Share

9. Rencana terselubung

Kuhitung sudah tiga kali lebih aku menguap. Ngantuk banget. Ini gara-gara ide Kak Rian yang sungguh gila. Dara lebih gila lagi, mau aja nurutin saran Kak Rian. Padahal dari kemarin ia tolak mentah-mentah ide darinya.

 

Dan tadi, di pagi-pagi buta dengan seenak jidatnya Dara menggedor pintu rumahku kayak orang kesetanan, memaksaku mandi agar berangkat sekolah bersamanya.

 

"Hoooooaaaaaammm...." Sekali lagi aku menguap lebar dan kutepuk-tepuk mulutku.

 

Kujulurkan leher, melihat Dara yang masih di depan gerbang menunggu Tomi datang. Aku menghela napas panjang, lalu kulipat kedua tangan di atas meja sambil memandang Pak Satpam yang lagi asyik memakan roti holland pemberian Dara.

 

Lebih tepatnya, Dara dengan sengaja menyuap beliau supaya mengizinkan kami menunggu Tomi di sini.

 

Gleg!

 

Ini orang lagi doyan apa rakus, ya? Makan roti aja sampai belepotan gitu, ada remah-remah nempel di kumisnya segala.

 

"Mau, Non?" tanya Pak Satpam.

 

"Nggak deh, Pak. Saya udah kenyang. Silakan dilanjut makannya," ujarku ramah sambil tersenyum sopan.

 

Kenyang melihat bapak, maksudnya.

 

Kulihat jam di pergelangan tanganku. Masih pukul enam pagi. Mungkin lebih baik aku tidur sebentar sambil menunggu Tomi. Tapi sialnya, baru aja mata ini akan terpejam, tiba-tiba suara Dara mengagetkanku.

 

"Frel, Tomi udah datang!" teriak Dara dari luar dan berlari ke arah parkiran mobil.

 

Ck, batal deh, acara tidurku.

 

Akhirnya selepas berpamitan sama Pak Satpam dan tak lupa kuucapkan terima kasih, mau tak mau aku keluar dengan ogah-ogahan.

 

Kuseret kakiku menuju parkiran mobil menyusul Dara yang sudah ngacir duluan mengejar Tomi.

 

Parkiran masih kosong, hanya ada mobil Tomi terparkir paling depan.

 

Dari kejauhan ekspresi Tomi terlihat kesal, berkacak pinggang menghadap Dara yang sedang berbicara panjang lebar. Sampai kulihat raut wajah Tomi berubah kaget dengan mata melotot dan mulut menganga lebar.

 

"Apa? Lo gila ya, Ra? Sinting lo!" Sayup-sayup kudengar Tomi berteriak menghardik Dara.

 

"Udah deh turutin gue. Kenn kan sepupu lo, pasti maulah dia."

 

"Bukan masalah mau apa kagak, tapi masalahnya ada di otak lo! Lagian dapat dari mana lo ide nista kayak gitu?"

 

"Siapa lagi kalo bukan dari Kak Rian," sahutku begitu sampai didekat mereka.

 

Tapi benar juga, Kak Rian memang parah. Punya adik, bukannya diajari yang baik malah diajari yang nggak-nggak.

 

Usai mendengar jawabanku, Tomi hanya geleng-geleng kepala dan mengembuskan napas kasar. "Jadi, lo minta gue berangkat pagi-pagi cuma bahas ini, Ra?"

 

"Ayolah, Tom. Lo nggak kasian apa sama sahabat lo ini. Gue mau usaha dulu, Tom, soal berhasil apa nggak itu urusan belakangan."

 

"Ya, tapi kan bukan langsung gitu caranya, Ra. Harus ada step by step."

 

"Siapa tau setelah kejadian itu, Kenn langsung jatuh cinta sama gue."

 

"Ngayal lo," seru Tomi sambil menoyor kepala Dara. "Lagian gue tau siapa Kenn. Nggak segampang itu Kenn naksir cewek."

