Share

Part 2

"Ibu mau ada pembantu di rumah ini.” Bu Rohimah tiba-tiba memberi usulan saat sedang ada di meja makan.

Pagi itu Sandra, Alan dan Bu Rohimah hanya sarapan roti dan selai coklat seperti biasa. Wanita tua itu tampak tidak berselera seperti biasanya juga. Ia tidak biasa sarapan dengan roti, makan ya harus dengan nasi. Roti itu cuma camilan baginya.

Tapi apa mau dikata. Bu Rohimah juga tidak kuat jika harus membuat sarapan setiap hari dan Sandra terlalu sibuk mengurusi Rio dan Alan ditambah bersiap untuk berangkat kerja. Sedangkan Alan, lelaki itu sama sekali tidak pernah melakukan pekerjaan rumah.

Sandra mengangguk setuju. Sudah lama ia membicarakan perihal pembantu rumah tangga sekaligus pengasuh bayi pada Alan tapi lelaki itu tidak suka. Alan tidak suka orang asing ikut tinggal di dalam rumahnya karena untuk lelaki itu, rumah adalah privasi keluarga.

“Bagaimana Lan? Ibu nggak mungkin terus-terusan jaga Rio setiap kamu dan Sandra kerja. Ibu sudah tua lho. Lagi pula mending ibu tinggal di kampung, di sini ibu nggak ada temennya, udah gitu cape pula.” Wanita tua itu melirik Sandra dengan tatapan tidak nyaman.

“Aku setuju sama Ibu, Mas.” Jawab Sandra, tidak sadar akan pandangan tidak mengenakkan dari mertuanya. 

“Aku kurang setuju, Bu.” Jawab Alan.

“Kenapa?” Tanya Bu Rohimah.

“Aku ngerasa kalau privasi kita jadi terganggu aja kalau ada orang luar.”

“Terus solusinya bagaimana? Sandra keluar dari kerjaan aja?”

Sandra hampir memuncratkan susu yang sedang ia minum mendengar usul sang mertua untuk berhenti bekerja.

“Nggak bisa begitu dong Mas. Mending kita sewa pembantu atau pengasuh aja lah, dari pada aku berenti kerja kan?”

“kenapa nggak bisa? Gajiku lebih dari cukup untuk biayain kamu, Rio dan Ibu. Jadi menurutku malah bagus kalau kamu berenti kerja.”

“No. No.” Sandra mengibas-ngibaskan tangannya. “Bisa stress aku Mas kalau kamu suruh untuk berhenti kerja dan diam di rumah terus.”

“Sandra, kamu sekarang sudah punya anak yang butuh perhatian kamu. Kamu nggak akan kesepian karena ada Rio. Ada ibu juga kalau kamu butuh teman cerita. Membesarkan anak itu juga sama seperti berkarir, malah lebih berat.”

“Sudah-sudah, jangan berantem pagi-pagi.” Bu Rohimah menengahi. “Pokoknya kalian rundingkan dengan cepat. Ibu sudah janji sama Lastri kalau akan kasi tahu keputusan sore ini.”

“Lastri Bu?” Tanya Alan penasaran seketika.

Sedangkan Sandra tidak lagi mengikuti percakapan pagi itu karena Rio terdengar menangis dari kamar.

“Iya. Lastri anaknya Pak Waidin.”

“Bukannya dia sudah nikah sama juragan bebek ya? Kok mau jadi pembantu?”

“Dia kan sudah cerai enam bulan lalu karena suaminya nikah lagi.” Jelas Bu Rohimah.

 “Pokoknya kamu cepat rundingkan sama Sandra, kalau bisa sih kamu setuju-setuju saja. Ibu nggak nyambung ngomong sama istrimu yang sok modern itu, kalau ada Lastri kan ibu jadi nggak kesepian.”

*****

Karena Rio rewel saat sarapan, Sandra jadi kehilangan momen untuk menanyakan perihal riwayat pencarian di ponsel Alan. Sandra buru-buru ke kantor dengan ojek online sedangkan mobil mereka digunakan Alan karena tempat kerja suaminya lebih jauh dan berlawanan arah dengan Sandra.

“Wah tumben si cantik Sandra terlambat.” Baru juga masuk ke ruangan, Sandra sudah digoda oleh Faiz, teman kerjanya.

“Iya nih. Kayaknya dandan lama makanya telat.” Celetuk Handoko yang secara umur sudah jauh lebih tua dari Sandra.

Sandra hanya tersenyum yang dipaksakan lalu duduk di meja kerjanya. Dasar laki-laki celamitan!

“Andai istri saya mau dandan sedikit saja kayak Sandra, saya pasti betah di rumah.” Belum selesai, Pak Handoko malah membuka pembicaraan.

“Masih mending istri bapak, istri saya sudah dandan nggak mau, badannya lemak semua, pakai daster itu-itu saja sampai saya malu.” Faiz ikut-ikutan.

