Dasta selesai mandi dan keluar dari kamar, tubuhnya tampak lebih segar dengan rambut yang basah sehabis keramas. Sakit di area bawah tubuhnya masih sangat terasa tapi sedikit berkurang setelah mandi tadi.
"Kemana bang Shaka?" gumam Dasta bertanya-tanya kemana gerangan suaminya kini, ia sama sekali tak melihat Shaka di kamar.
Dasta melangkah perlahan ingin keluar, rasanya sangat malu melihat cara berjalannya yang tampak sangat aneh tidak seperti biasanya.
Kira-kira, ibu dan ayah memperhatikan cara berjalanku tidak ya? batin Dasta gugup.
Dasta ragu antara ingin keluar atau tidak, tapi jika ia tetap memilih di kamar saja akan menimbulkan kecurigaan bagi ibunya.
Dasta mengurungkan niatnya untuk keluar, ia lebih memilih menyibukkan diri memasukkan pakaian kotor miliknya dan milik Shaka ke dalam keranjang kosong. Dasta melirik ke arah ranjang yang masih sangat berantakan, di tariknya sepr
Shaka menatap kaget sosok wanita yang dengan beraninya datang ke kantor miliknya. Mei tersenyum ke arah Shaka dengan mata berbinar bahagia, Shaka menyipitkan matanya melihat maksud kedatangan Mei kesini.Dua orang satpam masuk ke ruangan Shaka dengan tergopoh-gopoh dan nafas ngos-ngosan. Kedua satpam itu langsung memegang masing-masing tangan Mei yang kemudian berontak meminta di lepaskan."Lepas!" rontah Mei galak."Diam!" bentak salah satu satpam."Pak Shaka, maafkan kami pak, wanita ini nekat ingin bertemu bapak meskipun kami sudah melarangnya sesuai perintah bapak." ucap salah satu satpam lagi menjelaskan pada Shaka.Shaka mengangguk mengerti dan menggerakkan tangannya memberi kode pada kedua satpam itu agar melepaskan Mei. Lagi, Shaka memberikan kode agar kedua satpam itu keluar dari ruangannya.Kini tinggallah mereka berdua yang tersisa di dalam ruangan itu. S
BRAAAKK.Gee terlonjak kaget saat mendengar suara pintu ruangannya di banting kuat, ia menoleh ke arah pintu dimana Mei masuk dengan wajah penuh amarah."Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya Gee penasaran dengan mimik wajah Mei yang merah padam."Shaka," jawab Mei semakin memerah marah."Shaka?""Iya.""Kenapa dengan Shaka?" tanya Gee tak mengerti."Kau tahu, aku tadi datang ke kantornya.""Oh ya? Kenapa kau tak bilang terlebih dulu padaku?""Aku lupa.""Hmm, terus apa yang terjadi sampai membuatmu semarah ini?" lagi, Gee bertanya karena rasa penasarannya yang luar biasa."Shaka menjebakku, hingga sampai membuatku meminum obat sialan ini!" Mei mengeluarkan kotak obat itu dari dalam tasnya, dan di lemparkannya obat itu ke sembarang arah.Gee syok dengan rea
Weekend sesuai permintaan Dasta, hari ini ia dan Shaka berencana untuk pergi berbelanja di mall. Baik Dasta dan Shaka tengah bersiap-siap, dari mulai mandi bersama yang tentunya dengan sedikit adegan panas yang mereka lakukan di dalam kamar mandi. Kemudian memakai pakaian bersama dengan cepat."Sudah siap?" tanya Shaka menatap sang istri.Dasta mengangguk. "Sudah, ayo!" ajak Dasta mengambil Clutch bag-nya yang tergeletak di ranjang.Shaka hanya diam tak bergerak menatap istrinya dengan tatapan meradang."Ada apa?" tanya Dasta bingung dengan ekspresi wajah suaminya."Hhh, kalau saja tidak memikirkan perasaanmu, aku sungguh tak ingin pergi Dasta." jawab Shaka frustasi.Dasta terkikik geli mendengarnya. "Jadi, abang tak ikhlas menuruti keinginanku?""Bukan tidak ikhlas, di hari libur bekerja gini, aku malah ingin di rumah saja. Mendekam di dalam kamar sepan
Aku berdeham sebentar sebelum menjalankan aksiku sesuai rencana yang sudah di katakan Rasty lewat sambungan telepon tadi. Ku lirik Dasta yang masih asyik dengan kegiatannya, bahkan sekarang istri kecilku kini membaringkan badannya memunggungi diriku, dan asyik dengan ponsel beserta headset yang masih setia bertengger di kedua telinganya.Rasty bilang, jika istri yang tengah ngambek merajuk itu harus dilawan dengan sikap yang gentleman dan romantis.Hmm, aku berpikir keras, romantis dan gentleman ya?Perlahan aku melangkahkan kakiku dan naik ke atas ranjang, membaringkan tubuhku disisi Dasta yang masih memunggungiku. Ku beranikan diri dengan mengulurkan tanganku memeluknya dari samping, melingkari pinggang ramping dan perut ratanya.Hhh, rasanya sangat nyaman sekali. Tubuh Dasta sangat mungil, ia sangat kecil sekali jika kami berdua begini. Aku terlihat seperti raksasa yang tengah mendekap anak kecil
