Share

Chapter 2

Sinar bulan menerobos masuk lewat lubang-lubang kecil yang ada di kamar Angkasa. Menerpa wajahnya yang tergeletak di bawah balutan selimut berwarna putih bersih. Angkasa menggeliat sambil meluruskan badannya yang terasa begitu kaku sehabis perjalanan jauh tadi pagi. Perlahan ia meraih ponsel yang ada di meja dekat dari tempat tidurnya. Ternyata memang sudah malam. Waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 malam.

          Dengan malas Angkasa bangun dan menuju kamar mandi untuk kemudian membersihkan diri. Lelah benar-benar membuatnya tertidur dengan sangat pulasnya. Ia bahkan sampai lupa jika malam ini ia sedang ada acara makan malam bersama keluarganya.

Setelah memakai baju, Angkasa melangkah menuruni anak tangga satu demi satu. Melihat sekeliling hingga pandangannya terhenti pada sosok yang terlihat sedang menikmati waktu bersama. Ternyata anggota keluarganya sudah duduk santai di ruang tengah, mungkin sedang menunggu dirinya datang.

          “Kamu udah bangun Sa?” tanya Mama ketika melihat Angkasa mendekat ke arah mereka.

          “Sumpah Angkasa ngantuk banget, kayaknya lelahnya baru ngefek sekarang deh. Maaf yah  udah buat kalian nunggu lama.”

          “Nggak apa-apa kok, lagian kita juga tahu kalau kamu pasti kelelahan. Makanya tadi waktu mamamu berniat untuk membangunkan kamu di kamar, Oma langsung melarang dia. Soalnya Oma tahu pasti cucu Oma ini lagi capek banget.”

          “Oma memang the best deh pokoknya,” jelas Angkasa  sambil tersenyum manis kepada Oma.

          “Ya udah kalau gitu ayo makan. Perut Papa udah nyerocos nih dari tadi.”

          Mereka pun berjalan menuju meja makan dan duduk di kursi masing-masing. Ruang makan kali ini ramai dengan suara gesekan piring dan juga sendok. Makan malam pertama Angkasa dan keluarganya kali ini berjalan dengan sangat lancar.

          “Untuk kali pertama selama 10 tahun ini, makan malamku tidak sendirian lagi,” ucap Angkasa dalam hati.

          Makan malam keluarga telah selesai dan berlanjut ke ruang tengah di rumah ini. Papa duduk di sana bersama dengan Mama. Tidak lama kemudian muncul Oma dengan membawa segelas teh hijau kesukaannya. Seperti biasa, Oma selalu tidak bisa jika tidak meminum teh hijaunya sehabis makan. Sudah semacam ritual sehabis makan.

          Angkasa pun berjalan menuju kursi tempat Papa dan yang lainnya sedang duduk. Ia ikut bergabung di sana.

          “Eh Angkasa, duduk di sini sayang, di dekat Oma.”

          Tanpa mengulur waktu, Angkasa segera menuju Oma dan duduk di kursi yang dekat dengannya.

          “Kamu tahu kan Sa maksud Papa menyuruh kamu balik ke Indonesia?

          “Nggak Pa. Bukannya karena Papa sudah kangen banget ya sama Angkasa.”

          Papa memperbaiki posisi duduknya dan menatap Angkasa dengan tatapan yang begitu dalam seolah menunjukkan bahwa ia akan menyampaikan hal yang sangat amat penting sekarang. “Papa menyuruh kamu kembali ke sini untuk menikah.”

          Angkasa yang semula tersenyum, tiba-tiba kaget dengan pernyataan Papanya barusan. Benar-benar diluar dari dugaanku sebelumnya.

          “Bagaimana pendapatmu?” tanya Papa

          “Papa sudah memutuskannya bukan?” jawab Angkasa datar.

          “Tapi bagimanapun juga, kami tetap ingin mendengarkan pendapatmu,” ucap Oma dengan lembut seolah memberi pengertian.

          “Tapi bagaimanapun pendapat kamu, hasilnya tetap saja akan sama,” potong Papa.

          “Kamu tidak bisa menyangkal dari perintah ini. Jadi mulai sekarang buatlah dirimu menjadi senyaman mungkin dan mulailah bersikap sebagai seorang penerus perusahaan,” ucap Papa melanjutkan.

          Dengan rasa menyesal, Angkasa berdiri dan membungkuk menghadap papanya, seolah minta maaf atas kelancangan yang dilakukannya. “Maaf Pa, tapi Angkasa nggak bisa melakukan itu.” Ia pun berjalan meninggalkan ruangan itu.

***

          Di luar rumah gelap benar-benar telah menghiasi setiap sudut taman rumah Angkasa. Hanya ada lampu-lampu jalan yang menghiasi. “Lihatlah betapa gelap dan kelamnya malam ini. Seolah mewakili kesedihanku sekarang,” batin Angkasa.

