Share

#3 Bertemu Lagi (1)

Tenanglah, semua orang bisa datang silih berganti, itulah yang dinamakan hidup.

                         ~Fall In Love ~

Satu minggu kemudian...

 

Waktu berlalu dengan cepat dan hari ini aku resmi menjadi mahasiswa baru. Aku sudah melewati masa orientasi selama tiga hari dan itu cukup untuk membuatku takut. Hari ini dan kedepannya aku akan menjalani semuanya tanpa rasa takut. 

Semoga saja, kelak aku dapat menyelesaikan studiku dengan baik disini. Tidak ada harapan yang lebih baik lagi dalam study selain kelulusan, pengalaman yang bisa dijadikan bekal masa depan dan relasi yang banyak bukan ?

Dan semoga tak ada senior yang menggangguku atau cowok modus itu lagi. Apa aku terlalu banyak berbicara dan berfikir berlebihan terhadap senior ?

Jika aku bisa membawa diri dengan baik, bahkan senior pun tidak ada alasan untuk menggangguku. Jika itu terjadi, mungkin saja aku terlalu optimis.

 

Pengenalan kampus itu berlalu dengan cepat, namun tak ada satupun cowok yang katanya ganteng terlihat didepanku. Aku tidak mengatakan cowok waktu itu dengan sebutan “tampan” kan ? Semoga saja tidak.

Setidaknya aku sudah mengatakan bahwa aku tidak menyukai cowok tampan. Sebenarnya tidak saat ini. Karena aku belum melakukan apapun kepada keluargaku. Dan aku tidak ingin menjadi seseorang yang lupa diri, tidak tahu balas budi ataupun tidak bisa diandalkan.

Ibu dan ayah selalu mengingatkan untuk tidak menjadi seseorang seperti itu. Banyak yang datang dan ingin melamarku, namun mereka malah mendukung keinginanku untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi lagi.

Aku tidak boleh mengecewakan mereka, setidaknya pendidikan bisa membuatku mendapatkan kehidupan lebih layak dan bisa membahagiakan keluarga.

Menjadi anak satu-satunya itu tidak mudah. Apalagi aku perempuan. Tidak semua orang berpemikiran terbuka saat memilih antara menikahkan anak perempuan mereka dan menghilangkan beban, atau membiarkannya mengejar mimpinya.

Mungkin setiap orang berbeda, namun kembali lagi pada fakta bahwa tidak semua orang tua berpikiran terbuka tentang pendidikan anaknya.

Jika ada yang bertanya tentang cowok tidak jelas dan tukang modus itu, maka jawabannya Stevie sama sekali tidak tahu. Ia tidak bertemu dengannya lagi hingga sekarang. Mereka hanya bertemu dihari pertama dan setelahnya tidak lagi.

Semoga saja dia sudah pindah kampus. Dan itu membuat Stevie tidak akan lagi bertemu dengannya. Semoga saja itu memang benar terjadi.

Stevie bahkan tidak tahu namanya, jurusannya, ataupun semua hal tentang cowok itu.

Tapi tenanglah, semua orang bisa datang silih berganti, itulah yang dinamakan hidup.

Syukurlah. Setidaknya Stevie bisa terbebas dari para mahasiswi yang sukanya liatin cowok ganteng. Jadi dia bisa menjalani harinya dengan tenang disini.

 

Sudah ku bilang, aku tak berminat menjalin hubungan apapun yang akan menghambat studiku disini. Dan kalian harus terbiasa dengan itu saat membaca ceritaku.

 

Hari ini sebetulnya kami belum selesai dengan semua kegiatan orientasi. Kami akan melihat area Perpustakan dan sekitarnya, melihat apa saja yang ada di dalamnya. Walau aku tahu isinya kebanyakan buku. Tapi Perpustakaan kampus pasti lebih besar dan lebih lengkap di banding Perpustaan di SMA dulu.

Dulu Perpustakaan selalu menjadi tempat kesukaanku setelah Kantin. Percayalah, aku tidak serajin itu karena aku selalu menyempatkan diri untuk singgah di Kantin lebih dulu sebelum menghabiskan waktu di Perpus.

Akhirnya, setelah mengunjungi Perpus, semua kegiatan perkenalan itu selesai. Kami tidak lagi dipanggil Camaba, walau kami masih dipanggil mahasiswa baru.

 

“Halo dek !” panggil seseorang yang bisa ditebak adalah senior.

Siapa lagi yang akan memanggilmu dek jika dia bukan senior ?

Dan sialnya, dia cowok.

Jangan mengira stevie memiliki kelainan dan tidak suka dengan cowok. Tolong coret pikiran itu. Stevie hanya merasa ini belum waktunya untuk berpikir ke arah sana.

Ini kampus. Tempat kau bisa mencari apapun, namun tidak untuk menjalin hubungan lebih dari seorang teman atau sahabat.

Jika ingin berteman silahkan, tapi jika ingin lebih dari itu stevie sama sekali tidak menyukainya.