 

Wajah Dara terlihat seperti orang putus asa dan berubah loyo. Kasihan juga, sih.

 

"Udahlah Tom, turuti aja apa maunya. Toh Dara udah bilang mau nyoba dulu, kan?"

 

Tomi menghela napas. "Oke, gue bantu, Ra. Tapi jangan salahin gue kalo hasilnya nggak sesuai harapan lo."

 

Seketika wajah Dara berubah ceria lagi sambil mengangguk-anggukkan kepalanya penuh semangat.

 

***

 

Di kelas saat jam pelajaran berlangsung, Dara kumat lagi gilanya. Ia sibuk sendiri dengan dunianya. Tiba-tiba melamun sambil senyam-senyum, lalu tertawa nggak jelas. Terkadang ia membuat pola melingkar seperti benang kusut di bukunya sambil bergumam dan terkikik geli. Lebih parahnya lagi, tiap lima menit ia selalu menanyaiku soal jam, padahal ia sendiri sudah pakai jam tangan.

 

Karena ulah Dara, konsentrasiku buyar, nggak ada satu pun penjelasan dari guru yang nempel di otakku. Hingga akhirnya bunyi bel istirahat terdengar dan lagi-lagi hanya Dara-lah yang berteriak hore dengan suara paling kencang di kelas.

 

Semua murid menatap ke arah kami, sedangkan sang pelaku hanya meringis tanpa dosa.

 

Ya, Tuhan ... kesambet setan mana lagi nih anak! Ini pasti gara-gara cowok sialan yang duduk di belakangku.

 

"Frel, Tom, yuk, kita ke kantin. Kenn juga ikutan ya ..., laper banget, niih," ucap Dara sok manja.

 

Aku mencibir. Pinter banget cari alasan.

 

"Oh, ya, Tom, lo kan kemarin udah janji traktir gue. Lo nggak lupa, kan?" Untung aku masih ingat.

 

"Iya, gue ingat. Kita ke kantin sekarang, gue yang traktir."

 

Yeay ... kalau urusan traktir-mentraktir, mana bisa tahan!

 

Tomi merangkul bahuku, menggiring tubuh kecilku ke luar kelas. Tiap kali ada cewek mendekat, langsung kusemprot tanpa tedeng aling-aling, "Enyah! Hari ini Tomi nggak ada waktu buat kalian."

 

Tomi tergelak. "Parah lo. Kalo gini terus fans gue berkurang drastis, Frel."

 

"Bodo!"

 

Kutolehkan kepala ke belakang, kulihat tak henti-hentinya Dara berbicara bak sales panci yang mejeng di layar tv, sedangkan cowok yang ada di sampingnya tak sedikit pun merespons, diam tak ada ekspresi. Hanya sesekali gelengan dan anggukan.

 

Miris banget nasib Dara! Lagian, siapa suruh suka sama patung berjalan.

 

Sesampainya di kantin atas, suasana begitu ramai. Aku bingung mau duduk di mana. Tanganku ditarik Tomi berjalan menghampiri sebuah tempat duduk kosong di pojok sebelah kiri.

 

Sambil menunggu pesanan datang, aku sengaja mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kantin.

 

Dan di sanalah kulihat beberapa geng sedang asyik dengan obrolan aneh mereka. Aku bisa mendengar segerombolan gadis mulai berbisik-bisik. Membicarakan Tomi dan Kenn, tentunya. Ada yang menatapku sinis dan tersenyum mengejek. Bahkan dari tiga bangku tempat kami duduk, ada yang secara terang-terangan menatapku tajam dengan kilauan mata teramat jelas membenciku.

 

"Apa lo liat-liat!" Kupelototi cewek itu dengan jengkel. Seketika cewek itu menunduk dan sok pura-pura mengaduk jus di gelasnya, lalu meminumnya.

