Share

Episode 4

Author: Racie4s
last update Last Updated: 2021-07-08 20:24:04

Jason datang bersama seorang gadis cantik berpotongan pixie yang terus menggelayuti lengannya selagi mereka berjalan. Jason mengenakan t-shirt berwarna gelap dengan aksen robek di bagian dadanya di atas celana kulit cokelat burgundy. Ia hanya mengangkat dagu sekilas menanggapi sapaan Thomas sembari menuju ke tempat kami duduk.

Kemudian pandangannya beralih padaku. Ia mengerutkan kening menatapku seolah aku adalah orang yang pernah dia temui namun tak dapat diingatnya, kemudian matanya melebar ketika ia mengenaliku.

Jason mengangkat sebelah alisnya memandangiku, kemudian melirik pada Thomas, lalu Lauren. Ketika ia sampai di dekat sofa, dua orang cowok berdiri untuk memberinya tempat lalu mereka berjalan ke luar ruangan. Kini Jason duduk berseberangan denganku. Matanya menatapku tajam.

"Kukira kau bakal absen malam ini karena semua artikel itu.” Thomas berbicara sambil menuangkan whiski ke dalam gelas kaca yang telah diisi bongkahan es batu kemudian menyodorkannya pada Jason.

Dia mengambil gelas itu dari tangan Thomas dan langsung menenggak isinya sampai habis. "Omong kosong. Para paparazi itu bisa pergi ke neraka." dia mengumpat kesal. "Jaga ucapanmu Jason, bila mereka tiba-tiba ada di dekatmu, kau bisa dapat masalah seperti yang terakhir kali." Lauren memperingatkannya. Jason hanya mengibaskan sebelah tangan di depan wajahnya menanggapi ucapan Lauren.

"Oh ya bro, kau ‘kan sekarang pergi ke kampus yang sama dengan Lauren,  kau pasti kenal dengan Mia, apa kau tahu kami baru saja menjadi teman baik sekitar...  lima menit yang lalu," ujar Thomas lalu nyengir lebar sembari melingkarkan tangannya ke bahuku tapi buru-buru menurunkannya lagi saat melihat pandangan tajam Lauren.

Jason menggerenyit sambil melihatku dengan tatapan kesal. Seolah dia sedang menatap setitik noda yang mengotori pakaian mahalnya. "Entahlah, mungkin aku pernah melihatnya di suatu tempat," ujarnya malas.

"Hei kau mau dansa?" tiba-tiba Thomas berpaling padaku. Aku mengangkat bahu sambil menoleh pada Lauren. "Kau tidak perlu ijin segala Mia, aku bukannya ingin menculikmu. " Thomas berkata gemas sambil menarik tanganku agar berdiri mengikutinya.

Aku hendak membantah tapi dia sudah setengah menyeretku berjalan di sampingnya.

"Jangan kuatir, dia aman bersamaku." Lauren menyipitkan mata melihatnya. "Justru itu yang membuatku kuatir Tom, " sahutnya ketus. Thomas langsung tertawa mendengarnya. Aku sempat melihat Jason sebelum berjalan melewatinya, dan tatapannya kini semakin garang.

Thomas membawaku ke area lantai dansa yang berseberangan dengan lobi utama.

Musik berirama cepat masih membahana, dia mulai mengajakku menari. Aku tidak begitu mengerti cara mereka berdansa, jadi aku hanya bergerak dengan gaya kasual yang biasa kulakukan saat aku pergi ke pesta dansa tahunan. Kuharap ini tidak terlihat norak.

Thomas terus tersenyum sambil mendekatkan dirinya padaku. Ia membungkuk lalu berbicara di dekat telingaku, "Suka tempat ini? " ia berkata agak keras mengatasi suara musik. Aku mengangguk, "Keren, " seruku. Ia menyeringai lebar. "Apa kau punya pacar?"

Aku menggeleng,"Tidak ada waktu, kuliah dan sebagainya, membuatku benar-benar sibuk."   

"Tidak mungkin," sahutnya. Aku melihat binar kegembiraan di matanya.

"Aku bisa kog jadi cowok yang pengertian, tidak akan merepotkanmu. Sumpah pramuka." Thomas berkata sambil mengangkat tangan kanannya seperti mengucap janji. Aku tertawa padanya.

Lalu mendadak ia menurunkan tangannya kemudian menarikku mendekat ke arahnya. "Thomas?" Namun seolah mengabaikan panggilanku, ia justru membungkuk dan mendekatkan wajahnya padaku.