Apa aku harus bertanya apa dia memanggilku ?

“Dek !” panggilnya lagi

“Saya kak ?” tanya Stevie bingung.

Disana memang ada beberapa orang yang berlalu lalang tapi Stevie yakin dialah yang sedang diajak berbicara.

Pertanyaannya, kenapa harus Stevie ? Dari sekian banyak cewek kenapa harus dia yang diganggu kating alias kakak tingkat ?

“Iya dek !” jawab kakak itu.

Stevie mengangguk paham.

“Ada apa kak ?” tanya stevie lagi

“Emm, itu..” jawabnya terbata

Senior didepannya ini sepertinya ingin mengatakan sesuatu dan stevie pikir, dia sudah tahu apa itu.

Stevie itu sangat peka. Tapi dia selalu bersikap seolah tidak mengerti maksud mereka. Biarkan mereka lelah dan akan pergi dengan sendirinya tanpa perlu Stevie jelaskan.

Atau jika perlu, maka aku akan menolak mereka dan aku tipe orang yang tidak enakan setelah menolak seseorang. Tapi seiring berjalan-nya waktu, sekarang aku berani untuk mengatakan tidak.

“Ada perlu yah kak ?” aku masih melihat cowok di depanku yang masih diam saja

Aku masih menunggunya berbicara.

Ughh, dia membuang-buang waktuku. Seharusnya kan aku bisa makan sekarang. Atau apa aku harus pulang saja ? Lagipula tidak ada lagi jadwal setelah ini.

“Gini, kamu dari jurusan Akuntansi kan ? Kebetulan kakak juga dari jurusan Akuntansi.” jelasnya

Aku mengangguk mengiyakan.

“Lalu ?” tanyaku

“Boleh nggak bantu kakak anterin buku ke fakultas ? Disana ada temen kakak juga,” katanya

Stevie menimang sebentar.

Dia terlihat memiliki beberapa buku tebal dan juga beberapa map.

Tapi masa dia tidak dibantu temannya ? 

“Kok tahu saya dari Akuntansi kak ?” tanyaku lagi

“Itu pita di lengan kamu, kan warnanya khusus akuntansi. Kakak dulu juga gitu !” jawabnya

Eh, iya yah. Kok Stevie lupa ? Dia lupa melepasnya tadi

“Iy-“ belum sempat aku menjawab, seseorang lebih dulu datang dan memeluk pinggangku

“Sayang ! Dicariin dari tadi juga, ternyata disini.” katanya

Stevie mengangkat sebelah alisnya bingung.

“Ngapain ?” tanyanya

Dia melihat ke arah senior itu dan mulai menganggukkan kepala pelan.

“Gini kak. Kita harus pergi. Mau saya bilangin temen aja bantuin kakak ?” tawarnya

“Kamu apaan sih ?” tanyaku

“Sstt, diam dulu !” kata cowok itu

“Nggak papa dek. Nanti aja saya suruh temen kesini.” jawab senior itu

“Nah, gitu dong. Pamit yah kak” 

Saat aku akan mengatakan sesuatu, dia lebih dulu menarik tanganku agar pergi dari sana.

“Kenapa sih ? Aku belum pamit tadi !” kataku saat kami berhenti di bawah pohon

Dia tidak menjawab dan hanya menatapku.

“Ngapain tadi enggak nolak ?” tanyanya

Cowok ini.. Astaga.

Apa Stevie harus mengatakan siapa dia ?

Tapi stevie tidak tahu namanya, atau siapa dia. Stevie hanya mengenalnya sebagai cowok modus dihari pertama Ospek.

Dia cowok modus waktu itu. Padahal Stevie sudah berharap agar tidak bertemu dengannya lagi

“Oh, suka gitu di deketin kating ? “ tanya cowok itu.

Bahkan itu lebih terdengar seperti tuduhan.

“Enggak kok !” bantahku

“Terus apa kalau bukan suka ?” tanya dia lagi

Apa hidupku tidak bisa tenang ? Kenapa aku harus bertemu dengan cowok tidak jelas ini ?

“Enggak inget kalau punya pacar, hmm ?” tanya cowok itu lagi

“Bukan enggak inget !” jawabku

“Terus ?”

“Tapi emang enggak punya pacar !” jawabku. Masa bodo apa yang akan dia pikirkan nanti.

“Lagi pula, apa masalahmu ?” lanjutku ketus

Dia menatapku dengan intens. Ah, aku tidak suka seseorang menatapku seperti itu. Tapi tatapan yang dia berikan berbeda. Itu bukan tatapan menilai atau tidak suka. Itu jelas berbeda.

“Kamu lupa aku pacarmu ?” tanyanya

“Pacar ?” stevie mengulang kata itu karena tidak habis pikir.

Sejak kapan dia berpacaran ? Apa dia lupa ingatan ?

“Kenapa mukanya gitu ?” dia masih menatapku tanpa berniat beranjak dari sana

.  .  .

Sampai ketemu di bab selanjutnya. Hope you enjoy it :)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status