 

Mental cemen aja, sok berlagak nantang! 

 

"Biarin aja, Frel. Mereka tuh cuma iri sama kita berdua," tukas Dara.

 

Aku mendengkus kesal. Sejak insiden tanganku digandeng Kak Kevan menuju kantin, aku sebenarnya sudah sadar betul banyak cewek seantero sekolah mendadak memusuhiku. Tiap aku berjalan di sepanjang koridor sekolah, semua mata tertuju padaku. Tatapan sinis dan bengis selalu menghujaniku seperti singa kelaparan yang siap mencabik-cabik tubuhku. Tapi aku malas meladeni mereka kecuali mereka duluan yang ngajak ribut, seperti tadi, tatapan cewek itu sangat menggangguku. Ingin rasanya tadi kucolok matanya biar kapok.

 

Enak aja, emang aku salah apaan? 

Kenal aja, nggak! 

 

Kualihkan pandanganku ke arah dua cowok di depanku. Tomi tertawa kejer, sedangkan Kenn duduk bersandar dengan elegan bagaikan seorang casanova sejati yang melipat tangan dan menumpukan pergelangan kaki kanan di atas lutut kirinya, ia menatapku tajam sembari tersenyum sinis padaku.

 

Kunaikkan sebelah alisku. "Lo juga, ngapain liat-liat gue?"

 

"Dasar bodoh. Lawan badan segede kacang atom aja nggak berani," celetuk Kenn dengan muka yang pengin ditonjok.

 

"APA LO BILANG??!" Demi apa pun, ini cowok ngeselin banget, rasanya tuh pengin nelan dia hidup-hidup.

 

"Udah dong berantemnya. Kalian nggak capek apa berantem terus?" protes Dara.

 

"Dia tuh, Ra, yang mulai. Masa gue dibilang kacang atom? Ngeselin, kan?"

 

Seketika tawa mereka pecah. Dara dan Tomi fix ngetawain aku. Aku makin dongkol, tapi nggak bisa berbuat apa-apa.

 

"Oh, ya, nanti malam kalian bertiga gue undang ke restoran nyokap gue. Datang, ya?" ujar Tomi.

 

Aku diam nggak berkomentar.

 

"Woooaah, yang bener? Emang ada acara apaan, Tom?" tanya Dara antusias. Tubuhnya pun ikut maju menabrak meja di depannya.

 

Ck, akting alay gitu, mana ada yang percaya.

 

"Ada deh, pokoknya kalian harus datang. Jam 7 nggak boleh telat."

 

Aku masih menikmati makananku dengan santai. Tiba-tiba ada yang menyenggol sikuku. Aku menoleh ke samping, Dara melotot ke arahku.

 

"Apa?" tanyaku pura-pura polos.

 

Sedetik kemudian rasanya kakiku diinjak Dara dengan keras. Aku memekik dan mendapat pelototan kedua kalinya.

 

Aku mengembuskan napasku kasar. Males banget sebenarnya ikut sandiwara mereka berdua apalagi menyangkut soal cowok sialan itu.

 

Tapi, jika dipikir-pikir boleh juga aku ikut berpartisipasi, kan demi balas dendam.

 

"Oh, tentu, Tom. Gue pasti datang kok, apalagi kalo ada bau gratisan," sahutku dan menyengir lebar.

 

Kulirik Kenn, ia terlihat berdecak pelan mencemoohku. Aku melengos sewot. Biarin!

 

"Tenang aja, Frel. Nanti malam lo bisa makan sepuasnya. Gue juga punya kejutan buat kalian semua. Terutama lo, Kenn."

 

Aku menunduk sambil menyeringai iblis.

 

Mampus lo, Kenn!

 

Nggak sabar rasanya pengin cepat-cepat pulang dan menyaksikan pertunjukan ini nanti malam.

 

...............................***...............................

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tami Andriani
penasaran...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status