Tiba-tiba seseorang menarik lenganku begitu keras sehingga aku hilang keseimbangan dan terhuyung mundur. Aku menoleh terkejut pada Jason yang tengah mengenggam erat lenganku dan menahanku di sisinya. Sejak kapan dia ada di sini?

Thomas menatapnya terkejut. "Jason? Apa yang kau lakukan? " tanyanya bingung.

"Cari saja gadis lain untuk kau rayu, Tom, " sahut Jason kasar sebelum ia menarikku pergi.

Namun Thomas menahan Jason dengan memegangi bahunya. "Tunggu. Kau pikir kau mau kemana bro? Aku yang melihatnya lebih dulu, jadi kau yang harus pergi."

"Singkirkan tanganmu." Jason menggeram pelan. "Lepaskan dulu Mia!" balas Thomas marah.

Aku melihat wajah Jason berubah merah padam, tubuhnya bergetar hebat karena marah. Detik berikutnya berlangsung sangat cepat. Jason menepiskan tangan Thomas yang ada di bahunya kemudian ia melayangkan tinjunya begitu keras ke wajah Thomas sehingga membuatnya terhempas ke lantai. Aku menjerit histeris sambil membekap mulutku.

Thomas tertatih bangkit. Ia mengumpat kesakitan seraya menggosok sisi wajahnya yang baru saja terkena pukulan. Ia menggoyang-goyangkan kepala sejenak sebelum menatap marah pada Jason. "Kau yang mulai," geramnya.

Jason menyeret lenganku dan membuatku berdiri di belakangnya. Thomas merangsek maju dan melayangkan pukulan ke wajah Jason yang menangkisnya dengan lengannya. Tangan Thomas yang lain terayun ke perut Jason namun dengan cepat ia menangkap pergelangan tangan Thomas kemudian memuntirnya.

Lalu Jason mendorong Thomas dengan keras sehingga ia terjatuh ke lantai. Kemudian ia melompat dan menduduki tubuh Thomas yang telah terkapar kemudian sambil memegangi bahunya dia mulai memukuli wajah Thomas bertubi-tubi.

Aku berlari mendekat dengan panik. "Hentikan Jason!" teriakku histeris. Aku mencoba menahan tangannya yang memukuli wajah Thomas sekuat tenaga. "Kumohon hentikan, jangan memukulnya lagi!" aku berseru ketakutan sambil setengah menangis.

Jason memutar kepalanya dan memandangku heran, seolah baru menyadari aku masih ada di situ. Setelah menyentakkan kepala Thomas yang telah terkulai lemas ia serta merta menarikku keluar dari kerumunan orang yang entah sejak kapan telah mengelilingi kami seperti pagar pembatas.

Jason menyeretku keluar klub. Dia mengabaikan seruan protesku dan terus menarik lenganku menyusuri koridor hingga ke lounge yang ada di dekat lift.

Dia menghempaskanku ke salah satu dinding lalu menempatkan kedua tangannya masing-masing di kedua sisi tubuhku, mengurungku. Aku menatapnya dengan panik, kucoba untuk meloloskan diri dengan melewati celah di bawah lengannya, tapi dia segera menangkap bahuku dan mendorongku kembali ke dinding.

Jason memandangiku dengan garang. Dia kelihatan sangat marah. Harusnya kan aku yang marah, kenapa aku malah ketakutan begini?!

"Apa maumu?" aku bertanya dengan suara bergetar.

"Kau pikir kau sedang apa hah?!" semburnya.

"Jadi ini yang dilakukan seorang mahasiswi teladan di waktu senggangnya?"

"Pergi ke klub dengan pakaian seksi dan menggoda cowok-cowok?!"

Aku ternganga syok mendengar kata-katanya. Orang ini benar-benar... beraninya dia mengataiku!

"Apa yang kulakukan itu bukan urusanmu Jason!" bentakku galak.

Wajahnya langsung berubah merah padam. Jason mengayunkan tangannya dan memukul dinding di sisi wajahku dengan sangat keras hingga membuatku terlonjak kaget.

"Kalau begitu berhentilah berada di sekitarku Mia!"

"Pergilah ke tempat di mana aku tidak bisa melihatmu!" dia berseru marah.

Dia jahat sekali… benar-benar arogan. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu padaku.

Aku merasakan air mata mulai menggenang di sudut mataku kemudian perlahan mulai mengalir turun ke sisi wajahku.

"Kukira aku sudah melakukannya, aku pergi jauh dan kau tetap saja menemukanku," kataku bergetar. Aku melihat sinar matanya berubah saat ia mendengar perkataanku. "Aku membencimu,” ujarku tercekat.  "Kenapa kau tak bisa meninggalkan aku sendiri?" ujarku sambil berusaha menahan isak tangis.

