Dulu kupikir mama melarangku masuk ke gudang itu karena berdebu, kotor dan mungkin banyak kecoa atau tikus, tapi kini aku bisa menebak jika mama khawatir aku menemukan masa lalu Mas Bian di sini. Ternyata memang benar. Banyak rahasia yang dia simpan di kamar kumuh ini. Kamar yang baru kali ini kusinggahi lebih lama karena biasanya aku hanya masuk sekadar menaruh barang tak terpakai lalu kembali menguncinya. Baru saja membalikkan badan, entah mengapa ingin sekali mencari sesuatu di rak buku itu. Kedua mataku fokus di deretan buku paling ujung. Hatiku berdebar seketika saat melihat buku berwarna kuning itu. Dengan gemetar, aku mengambilnya dari rak buku dan melihat sampulnya. Air mataku luruh seketika saat kutahu buku yang kubawa ini adalah sebuah diary usang. Diary seorang perempuan. Diary yang sepertinya sengaja disembunyikan. Sengaja ditaruh bagian belakang, tertupi dengan buku lain yang sepertinya memang buku-buku
Baca selengkapnya
BAB 4
Aku begitu gugup saat mendengar panggilan kedua dari Mas Bian. Gegas kumasukkan diary itu di belakang tumpukan baju di lemari paling bawah. Sepertinya aman di sana karena memang jarang tersentuh. "Ke-- kenapa, Mas? Mau kopi?" tanyaku tergesa lalu buru-buru menutup pintu lemari setelah kuyakin diary itu tak tampak lagi. "Iya. Tumben kamu nggak menyiapkannya? Apa kamu sakit?" Mas Bian mendekat. Entah mengapa debar dalam hatiku kian menguat. Biasanya aku tak seperti ini, tapi setelah tahu semua masa lalunya, sakit ini tak bisa kubendung lagi. Mas Bian memegang keningku lalu menggeleng pelan. Senyum yang kini ia suguhkan pun tetap saja menawan. Namun sayangnya tak semenawan sebelumnya, tepatnya sebelum aku tahu bahwa Irena adalah nama mantan kekasihnya. "Nggak demam kok. Kamu kecapekan?" Lagi-lagi aku menggeleng, berusaha menahan air mata yang begitu kuat ingin keluar dari porosnya. "Mas ...." Panggilku saat dia pamit mau ke kamar mandi dulu. "Iya, ada apa, Nia?" Mas Bian membalikkan
Baca selengkapnya
BAB 5
Pov : Bian "Mas, apa yang kamu sembunyikan dariku selama empat tahun pernikahan kita? Bisa-bisanya kamu sematkan nama mantan kekasihmu pada anakku?" pertanyaan Dania benar-benar di luar nalarku. Aku tak paham kenapa dia tiba-tiba mempertanyakan hal itu. Selama empat tahun pernikahan, dia memang tak banyak tanya tentang masa laluku, setelah aku berikan jawaban menohok untuk pertanyaan tak masuk akalnya itu di awal-awal pernikahan kami. Masih jelas kuingat dulu saat dia tanya hal-hal sepele yang membuatku jengah. Dia protes hanya karena aku tak pernah memuji kecantikannya, tak pernah memujinya di depan keluarga besar dan tak pernah memperkenalkannya pada teman-teman kuliahku dulu dan hal remeh lainnya. "Mas, aku cantik nggak? Kenapa sih kamu nggak pernah memujiku cantik, Mas? Padahal kata teman-temanku, aku cantik," ucap Dania saat itu dengan wajah bersemu merah sembari memilin roknya. "Apa perlu mempertanyakan hal-hal seperti itu, Nia?" jawabku saat itu sembari menoleh sekilas
Baca selengkapnya
BAB 6
"Mas, aku mau ganti nama Irena," ucap Dania tiba-tiba sembari menundukkan kepala. Aku menoleh sekilas ke arahnya lalu menghela napas. "Kenapa harus diganti, bukankah kamu sendiri yang bilang saat itu sangat menyukai nama itu. Nama yang cantik menurutmu?" "Iya, tapi itu sebelum aku tahu siapa Irena di hidupmu. Mana bisa aku satu atap dengan perempuan lain yang masih mengakar kuat dalam hatimu?" ucapnya tanpa ragu. Dia menatapku, kedua mata kami pun beradu. "Satu atap dengan perempuan lain?" Aku mencoba tertawa mendengar kekonyolannya. Bagaimana disebut perempuan lain, sementara Irena adalah anaknya sendiri bukan perempuan lain. Ada-ada saja. "Iya. Jelas perempuan lain, sebab kamu masih menanti Irenamu kembali. Kamu sengaja menyematkan nama itu untuk anak kita karena dalam hatimu masih begitu mengharapkannya. Aku nggak mau tiap kali terdengar nama Irena lantas kamu teringat mantanmu. Lagi-lagi aku kembali tertawa mendengar kekonyolannya itu. Sengaja terbahak agar dia yakin bahwa
Baca selengkapnya
BAB 7
