Share

Chapter 3

         Aku Rachel, seorang siswa pelajar SMA kelas XII dan ini adalah tahun pertamaku berada di kelas XII. Aku adalah tipe orang yang sangat ceria. Menyukai kebebasan dan tidak pernah suka dipaksa dalam hal apapun itu. Impianku adalah menjadi seorang seniman terkenal di dunia. Semua orang akan tahu namaku. Suatu hari nanti aku akan menjadi terkenal. Itulah impianku sejak kecil hingga sekarang.

          Rumahku adalah tempat pijat. Lebih tepatnya ayahku membuka jasa pijat. Dengan menggunakan ramuan-ramuan tradisional yang ia racik sendiri. Selain itu Ayah juga menjual ramuannya di internet. Ayah adalah orang yang sangat baik. Sering kali ia melakukan pijatan secara gratis. Makanya kami tetap saja miskin meskipun setiap harinya Ayah selalu ramai dengan pelanggan.

          Ibuku juga sangat amat baik. Ia sering kali memarahi Ayah yang melakukan pijatan gratis, tapi setelah melampiaskan kemarahannya itu ia kembali baik lagi. Mungkin itulah alasan Ayah begitu sangat mencintaiya. Meskipun hampir setiap hari mereka berdua bertengkar tapi sampai saat ini mereka masih tetap saja hidup bersama.

          Ahh hampir lupa. Selain Ayah dan Ibu aku juga memiliki satu adik laki-laki yang nakal. Aku ingin mengatakan pada kalian bahwa ia adalah lelaki yang sangat jantan. Ia begitu cintanya dengan barbel. Namun sayangnya dia lebih tertarik dengan sesama jenisnya alias homo.

          Waktu menunjukkan pukul 20.00 wib. Ramon dan istrinya tengah duduk santai di ruang tengah kediamannya. Ayah dari Rachel itu sedang sibuk melihat-lihat  hasil dari ramuan barunya. Melihat suaminya tengah sibuk dengan ramuan barunya, Diah justru berdiri dan berjalan menuju kamarnya.

          Selang beberapa menit, Diah kembali dengan membawa selembar kertas. Dengan menarik nafas pelan, ia duduk di samping suaminya dan memberikan kertas yang di bawanya itu. “Lihatlah ini, sangat banyak bukan,” ucapnya dengan nada suara tinggi.

          Ramon sontak melihat ke arah istrinya lalu beralih pada kertas yang terletak di atas meja. “Mana, biar aku lihat.”

Setelah melihat dan membaca isi dari kertas yang diberikan istrinya, Ramon menarik nafas panjang lalu melihat ke arah istrinya, memegang tangannya dan berbicara dengan suara yang begitu lembut.

          “Sayang, tidak masalah kok. Kamu tenang saja, nanti aku bereskan semuanya akhir bulan ini. Aku janji akan mencari jalan keluar sendiri. Kamu tidak perlu khawatir tentang itu.”

          Diah melepaskan tangan suaminya lalu memijat keningnya yang terasa pening. “Akhir bulan? akhir bulan apanya? jika kamu masih terus saja melakukan pijat gratis seperti ini setiap hari, aku nggak tahu bagaimana kelanjutan hidup kita ataupun di kehidupan selanjutnya. Ayah pasti tidak akan sanggup untuk membayar semua hutang-hutang itu.” 

          Ramon hanya bisa menarik napas, pasrah di marahi oleh istrinya “Kamu jangan suka mengeluh gitu sayang, nggak baik.”

                                                          ***

          Di lantai dua rumahnya, Rangga tengah mengendap-endap memasuki kamar kakaknya. Karena Rachel sengaja mematikan lampu kamarnya dan hanya menghidupkan lampu belajarnya saja sehingga ruangan itu terlihat cukup gelap. Hampir tidak terlihat jika seseorang masuk tanpa menimbulkan suara.

          Dengan begitu pelan Rangga berjalan menuju kursi tempat kakaknya sedang duduk. Di sana Rachel tengah memandangi gambar sketsa seorang lelaki yang baru saja dibuatnya itu. Melihat tingkah kakaknya, Rangga dengan jailnya mengambil gambar itu dan membawanya lari ke tempat Ayah dan ibunya yang sedang duduk.

          “Ibuuu lihat buuu, Rachel gambar seorang pria lagi. Kayaknya anak Ibu benar-benar lagi jatuh cinta.” Sambil berlari menuruni anak tangga.

          “Rangga apaan sih, sini gambar kakak.”

          “Lihat nih bu, Rachel menggambar seorang pria lagi,” ucapnya dengan napas yang masih tidak beraturan akibat berlari menuju ibunya.

