Setelah bermalam dirumah Fina, Dinda merasa gak enakan dengan sahabatnya itu. Pagi-pagi buta Dinda bangun dan mencoba untuk pergi namun tak disangka Fina terjaga dari tidurnya ketika ia hendak membuka pintu kamar.
"Din?" Panggil Fina sambil memicingkan mata dan tangan kanannya menggosok-gosok mata sebelah kanannya juga.
Deg! Dinda kaget, tiba-tiba suara Fina memanggilnya. Dia pun menoleh.
"Hah!" Sambil menyengir,
"Eh Fin udah bangun? Aku Ke kamar mandimu ya? mau mandi."
"Oh oke, buruan mandi aku juga mau mandi, Ingat kan hari ini ada makul Bapak galak, kalau telat gak bisa masuk kelas kita. Buruan-buruan." Ucap Fina.
Dinda mengangguk dan mengurungkan niatnya untuk pergi diam-diam.
Beberapa menit kemudian keduanya siap untuk berangkat kekampus dan telah sarapan. Fina dan Dinda mengendarai motor masing-masing. Walau Dinda menyarankan untuk bawa motor satu aja tapi Fina menolaknya.
Kampus tercinta sudah didepan mata, kedua sejoli ini berjalan menuju kelas tanpa ekspresi.
"Eh Din, Itu kunci kosmu gak dicari aja gitu? nanti kalau ketemu sama orang, terus tiba-tiba pas malam hari ia nyelinap ke kamar kamu gimana?" Tanya Fina pada Dinda.
"Fin?" Sambil memasang ekspresi yang absurd.
"Kenapa?" Jawab Fina penuh bingung.
"Aku kan cuma bilang kalau kunci kosmu yang hilang itu dicari dulu, kan kalau ada orang yang nemu kan berabeh." Teriak Fina dengan kesal karena melihat ekspresi dari Dinda barusan.
"Ya aku gak tau kuncinya hilang dimana Fin? dan lagi, apa karena jatuh dijalan pas di kampus? atau lagi di Kantor swalayan superindah itu? Aku gak tau?"
Jawab Dinda dengan setengah bingung.
"Kunci? Hilang dikantor Superindah?"
Sahut seorang pria dari belakang, dua sejoli itu langsung menoleh.
"Ehem!" Tiba-tiba Fina berdehem karena kaget, suara sahutan yang didengarnya berasal dari senior tampan dan terkenal dikampus.
"Eh Din? kok bisa dia nyahut pembicaraan kita si?" Bisik Fina pada Dinda.
Sementara Dinda hanya menatap dingin kearah pria tampan itu.
"Ah maaf, Kemarin saya nemu kunci yang tergeletak di kursi kantor superindah."
Pri tampan itu meronggoh saku jaketnya dan menemukan benda yang dimaksud.
"Ini?" Sambil memegang kunci itu dan tersenyum.
"Cewek ini kok tatapannya aneh gitu ya? beda dari cewek lainnya, biasa semua cewek kampus terpesona olehku. Tapi dia?" Pria itu bergumam dalam hati.
"Berikan kunci itu padaku?" Pinta Dinda pada seniornya.
Tangan Dinda mencoba meraih kunci dari tangan pria itu namun gagal karena tiba-tiba pria itu mengangkat tangannya ketas.
"Eits.. Tak segampang itu! Coba ambil kalau bisa?"
"Dasar cowok gila!" Ucap Dinda kesal.
"Eh Din udah mau jam 8 nanti kita telat, buruan ayok." Ajak Fina pada Dinda untuk masuk ke kelas.
Dinda merasa bingung antara mau ambil kunci atau masuk kelas bersama Fina.
"Sudah masuk kelas sana! nanti ambil kuncinya dikantin ya?" Mendekatkan kepalanya pada Dinda. "Ku.. Tung Gu!"
"Deg! Apaan ini kenapa aku jadi gugup pas dia mendekat padaku." Gumam Dinda dalam hati.
"Tuh, Udah ayok ah pergi, nanti kita ke kantin buat ambil kuncinya." Ucap Fina tergesa-gesa menarik tangan Dinda untuk berlari.
2 mata kuliah telah berakhir, waktu makan siang pun telah menunggu. Kantin yang tadinya tak terlalu ramai kini menjadi kian ramai.
"Din aku gak bisa temani kamu ke kantin ya? aku ada urusan jadi aku makan diluar, okay! semangat ya menghadapi senior tampan, jangan jantungan." Ucap Fina sambil mengejek.
"Eh, apaan? gantengan juga Oppa Lee Jung Suk ku.. hah." Jawab Dinda.
Dikantin yang cukup ramai, Dinda berjalan mencari-cari senior tampan itu diantara banyaknya mahasiswa/i yang berkeliaran.
Tiba-tiba ada seseorang yang menarik tangan Dinda dengan cepat menuju ke taman kampus.