Bias senja masuk melewati celah jendela. Aku masih sibuk di sini. Membaca novel tentang kesabaran seorang istri menunggu suaminya koma berbulan-bulan lamanya. Koma. Antara ada dan tiada. Air mataku menetes lagi, tiap membaca untaian kata di dalamnya. Terasa menyesakkan, seperti yang kini kurasakan. Berusaha menyelami hati Mas Bian, tapi akhirnya aku kembali terjatuh dan sakit. Lembar demi lembar diary itu sudah kubaca hingga tak ada sisa beberapa hari yang lalu. Namun bayang perempuan itu terus menerorku. Seolah sedang meledek dengan senyum termanisnya. "Hei, Dania. Kau mungkin berhasil memiliki raganya, tapi sampai kapanpun kau tak akan pernah berhasil memiliki hatinya. Dia tetap milikku sampai kapanpun. Sebab akulah cinta pertamanya, akulah masa depannya, akulah pelita hidupnya, meski kini kamulah ratu di dunia nyatanya." Gegas kututup novel yang kubaca untuk mencari mama. Tadi mama pamit menemani Irena ke mini market terdekat untuk membeli es krim. Sementara Mas Bian sudah beran
Baca selengkapnya
BAB 8
Mendung menggantung di angkasa. Rintik hujan pun mulai membasahi bumi. Kuhirup dalam aroma yang menenangkan ini. Petrichor. Iya, aroma tanah pasca hujan turun membasahi bumi yang kering. Bunga-bunga di taman kecil samping kamar tampak segar saat air langit itu mengguyur kelopak hingga sampai ke batangnya. Aku tersenyum tipis menatap pemandangan yang cukup menenangkan ini. Bising air hujan terus menemani sepiku. Kulihat Irena terlelap di ranjang sembari memeluk guling kesayangannya. Lagi-lagi aku memejamkan mata perlahan. Menghembuskan napas yang masih saja terasa sesak dengan bermacam pikiran yang belum jua sirna. Aku sudah berusaha mengikhlaskan, tapi belum bisa. Hatiku masih tak rela mendapat kenyataan yang ada. Aku benar-benar kecewa. Bahkan sangat kecewa. Saat aku ingin memulai memberikan kepercayaan lagi pada Mas Bian setelah semua rahasia ini terbongkar, tapu kenyataannya Mas Bian justru mematahkan semuanya. Komentar di f******k itu. Iya, aku yakin karena komentar itu hingga
Baca selengkapnya
BAB 9
Mas Bian masih terpaku di sana. Membiarkanku pergi begitu saja dari sampingnya setelah memberinya pilihan terbaik untuk hidupku dan hidupnya. Dia yang akan menyelesaikan sendiri masa lalunya atau justru dia memberiku kesempatan untuk menyelesaikan semuanya.Kuberikan kesempatan ini untuknya, berharap Mas Bian bisa memanfaatkannya dengan sebaik mungkin. Sengaja membiarkannya berpikir jernih, aku pun mengajak Irena bermain ke taman belakang. Ada sebuah gazebo di sana. Tempat biasa untukku menyendiri, menikmati waktu dengan membaca buku atau sekadar berselancar di media sosial sembari mengawasi Irena, tentunya.Tiap weekend tiba, aku sering menghabiskan waktu berdua di tempat ini. Sebab biasanya Mas Bian menghabiskan waktu di restorannya atau lembur di kantornya. Dulu aku tak paham kenapa dia seolah lebih nyaman di luar rumah, tapi kini baru kusadari, mungkin dia memang sengaja menghindariku setiap hari. Dia menjalankan semua kewajibannya, hanya saja belum sepenuhnya menerimaku sebagai
Baca selengkapnya
BAB 10A
Hari ini mama datang dengan wajah tak enak dipandang. Seperti ada beban berat yang sedang dipikirkannya. Mungkinkah Mas Bian sudah mengadu tentang perubahan nama Irena itu? Mungkin. Tapi biarlah. Biar mama dan Mas Bian tahu, aku bukanlah perempuan lemah yang bisa diperlakukan semena-mena dan sesuai kehendaknya. Aku bisa saja berontak, andai tak menghargai janji suci yang tersemat empat tahunan ini. "Nia ...." Mama memelukku saat aku baru saja keluar untuk menyambut kedatangannya di teras. "Gimana kabarmu, Nak? Sehat?" Perempuan seusia ibuku itu menelitiku dari ujung kaki hingga ujung kepala. Seperti biasanya saat dia datang. Dengan Irena pun demikian. Mama terlalu takut aku dan Irena kenapa-kenapa. Setelah saling peluk di teras, mama pun menggendong Irena lalu mengikutiku masuk rumah. Senyum mama sedikit merekah saat melihat celoteh lucu cucu kesayangannya itu."Mama mau tanya satu hal sama kamu, Nia. Boleh?" tanya wanita lenih dari setengah abad itu dengan tatapan sendu. Mungkin
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status