Sandra merasa terganggu. Ia tidak bisa fokus mengerjakan pekerjaannya. Riwayat pencarian di ponsel Alan yang sempat ia lupakan kini lagi-lagi mengganggu pikirannya. Apalagi sekarang ada Lastri, pembantu baru yang tadi siang dijemput Alan tanpa sepengetahuan Sandra.
Wanita itu memutuskan untuk pulang lebih awal. Ia tidak bisa bekerja dengan tenang.Sesampainya di depan rumah, terdengar suara tawa sang mertua. Suara yang jarang sekali Sandra dengar. Lalu disusul oleh suara tawa Alan yang entah mengapa membuat Sandra kesal, sudah lama sang suami tidak tertawa seperti itu saat ngobrol bersama dengan dirinya. Begitu masuk rumah, ia mendapati suami, mertua dan pembantu barunya sedang duduk di ruang tamu sambil minum teh dan makan kue. Sandra tidak ingat kapan ia dan sang mertua juga suami kumpul sambil mengobrol seperti yang ia lihat sekarang.“Eh San, tumben cepet pulang.” Alan bicara dengan wajah sumringah. “Ayo gabung.” Katanya.Sandra memperhatikan Lastri yang terlihat segan karena kedatangan Sandra. Wanita itu mengenakan daster hijau kebesaran dengan rambut diikat ke atas, mirip seperti gaya wanita di pencarian ponsel Alan. Dipangkuan wanita itu ada Rio yang duduk dengan anteng, tidak seperti saat Sandra yang memegang Rio.“Saya bikinkan tehnya dulu, Bu.”Meski bertubuh gemuk, Lastri terlihat masih cantik. Kulitnya bagus dan sudah jelas jika wanita itu lebih muda dari Sandra.“Nggak usah repot-repot Las, Sandra nggak minum teh manis.” Sang mertua menghentikan Lastri yang bersiap berdiri dari duduknya. “Duduk aja di sini temenin ibu ngobrol. Ibu masih rindu cerita-cerita di kampung.”Sandra mengulurkan tangan, setidaknya ia ingin mengambil Rio dari Lastri. Lastri dengan kikuk memberikan Rio pada Sandra tapi bayi berusia enam bulan itu langsung meronta-ronta saat dipegang ibunya.“Sudah aku bilang San, Rio nggak suka bau make up sama parfum kamu. Kamu mandi dulu aja baru habis itu pegang Rio.”Sandra menatap Alan dengan kesal. Situasi ini membuat Sandra merasa tersisihkan. Rasanya seperti kehadiran Lastri lebih diharapkan dibandingkan kehadiran dirinya.“Ikut aku Lan, aku mau ngomong.” Kata Sandra yang tidak bisa menutupi rasa tidak sukanya.*****“Kenapa?”Sandra mendengus lalu menutup pintu kamar. Ia memandangi lelaki yang lima tahun ini sudah jadi suaminya.“Kamu mau ngomong apa?” Tanya Alan lagi karena pertanyaannya belum dijawab.“Kenapa nggak bilang-bilang kalau kamu terima pembantu baru? Bukannya sampai tadi pagi kamu masih nggak setuju kalau ada pembantu di rumah ini?”“Kan memang kamu sama ibu yang mau pembantu, jadi aku pikir buat apa bilang lagi toh tadi pagi kan kamu juga yang setuju.”Benar, memang Sandra setuju untuk mempekerjakan pembantu baru. Tapi bukan seperti ini maksudnya. “Tapi seengaknya kamu ngomong dulu sebelum milih pembantu kan.” Sandra kesal.“Lastri itu pilihan Ibu, San. Ibu sudah kenal lama sama Lastri, jadi ibu tahu Lastri itu orang yang bagaimana. Lagi pula ibu jadi ada teman ngomong selama kita kerja.”“Yakin bukan karena kamu yang butuh teman ngobrol?” tuduh Sandra. Melihat betapa Alan sangat menikmati percakapan sore harinya dengan ibu dan pembantu baru, bisa jadi memang sebenarnya yang butuh teman ngobrol adalah sang suami.Alan tertawa, ia memegang pundak Sandra lalu menatap wanita itu hangat.“Kamu cemburu sama Lastri? Kamu cemburu sama pembantu baru kita?”Sandra membalas tatapan Alan. Iya. Dia memang cemburu. Tapi harga diri Sandra terlau tinggi untuk mengakui bahwa wanita hebat sepertinya cemburu hanya karena seorang pembantu dari desa.“Bukan begitu. Tapi aku nggak suka kalau caranya begini.” Sandra membela diri.“Caranya bagaimana? Aku salah dimana?”