"Nih! Lama nunggu kamu untuk datang ke kantin." Pria itu meletakkan kunci ke tangan Dinda yang ia tarik tadi, lalu pergi begitu saja.
"Hah? Ada apa dengan pria itu?" Tanya Dinda dengan bingung dalam hati.
Grett..Grett..Grett...
Nomor yang tak dikenal masuk, namun itu bukanlah nomor ponsel melainkan nomor telpon. Segera Dinda mengangkat panggilan itu.
"Apa? Hari ini saya langsung kerja? jam 3 sore ini?"
"Dan saya harus datang jam 2? Baik-baik bu, saya akan segera datang. makasih bu."
Panggilan berakhir.
Waktu sudah pukul 13:30 dan Dinda membutuhkan waktu 15 menit untuk pergi ke kantor swalayan itu. Namun pakaian Dinda belum sesuai dengan yang diharuskan. Karena diwajibkan untuk datang menggunakan pakaian hitam putih. Pulang terlebih dahulu adalah jalan ninjanya, walau takut telat tapi tak ada pilihan lagi bagi Dinda.
Setelah kurang lebih 30 menit berlalu, tiba sudah di depan kantor superindah.
Dengan tersengal menanyakan pada pak security dimana lokasi untuk tanda tangan kontrak dan untung saja Dinda tidak terlalu telat. Pada saat HRD sedang berjalan memandu calon karyawan baru untuk tandatangan kontrak Dinda tiba dan langsung mengekor saja dibelakang.
"Baiklah, setelah ini kalian semua langsung saja menuju ke swalayan wilayah yang dituju masing-masing ya!" Ucap HRD pada semua karyawan baru itu.
Keberuntungan kali ini ada ditangan Dinda, karena lokasi swalayan yang akan jadi tempatnya bekerja tak jauh dari kosnya. Bahkan jalan kaki pun bisa untuk pergi kesana.
"Oh ternyata ini tempat kerja saya sekarang." Gumam Dinda dalam hati ketika tiba didepan swalayan itu.
"Sedang apa kamu disini?"
Terdengar suara yang tak asing ditelinga Dinda.
"Kamu? Dinda tercengang, Kenapa seniornya ada disini?"
"Kamu karyawan baru disini? Mari ikut saya."
Dinda kaget bukan main bagaimana bisa senior yang tak berakhlak itu adalah atasannya disini dan dia akan menjadi atasannya?
"Ayok ikut kenapa bengong?" Tanya pria itu.
Dinda ikut mengekor dibelakang berjalan dengan lesu karena merasa tak berdaya.
Dinda dan Fina pun menoleh ke arah Adit yang sedang berdiri tegap sambil membawa kantong plastik yang berisikan sate juga.Kini Aldy dan Adit saling berhadapan dengan tatapan yang sama-sama tajam. Keduanya memang temanan tapi ini menyangkut Dinda."Suka-suka sayalah, mau kesini atau tidak." Jawab Adit dengan nada yang ditekan.Aldy menaikkan alisnya sebelah, ini manusia gak tau malu atau gimana? bisa-bisanya dia bilang kalau suka-suka dia? Wah kurang piknik beneran ini si Adit, pikir Aldy."Ya, emang suka-suka kamulah Dit." Teriak Aldy."Tapi kita gak ngajak kamu kesini ya." Sambung Aldy.Mendengar perdebatan Adit dan Aldy, Dinda merasa tak enak. Ini lagi si Adit kenapa harus kesini segala. Ia pun beranjak dari duduknya."Dit, Aldy. Udah, ngapain si kalian dari tadi debat gak jelas. Malu dilihat orang, udah sini duduk." Sahut Dinda menengahi dua pria yang sedang beradu omongan itu.Aldy menatap Dinda tak senang sera
Sebelumnya__ "Udahlah, gak usah dilihat.. Biarin ajalah! Kita kan kesini untuk melepas stres, ya kan?" Ucap Fina pada Dinda. "Iya.. Ayo kita berenang lagi." Jawab Dinda dengan nada yang agak lesu. ____ Dinda dan Fina melanjutkan main air atau berenangnya. Terlihat sekilas Dinda sama sekali tak memikirkan apa yang Ia lihat barusan. Tapi siapa yang menyangka di dalam pikirannya Ia terus-terusan bertanya siapa perempuan yang bersama Adit itu? "Din? Mau kemana?" Tanya Fina melihat Dinda yang berjalan menuju ke daratan. "Udah yuk, kita makan cemilan dulu. Kasian si Aldy sendirian di sana." Elak Dinda. Raut muka Dinda yang tadinya biasa aja kini menjadi sedikit agak suram. Ia tak lagi bisa menahan sebuah perasaan yang aneh hinggap di hatinya itu. "Kenapa aku jadi gak mood gini ya?" Ucap batin Dinda. "Eh.. kok cepat kali kalian mandinya? Nanti kurang, kesini lagi pula besoknya. Kan bahaya nih?" Ejek Aldy yang sedari tadi
"Apa si yang mereka bicarakan? kok lama kali." Gerutu Dinda saat menunggu Adit dan Aldi.Kring..Kring..Kring..Bunyi ponsel yang ingin di angkat telponnya. Tangan Dinda segera beralih mencari ponsel yang sedang berbunyi itu. Belanjaan yang di pegang tadi seketika berpindah tempat, dari tangan ke kursi yang ada di depan minimarket."Iya halo Fin, kenapa?" Ucap Dinda yang sudah mengangkat telpon dari Fina."Woi Din.. Lama amat! kamu beli apa aja dah sama Aldy? Diborong semua isi minimarket?" Teriak Fina melalui telpon."Ih.. Aku juga nungguin si Aldi lama amat ngobrolnya sama Pak Adit. Gak tau tu ngapain? Mojok kali ya?" Jawab Dinda yang ikutan kesal."Hah.. Adit? Emang dia ikut?" Tanya Fina."Gak tau tu, diajak juga kagak. Masa dia ikut." Jawab Dinda.Saat teriak-teriak mengeluarkan kekesalan lewat Fina yang kebetulan lagi nelpon, sepasang mata Dinda memandang kedatangan dua pria tampan yang sedang berjalan menghapirinya.