          Ibu memperhatikan gambar yang di berikan oleh Rangga kepadanya. Ayah pun mendekat, ikut kepo dengan gambar yang dibuat oleh putri sulungnya itu.

 “Dimana biar Ayah lihat juga”

Baru saja Ayah hendak melihatnya, Rachel datang dan menarik kertas itu. Namun Ibunya memegang kertas itu dengan kuat sehingga Rachel tidak mampu merebutnya.

“Ibuuu berikan padaku kertasnya. Ya elah Ibuuu,” jelasnya sambil setengah merengek kepada ibunya.

“Ohh jadi ini pangeran impianmu itu Chel. Eh tapi kok nggak ada wajahnya sih. Ibu kan penasaran dengan wajahnya. Ibu ingin tahu wajah pangeranmu ini saat menunjukkan wajahnya. Sungguh Ibu sangat ingin melihat wajahnya. His face, seriously.”

Diah yang penasaran langsung melihat ke arah Rachel. “Ibu tahu kamu menggambarnya sudah sejak kecil.” Belum sempat Ibu melanjutkan kata-katanya, Ayah langsung merebut kertas itu dari tangan istrinya.

“Sini biar Ayah yang lihat. Jadi kapan aku bisa melihat wajah dari pangeranmu ini?”

“Mustahil Ayah. Ayah harus nunggu dulu sampai kak Rachel memiliki suami terus dia gambar deh wajahnya,” jawab Rangga meledek kakaknya yang tidak bisa menggambar wajah pangerannya sendiri.

Rachel langsung memukul punggung adeknya dengan tangannya sendiri. “Ranggaaa!”

“Aduh sakit kak, kalau mau mukul permisi dulu biar Rangga juga siap-siap. Gimana sih,” ucap Rangga kesal.

“Ga, kamu nggak boleh bicara seperti itu dengan kakakmu. Biasakan untuk selalu  berbicara dengan baik.”

Mendengar dirinya di bela oleh Ayah, Rachel pun menertawai adiknya

“Udah Ga, kamu duduk di sini, nanti berkelahi lagi kalau di situ.” Ayah menarik lengan Rangga dan menyuruhnya duduk di kursi yang dekat darinya.

“Daripada berkelahi tidak jelas mendingan kamu bantu Ayah untuk mencari  resep baru untuk minyak pijat Ayah. Bagaimana? terus ini kamu bantu Ayah juga untuk mencari cara agar minyak Ayah laku di internet. Sekalian dengan kemasannya juga. Ayah tadi udah nyari-nyari tapi belum dapat yang cocok.”

“Ahh, tidak tidak tidak. Pokoknya Rangga nggak mau ya ikut-ikutan dengan Ayah. Resep minyak baru apaan. Ini kan hanya minyak kelapa, Ayah,” jelas Rangga kesal, sambil membelakangi ayahnya.

“Eh eh lihat sini dulu. Nggak sopan banget nih anak. Kamu itu jangan memandangnya dengan rendah. Ini itu bukan minyak kelapa biasa. Ini adalah minyak kelapa dengan resep baru. Dengan resep ini Ayah memberimu makan sampai bisa sebesar sekarang. Sampai kamu bisa tumbuh seperti ini.”

Rangga tidak memperdulikan ucapan ayahnya itu. Ia tidak juga menjawab, hanya mengambil barbel kesayangannya yang kebetulan tergeletak di bawah meja dari kursi yang sedang di dudukinya.

“Hei kalau Ayah ngomong itu dijawab, jangan hanya main barbel terus,” ucap Ayah kesal karena merasa diabaikan.

“Aku belum tumbuh kok.”

“Ya makanya kamu itu harus berusaha dengan lebih keras lagi. Bantu Ayah makanya.”

“Aduhhh. Kalian berdua please deh diamlah. Ibu ingin menonton berita dulu,” sambil mengambil remote TV yang ada di meja lalu menyalakannya.

“Khususnya penerus Ains-Soft. Angkasa, putra satu-satunya dari pengusaha terkaya di Jakarta, Bastian. Dia sangat populer di kalangan wanita. Dan dia baru saja pulang dari Inggris dan katanya akan melanjutkan pendidikannya di sini. Terlebih lagi tersebar rumor bahwa katanya kali ini dia kembali bukan hanya untuk pendidikannya semata tetapi untuk melakukan upacara pernikahan. Tapi kebenarannya belum pasti, kami akan segera mengupdate beritanya,” ucap pembawa berita dari salah satu stasiun TV.

“Kalian harus tau, bahwa semua orang yang masuk dalam ruang lingkup Ains-Soft itu tampan-tampan dan memikat hati. Khususnya aku. Karena aku juga pernah menjadi bagian dari Ains-Soft.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status