“Kamu sampai jemput Lastri ke kampung tanpa sepengetahuanku. Kamu bahkan bolos kerja untuk itu. Apa itu pantas?”Alan menggelengkan kepala lantas tertawa. “Kamu cemburu, Sandra.” Bisiknya dengan nada nakal di telinga sang istri.Lantas Alan mendekapkan tubuh Sandra, memeluk Sandra dengan erat sebelum mencium bibir sang istri.“Sandra yang aku tahu nggak akan cemburu hanya karena hal kayak begini. Sandra yang aku tahu itu wanita hebat yang nggak akan membiarkan hal-hal nggak masuk akal mengganggu pikirannya.” Kata Alan dengan bibir yang sudah ikut merah karena lipstick sang istri.Mau tidak mau Sandra ikut tersenyum menyadari betapa bodohnya dia karena sudah berprasangka yang tidak tidak.“Kamu mandi dulu ya, nanti malam kita lanjut lagi.” Kata Alan sambil mengedipkan mata.*****Hanya lelah yang Alan rasakan setelah sekian lama ia kembali melakukan aktifitas ranjang bersama Sandra. Dulu ia sangat menyukai aktifitas itu, ia bahkan bisa tergoda hanya dengan melihat istrinya terbaring dikasur. Bahkan ketika sang istri sedang hamil, Alan masih sering tergoda. Namun, entah mulai kapan, tubuh sang istri tidak lagi menggodanya.Ia tahu Sandra sudah berusaha untuk menarik perhatiannya. Wanita itu bahkan sengaja menggunakan lingerie-lingerie seksi beraneka warna dan bentuk hanya untuk membuatnya bergairah. Meski begitu, ia tidak kunjung tergoda.Sekarang di matanya Sandra hanya seperti manusia yang ia temui sehari-hari, tidak lagi menarik seperti ubahnya seorang wanita. Meski begitu, Alan yakin dia masih mencintai Sandra. Terlebih Sandra sudah melahirkan Rio, anak yang selama ini ia nanti-nantikan.Ia hanya kehilangan gairah, bukan kehilangan cinta.Setelah memastikan Sandra terlelap, Alan keluar dari kamar. Badannya terasa panas setelah melakukan aktifitas ranjang, ia ingin menghirup udara segar dan minum air untuk mendinginkan tubuh.Lampu dapur masih menyala ketika Alan datang. Di sana, berdiri Lastri dengan daster hijau kebesarannya. Memunggungi Alan sambil menyiapkan bahan dapur agar besok pagi tidak repot saat menyiapkan sarapan.Jantung Alan berdesir melihat penampakan Lastri. Dengan tubuh montok bisa dibilang gemuk, wanita itu dengan cekatan memotong bahan masakan untuk besok pagi.Akhir-akhir ini Alan sadar ada yang aneh dengan dirinya, dibandingkan tubuh ramping dan hampir sempurna milik Sandra, tubuh wanita berlemak dengan balutan baju sederhana seperti daster membuatnya lebih penasaran. Entah sejak kapan tetapi wanita gemuk berdaster memiliki sesuatu yang bisa membuat Alan kembali tergugah dan tergoda.“Eh, Pak Alan. Belum tidur?” Ada raut kekagetan di wajah Lastri ketika ia berbalik dan melihat sang majikan sedang berada di ambang pintu dapur memperhatikan dirinya.“Iya. Mau minum.” Jawab Alan dengan kikuk.Lelaki itu kemudian membuka kulkas, mencari air dingin untuk diminum.“Bapak nggak butuh sesuatu lagi?”Tahu-tahu Lastri sudah ada di belakang Alan, cukup dekat hingga membuat Alan menjadi canggung. Detak jantungnya menjadi tidak karuan.Wajah wanita itu terlihat cerah. Pipi tembamnya mengembang saat ia tersenyum dan bicara pada Alan. Oh manis sekali, pikir lelaki itu.“Ah, nggak.” Alan menjawab dengan terbata-bata.“Kalau begitu permisi Pak, saya mau ambil tomat di kulkas.”“Oh, iya, iya. Maaf.”Alan segera menggeser badannya, hendak pergi. Namun berhenti tepat diambang pintu. Ia melirik ke arah Lastri yang berjongkok mencari tomat di kulkas. Dasternya yang sedikit tersingkap membuat betis putih wanita itu terlihat. “Kamu masih lama tidurnya?” Tanya Alan dengan hati-hati.“Saya mau selesaikan bahan buat sarapan besok sih Pak, biar besok pagi nggak kelabakan.”