"Ternyata Dia masih mencintaiku, maafkan aku Dit.. Aku benar-benar menyesal." Ucap Rinda dalam hati yang masih duduk di taman.Air mata yang jatuh ke pipi kian mengalir dengan deras, hidung yang tengah bernapas seketika memerah dan tersendak seolah merasakan betapa pedihnya relung hati Adit. Namun tangan selalu sedia untuk menghapus cairan bening yang sedang mengalir itu. Ia berjalan dengan kaki yang tak bersemangat sama sekali, tapi ini adalah langkah yang tak ia sadari."Kenapa aku kesini?" Ucap Adit.Dia berdiri di depan danau, dimana tempat ia bertemu dengan Dinda sebelumnya. Bayangan Dinda yang sedang memotret sunset terus bermunculan di hadapan sekarang. Senyumannya yang menawan pun hadir dalam imajinasi Adit. Pria itu berdiri tegap diam tak bergerak. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"Kenapa aku memikirkan Dinda? Jelas-jelas hatiku sedang menahan sakit karena Rinda." Ucap Adit dalam kesendirian.Rinda yang masih terduduk di kursi mer
"Dinda? Abang kenal dengan kak Dinda?" Tanya Desi penasaran pada Aldy."Hem.. Dia teman satu jurusanku."Desi mengangguk-angguk mengerti sambil scan belanjaan Aldy."Oh.. Ini totalnya Rp.45.500,- Bang. Kak Dinda gak masuk kerja hari ini." Ucap Desi sambil menatap wajah tampan milik Aldy.Keduanya sama-sama tersenyum satu sama lain, hanya saja wajah Aldy terlihat rada kaku."Yaudah saya pergi dulu ya." Ucap Aldy."Iya, Terima kasih.. Silahkan datang kembali." Jawab Desi sambil menatap kepergian Aldy.Desi tersenyum sendiri melamunkan wajah Aldy yang barusan berhadapan dengannya."Kenapa Des, kok senyum-senyum sendiri?" Tanya Hery yang kesal sambil melirik kepergian Aldy."Gak apa-apa Ri, Aku hanya menemukan seseorang yang bisa membukakan kembali pintu hatiku." Jawab Desi yang masih tersenyum.Air muka Hery seketika menjadi lesu mendengar jawaban dari Desi."Des, apa kamu gak sadar aku selalu ada untukm
Di dalam gudang Desi mencoba menceritakan kebenaran yang terjadi. Dia melihat-lihat sekitar untuk memastikan tidak ada orang di sana. Dengan mata yang sedikit bergenang air, Ia mulai menceritakannya."Din, bukan Pak Adit yang ambil uangnya."Dinda terdiam keheranan tanpa ekspresi."Jadi siapa yang ngambilnya Des?" Tanya Dinda.Desi menunduk sejenak, Ia merasa gugup dan takut untuk mengatakan yang sebenarnya."I...Itu aku yang ambil uangnya, maafin aku Din.. Maaf." Ucap Desi dengan memohon pada Dinda.Ini benar-benar di luar dugaan Dinda, Ia terhuyung ketika mendengar kebenaran itu."Din, maaf.. Aku janji bakal balikin uangnya sama Pak Adit.""Sudahlah Des, aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Jadi kamu gantikan shift malamku kalau kamu benar-benar merasa bersalah. Aku pergi dulu." Ucap Dinda lalu pergi meninggalkan Desi.Isi kepala Desi rasanya buyar, Ia belum menceritakan semuanya tapi Dinda sudah pergi b