Sayup-sayup aku mendengar suara seseorang yang terisak menangis, aku menggeliatkan badanku seraya membuka kedua mataku perlahan. Rasa kantuk menghantam kepalaku ketika aku berusaha bangkit dari rebahanku dan duduk di ranjang. Beginilah efek yang ku rasakan ketika tidur siang.Ku edarkan pandanganku ke seluruh arah kamar ini, dan tepat di depan jendela sana aku melihat bang Shaka yang tengah berdiri menghadap ke arah luar jendela.Suara isakan itu semakin terdengar dari arah tempat bang Shaka berdiri sekarang. Apakah ia menangis?Aku ingin mengabaikan dirinya karena aku teringat jika aku sedang merajuk padanya. Tapi, niat mengabaikan itu ku urungkan seiring dengan suara isakannya yang semakin menjadi. Bahkan kini bang Shaka menyebut-nyebut namaku dengan suara yang lirih.Turun dari ranjang aku mengayunkan langkah kakiku menuju ke arahnya, setelah tepat berada di belakang punggungnya, ku peluk tubuhnya dari bela
Samar-samar aku mencium aroma minyak angin yang melekat di sekitar hidungku. Wanginya sangat enak, dengan sangat perlahan ku buka kelopak mataku. Tersentak kaget saat aku membuka mata dan langsung melihat ketiga wajah orang tersayang yang menatapku penuh kecemasan."Syukurlah akhirnya kamu sudah sadar dari pingsanmu, nak." lega ibu dan ayahku secara bersamaan mengelus dadanya.Bang Shaka sendiri mengulum senyum manisnya, wajah panik penuh khawatir ketiganya pun perlahan berangsur hilang dan berganti dengan perasaan lega."Aku pingsan?" tanyaku tak percaya menunjuk diriku sendiri.Ayah, ibu, dan bang Shaka menganggukkan kepalanya. Aku mengernyit heran kenapa bisa aku sampai pingsan.Terakhir kali aku ingat ketika aku dan bang Shaka tengah berbicara, bang Shaka mengatakan jika ia mencintaiku."Cinta," gumamku tanpa sadar."Apa?" kaget ibu dan ayahku secara bersa
Aku dan bang Shaka tak bisa berhenti tertawa karena membahas pria yang bernama Dava itu. Pria yang menurutku memiliki penuh selera humor yang luar biasa. Saking luar biasanya bahkan sampai ambyar, hahaha.Perutku rasanya sakit karena terlalu banyak ketawa. Hhh, pasti banyak juga reader's setia yang ketawa ngakak dengan segala tingkah pola pria yang bernama Dava itu."Haduh, sudah bang jangan bahas bang Dava terus. Perutku sampai sakit karena terlalu banyak ketawa." kataku agar bang Shaka berhenti menceritakan Dava."Iya, lagian juga tak banyak yang ku ketahui tentang dia. Hanya saja Airaa pernah bercerita sedikit mengenai Dava." sahut bang Shaka setelah tawanya reda."Mbak Airaa pasti ketawa mulu ya bang.""Tidak juga, dia bilang malah banyak kesalnya ngelihat tingkah si Dava yang terkadang sangat menyebalkan.""Oh ya? Masa sih bang Dava nyebelin? Kok aku kurang yakin ya
"Ayo, sekarang waktunya giliran abang yang harus bercerita secara jujur." ucap Dasta mengingatkanku.Aduh, mampus aku! batinku menjerit.Tersenyum kikuk ke arah Dasta yang menatapku dengan senyuman manis. Huffftt, aku pun jadi tak tega melihatnya. Ia sudah bercerita jujur padaku mengenai Gee, sedangkan aku masih ragu antara ingin mengatakan yang sebenarnya.Aku takut Dasta syok ketika mendengar ucapan jujurku, termasuk mengenai Mei yang ikut masuk di dalamnya."Dasta,""Iya bang?""Aku harap kamu tidak terkejut dan marah padaku saat aku bercerita nanti." ucapku mengisyaratkan padanya untuk tak marah."Ya, tergantung dengan cerita abang nanti. Bakalan bikin aku marah atau tidak.""Nah, kan." rungutku dengan muka memberengut kesal."Haha, jangan pikirkan marahku bang, ayo cerita saja dulu."