          Tanpa ragu Angkasa berjalan dengan lamban menuju kursi yang ada di taman itu. Di depannya ada kolam ikan yang di dalamnya ada beberapa ikan peliharaan omanya.

          Angkasa merenung dan mengingat setiap kata yang diucapkan oleh papanya beberapa waktu yang lalu. Membuatnya teringat kejadian 3 hari lalu sebelum dirinya kembali ke Indonesia.

          Angel, seorang model Indonesia yang sedang mengikuti pendidikan di Inggris. Ia bertemu Angkasa 3 tahun yang lalu ketika sedang jogging di taman kota. Saat itu Angel baru pertama kali ke tempat itu dan tanpa sengaja tersesat. Tanpa sengaja pula Angkasa menolongnya hingga akhirnya lama kelamaan keduanya menjadi kian dekat satu sama lain. Hingga menjalin sebuah hubungan yang cukup serius.

          Angel tengah membereskan barang-barang Angkasa yang akan di bawa pulang ke Indonesia. Dengan telaten ia mempacking semua barang-barang ke dalam beberapa koper yang sudah ada.

          Melihat Angel yang begitu serius beberes, Angkasa pun mengambil handphonenya dan merekam kegiatan itu.

          “Hei jangan lupa bawa ini, jangan sampai kamu tidak bisa pulang,” ucap Angel sambil memperlihatkan paspor milik Angkasa.

          “Sebenarnya aku benar-benar tak mau pergi. Aku ingin bersamamu saja disini.”

          Angel hanya terdiam mendengar ucapan Angkasa, lalu ia menghampiri Angkasa.

          “Ayo kita berfoto!” ajak Angkasa sambil membuka aplikasi kamera di handphonenya. Angel pun mendekat kepada Angkasa dan mengambil fose semenarik dan secantik mungkin.

          “Hei itu bukan foto sayang, tapi video. Gimana sih,” ucapnya sambil tertawa melihat tingkah Angkasa yang begitu lucu.

          Melihat Angel tertawa membuat Angkasa menatapnya dengan sangat dalam. Tatapan yang mengisyaratkan bahwa ia tak ingin berpisah jauh dari kekasihnya.

“Maukah kamu menikah denganku?” tanya Angkasa dengan tiba-tiba.

          Tawa Angel langsung terhenti dan beralih menatap Angkasa. Kedua bola mata mereka bertemu, lama hingga akhirnya Angel mengeluarkan kata-kata.

          “Sa, usia kita belum 20 tahun, kita masih dini. Terlalu dini untuk sebuah pernikahan. Kita belum siap untuk hal-hal seperti itu. Selain itu juga, masih banyak hal yang harus kita lakukan. Aku masih ingin mengejar impianku. Ada banyak peraturan dalam keluargamu, aku pasti tidak bisa melakukan itu semua. Maafkan aku. Dan juga kompetisi modeling tingkat  internasional sebentar lagi akan berlangsung. Aku benar-benar ingin menjadi model internasional yang handal sebagaimana impianku selama ini. Semuanya sudah berjalan dengan lancar, hingga detik ini Sa. Tinggal sebentar lagi aku bisa sampai di titik yang aku inginkan.”

          Angel tersenyum menatap Angkasa, menguatkan dan meyakinkannya bahwa pilihan yang dipilihnya adalah yang terbaik. Dan menikah bukanlah jalan keluarnya. Sedangkan Angkasa hanya terdiam kaku mendengar penuturan Angel barusan.

          “Ayo kita berfoto,” ucap Angel sambil mengambil ponsel yang di pegang Angkasa. Mereka pun mulai mengambil foto selfie berdua. “Tersenyumlah sayang,” ucap Angel sambil memegang tangan Angkasa.

          Bukannya mengikuti permintaan Angel untuk tersenyum, Angkasa malah menarik Angel ke dekapannya dan mencium keningnya dengan manja.

          “Aku mohon, tunggulah aku sebentar lagi. Jika memang kamu mencintaiku.” Angkasa tak juga mengeluarkan sepatah kata pun. Ia hanya menatap Angel lalu memeluknya dengan erat. Seolah enggan untuk melepaskannya, hari ini, esok dan juga nanti.

          Ingatan itu kembali menghiasi pikiran Angkasa. Membuatnya kembali merindukan kekasihnya yang jauh di Inggris sana.

***

          Di balik jendela ruang tamu, Pak Bambang dan juga papanya berdiri melihat keluar jendela. Tampak jelas di sana Angkasa sedang duduk menyendiri di kursi taman bagian samping rumahnya.

          “Pak sepertinya tuan muda tidak begitu senang dengan keputusan yang bapak buat. Bahwa dia harus segera menikah.”

          “Dia sekarang sudah harus tahu untuk apa dia dilahirkan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status