"Rupanya ingatanmu sudah kembali, apa yang terjadi waktu kau bilang kau tidak mengenalku tempo hari?" dia menyeringai puas sambil menatapku tajam. Seperti macan yang mengawasi kelinci buruannya.

Aku mendelik padanya, kucoba mendorong tubuhnya yang mengurungku, tapi rasanya seperti mendorong dinding kokoh yang tak bergerak sedikit pun.

"Aku tak mau bicara padamu, biarkan aku pergi!" seruku marah dan putus asa karena terjebak dengannya seperti ini.

Dari arah koridor terdengar suara lift berdenting terbuka kemudian disusul oleh suara langkah-langkah kaki yang mendekat ke arah kami. Aku melihat Jason melirik ke arah belakangku kemudian sebuah seringai licik muncul wajahnya.

Secara mengejutkan Jason menurunkan kedua tangannya. Aku sudah hendak melangkah pergi ketika ia kembali menangkap lenganku, kemudian dengan tangan lainnya ia memegangi sisi wajahku hingga membuatku mendongak kepadanya.

Sebelum aku menyadari apa yang terjadi Jason telah memiringkan kepalanya dan menciumku dalam-dalam. Seruan kagetku dibungkamnya dengan bibirnya. Aku berusaha mendorongnya tapi dia malah semakin mengeratkan pelukannya.

Kemudian kilatan lampu blitz seolah datang dari segala arah dan juga suara jepretan kamera berkali-kali. Jason menghentikan ciumannya dan melepaskan pelukan. Seringai kejam menghiasi wajahnya.

Aku terengah kemudian memutar kepalaku dan melihat banyak wartawan lengkap dengan kamera di depan wajah mereka sedang memotret kami berdua dari segala sisi. Suara-suara berbicara bersamaan. Aku hanya mendengar satu dua kalimat seperti, "Siapa gadis itu?" atau, "Kelihatannya Jason Marshall punya kekasih baru."

Aku terbelalak ngeri menatap sekelilingku. "Selamat Mia, " kudengar Jason berbisik di dekat telingaku. Aku memandangnya dengan tatapan kosong. Ini gila! Dia benar-benar sudah gila!

"Besok kau akan muncul di halaman depan majalah People edisi minggu ini," ujarnya seraya menyeringai puas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Falling for you   Episode 89

    {Mia POV} Aku menggenggam tangan Jason yang menangkup wajahku sambil tersenyum haru."Thanks. Ini sangat berarti untukku." aku berkata kemudian mencodongkan tubuhku dan mencium pipinya. Jason melihatku dengan pandangan berbinar-binar."Ini adalah momen yang bagus Mia,” ujarnya dengan suara yang ditarik-tarik, senyum samar menghiasi bibirnya," dan sungguh, aku bisa melakukan ini seharian.""Kalau saja Joe tidak menonton kita dari tadi," imbuhnya kalem. Mataku melebar terkejut, aku menoleh dengan cepat dan mendapati Joe sedang berdiri tidak jauh dari mobilchevy.Ia tengah memperhatikan kami berdua tanpa berkedip. "Hai sobat, apa kabar?" Jason melambaikan tangannya dengan kasual pada Joe. Anak itu melihat ke arah chevy dengan pandangan terkesima. Melihat Jason lebih tepatnya. "Kau berhasil menghidupkan benda ini kembali." ekspresinya campuran ngeri dan takjub."Kukira dulu&n

  • Falling for you   Episode 88

    Jason memejamkan matanya, terlihat gusar. Namun ketika ia membuka mata dan memandangku lagi, aku menangkap sorot geli di matanya, seolah ia mendapati diri sedang berada dalam situasi yang konyol dan tak terduga. “Tidak juga,” ujarnya. “Itu jawaban yang aneh,” gumamku bingung. “Lantas, untuk apa sebenarnya kunci yang ada di dalam kotak itu, aku tidak mengerti…” Ia merengkuh wajahku lalu menyandarkannya ke dadanya. “Jangan dipikirkan.” Ia menghembuskan napas panjang. “Ceritakan padaku tentang kontrak terbaru Blues, apa kau menerimanya?” Aku menggangguk pelan. “Dengan syarat-syarat seperti yang kau beritahukan kepadaku,” kataku teredam. “Siapa yang menyangka.” aku berkata lirih. Setelah pementasan teater Hemingway’s, lalu OST itu dan sekarang kontrak baru ini…” “Aku menyangkanya, kau yang terlalu memandang rendah dirimu sendiri.” Aku tersenyum di dadanya. “Bagaimana denganmu? Apa syutingnya berjalan lancar?” “Ya, sutradara