Kata-kata Faiz membuat Sandra teringat akan riwayat pencarian di ponsel suaminya. Kalau dipikir-pikir, tidak masuk akal kalau Alan yang sudah memiliki istri sempurna seperti dirinya malah tertarik pada wanita yang tidak sesuai dengan standar lelaki pada umumnya.

“Memangnya laki-laki nggak suka sama wanita gemuk dan nggak dandan ya Pak?” dari pada penasaran, yasudah Sandra tanyakan saja pada teman-teman kerjanya.

“Ya jelas lah. Perempuan itu harus yang bodynya bagus. Laki-laki itu makhluk visual, nggak cukup sama cinta doang. Iya nggak Pak?” Pak Handoko menjawab.

“Iya. Suami mana sih yang nggak ingin istrinya tampil cantik. Tapi dasar perempuan ada-ada aja ngelesnya kalau disuruh rawat diri. Sibuk urus anak lah, sibuk urus rumah lah, sampe suami sendiri nggak diurus. Kalau nanti suami yang selingkuh, laki-laki yang disalahkan.” 

Sandra mengangguk-angguk mendengar jawaban kedua rekan kerjanya. Benar juga, tidak mungkin Alan tertarik pada wanita seperti yang ada di ponsel lelaki itu tadi malam. Pasti suaminya itu hanya iseng saja.

*****

“Ibu nungguin siapa?” tidak biasanya sang mertua menyambut Sandra di depan gerbang.

Melihat Sandra yang datang, senyum Bu Rohimah langsung hilang.

“Nunggu pembantu baru.” Jawabnya singkat lalu langsung masuk ke rumah lagi.

Sandra mengangguk-anggukkan kepala, berarti Alan sudah setuju kalau ada pembantu di rumah. Baguslah, pikir wanita itu. Jadi Alan tidak perlu mengungkit soal dirinya yang harus berhenti kerja atau tidak.

“Mas Alan sudah setuju Bu?” Tanya Sandra basa-basi.

“Iya.” Lagi-lagi ibu menjawab dengan singkat. Ibu mertuanya memang tidak pernah mau mengobrol panjang dengan Sandra, berbeda sekali dengan saat sebelum Sandra dan Alan menikah.

“Rio di kamar?”

“Iya. Langsung tidur habis ibu kasi susu.”

Sandra hanya mengangguk. Rasanya canggung harus ngobrol berlama-lama. Wanita itu segera ke dapur. Makanan dari catering langgangan Sandra sudah tersedia di meja makan. Sengaja ia bedakan menu untuk dirinya juga mertuanya karena selera mereka berdua sangat berbanding terbalik. Sandra makan salad ikan salmon dan pasta sedangkan ibu mertuanya ia pesankan menu makanan rumahan Indonesia.

Sambil makan, Sandra sekalian memompa ASInya untuk ia simpan sebagai stok saat sedang bekerja. Walau bekerja, Sandra rutin pulang ke rumah setiap makan siang untuk memompa ASI untuk Rio. Alan bisa ngamuk kalau Rio sampai mendapatkan susu formula dan bukannya ASI dari Sandra.

Selesai makan siang dan memompa ASI, Sandra mendengar suara mobil memasuki rumah. Ia lirik jam, waktu makan siang sudah hampir habis dan tidak biasanya Alan pulang ke rumah saat makan siang. Butuh setidaknya satu jam untuk sampai dari rumah ke tempat kerjanya.

Terdengar suara riang ibu mertuanya disusul dengan suara wanita yang asing untuk Sandra.

Segera setelah membenahi bajunya dan menyimpan botol ASI di kulkas, wanita itu keluar dan mendapati Alan, mertuanya dan seorang wanita muda dengan tubuh gemuk di teras rumah.

“Mas? Ini siapa?”

Jantung Sandra berdesir, kecurigaannya terhadap Alan muncul lagi. 

“Ini Lastri yang akan kerja di rumah kita mulai hari ini.” Jawab Alan, lelaki itu membawa tas besar yang Sandra yakin adalah milik Lastri.

“Kok bisa barengan?” Tanya Sandra lagi. 

“Iya, Ibu yang suruh Alan jemput Lastri di kampung biar nggak nyasar.”

Sandra melihat Alan dengan tatapan menuntut jawaban. Lelaki itu tidak mengatakan apa-apa soal dia yang pulang ke kampung untuk menjemput Lastri.

“Terus gimana kerjaan kamu hari ini, Mas?”

“Aku udah izin kok San. Kamu nggak perlu khawatir.”

“Bukan itu, tapi kamu kok gak bilang-bilang…”

Sandra sebenarnya masih punya banyak hal untuk ditanyakan. Namun, driver ojek online yang sudah ia order sebelumnya sudah datang. Mau tidak mau, Sandra harus meninggalkan ketiga orang itu dengan kepala penuh pertanyaan yang belum terjawab.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status