  • Falling for you   Episode 87

    {Mia POV} “Kenapa aku tidak melihat ibuku dan Joe, atau Lauren malam ini?” aku bertanya seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling teater Delacorte selagi kami berjalan meninggalkan tribun. “Mereka pergi duluan.” Jason mengangguk kepada sopirnya yang menunggu, pria itu dengan cekatan segera membuka pintu belakang mobil dan menahannya untuk kami. “Aku ditunggu untuk makan malam bersama anggota yang lain,” kataku ketika Jason menggiringku masuk ke mobilnya. "Jean-Pierre mengadakan pesta untuk semua kru dan pemain di Forestier, aku wajib datang." aku mengingatkannya. "Kau tidak akan ke sana," sahut Jason ringan, ada jejak humor dalam suaranya. "Karena kau sedang diculik." *** Aku tertegun saat melihat di mana mobilnya berhenti. Jason tersenyum mengamati ekspresiku. "Kau menyukainya?" Dia membawa kami ke Montreal. Aku tertawa pelan lalu berpaling padanya. "Sepertinya kau

  • Falling for you   Episode 86

    {Mia POV} Dua belas jam sebelum pertunjukan Delacorte “Kau ikut? Aku dan Joe ingin ke Forestier.” ibuku berhenti di ambang pintu kamar saat melihatku masih belum beranjak dari depan meja belajar. “Sebentar,” gumamku tanpa mengalihkan pandangan dari layar komputer. Aku sedang menyelesaikan balasan email yang akan kukirimkan pada Blues Record. Setelah kontrak OST yang terakhir kali mereka mengajukan penawaran lain dan aku memerlukan beberapa detailnya sebelum memutuskan. Kemarin aku telah memberitahu Jason tetang prospek tersebut, dan dia mengusulkan beberapa hal dalam klausul kontraknya bila aku memang ingin kembali bekerja sama dengan label mereka. Jason sangat terperinci. Aku harus bersyukur atas pengalamannya berurusan dengan banyak agensi dan manajemen artis sejak kecil, kini itu membantuku. Sudah satu bulan sejak dia berangkat ke Prancis, dan alih-alih berbicara dan saling menan

  • Falling for you   Episode 85

    {Mia POV} Aku memusatkan pikiran, berusaha menghapal dialog yang sudah kuulangi sekitar seratus kali di kepalaku. Mencoba meredam suara-suara di sekitarku dengan berpikir lebih keras meskipun itu tak terlalu berhasil. Aku masih bisa mendengar Jean-Pierre berseru dengan lantang pada para pemain lain serta kru agar bersiap untuk adegan selanjutnya.Adegan penutup yang menentukan. Ini adalah hari terakhir dari rangkaian pertunjukan teater Hemingway's, "The Winter Snow".Sudah empat hari ini mereka mengadakan pertunjukannya di Delacorte. Bahkan malam ini penonton yang datang semakin membludak. Melihat lagi ke belakang, kupikir ini seperti mukjizat. Sampai sebulan yang lalu, aku masih berada dalam perawatan. Dokter yang memeriksaku secara teratur mengatakan meskipun luka tembak yang kualami tidak mengenai bagian yang vital, tapi trauma lukanya membuat tubuhku sempat sulit merespon obat-obatan.Mereka harus melakukan

  • Falling for you   Episode 84

    {Mia POV} “Aku belum memutuskan apapun.” Jason berkata tenang. Ia mengusap punggung tanganku yang digenggamnya dengan ibu jari. “Aku ingin memberitahumu lebih dulu.” Aku menelan ludah dengan sudah payah. ”Itu tidak ada bedanya, kau tetap harus pergi.” Jason mengalihkan pandangannya diriku, tatapannya menekuri jalinan tangan kami di atas selimut. “Sebenarnya aku memiliki beberapa prioritas.” ia berkata lalu menatapku penuh arti. “… dan kekasih yang memerlukan kehadiranku ada di daftar teratas.” Dia ragu karena aku. Untuk sesaat hatiku diliputi kebahagiaan. Sampai perkataannya tersebut membuatku berpikir ulang tentang banyak kemungkinan, dan apa jadinya bila dia mengabaikan kesempatan dalam hidupnya demi aku. Jason telah melakukan banyak hal untukku, bukan saja mendukung namun dia juga menciptakan kesempatan-kesempatan hingga impianku menjadi penyanyi terwujud. Kesal dan frustasi karena sadar tidak mungkin m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status