“Temenin saya ngobrol, Mau?”Alan menyesali kata-katanya. Sekarang Lastri akan berpikir bahwa dirinya adalah lelaki mesum. Sudah punya istri tapi masih mengajak wanita lain untuk ngobrol malam-malam.“Boleh, Mas.” Jawab Lastri dengan senyum tertahan.Lelaki itu terkejut dengan jawaban dari Lastri. Ia pikir Lastri akan merasa tidak nyaman atau setidaknya menolak ide tersebut.Sempat Alan berpikir apakah yang ia lakukan sekarang adalah hal yang salah. Sandra mungkin tidak akan senang dengan apa yang ia lakukan sekarang.“Pak?” panggil Lastri karena Alan masih mematung.Toh ini cuma ngobrol. Alan mencoba untuk membenarkan dirinya.“Saya diceraikan karena sudah nggak cantik lagi Pak.” Ujar Lastri dengan mata menerawang.Wanita itu sudah selesai mempersiapkan bahan untuk masak besok. Tapi Alan masih ingin mengobrol. Setelah obrolan basa-basi tentang kampung halamannya, percakapan mereka berdua jadi lebih serius.“Kamu masih cantik kok.”Alan hanya menjawab sesuai yang ia pikirkan. Namun jawaban itu membuat Lastri terkejut. Sudah lama tidak ada yang mengatakan bahwa dirinya cantik.Wanita itu hanya membalas dengan senyuman dan itu membuat Alan salah tingkah. Alan menyesali kata-katanya barusan, kata-kata seperti itu cukup berbahaya untuk diucapkan kepada seorang wanita.“Sekarang Sekar ikut sama bapaknya?” Alan mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan tentang anak Lastri.“Tinggal sama bapak saya di kampung. Bapaknya sudah sibuk sama istri baru, mana ingat sama anak. Makanya saya kerja, karena Sekar butuh biaya untuk sekolah. Sedangkan bapak di kampung cuma buruh tani.”Mata Lastri berkaca-kaca saat membicarakan
“Mau kemana?” Sandra baru selesai memandikan Rio ketika melihat Alan juga baru selesai mandi. Bersiap entah kemana.Biasanya Alan tidak pernah keluar rumah di hari minggu. Alan adalah tipe suami rumahan, setelah menikah, ia tidak pernah lagi nongkrong dengan teman-temannya.“Disuruh ibu anter Lastri ke pasar.”“Sore-sore gini?” Sandra tampak tidak senang.Sudah seminggu lebih Lastri bekerja di rumahnya. Baik mertua juga suaminya sudah sangat akrab dengan pembantu itu karena memang mereka sudah saling mengenal di kampung. Hanya Sandra yang masih tidak nyaman.Rio juga sangat anteng jika sudah dipegang oleh Lastri, lebih anteng ketika Sandra yang menggendong bayi itu. Padahal Rio tipe bayi yang sensitif, tidak mau digendong oleh sembarang orang. Hal itu membuat Sandra lebih tidak nyaman lagi.Selain itu ia juga masih mendapati mertuanya menjelek-jelekkan dirinya di hadapan Lastri. Rasanya seakan Lastri lebih diterima oleh sang mertua ketimbang dirinya.“Memang nggak bisa sendiri? Bisa p
“Sandra mana Bu?” Tanya Alan pada ibunya begitu sampai rumah.“Di kamar kayaknya, dari tadi nggak keluar. Kenapa pulang malam sekali?” Tanya Bu Rohimah yang sedari tadi juga bertanya-tanya kenapa anaknya terlambat sampai rumah.“Mobilnya mogok, jadi Alan mampir ke restoran sekalian bungkusin makan malem.”Alan menyodorkan bungkus makanan tersebut pada sang Ibu lalu berjalan masuk ke kamar. Saat membuka pintu kamar, Alan langsung mendengar suara tangisan Rio sedangkan Sandra malah duduk di sudut ranjangnya memegang ponsel.“San, Rio nangis bukannya ditenangin malah main handphone.” Alan segera mengangkat Rio yang dibiarkan berbaring begitu saja di atas kasur. Setelah berada dalam gendongan Alan, bayi laki-laki tersebut berangsur tenang.“San? Kamu kenapa? Kerjaan kantor lagi? Segitu sibuknya sampai anakmu nangis pun nggak dilihat?” Tanya Alan beruntun karena mulai kesal sebab sang istri tidak juga menjawab.“Habis dari mana?” Tanya Sandra dingin. Wanita itu melemparkan ponselnya dengan
“Maksud kamu apa Lan?” Untungnya Rio sudah tidur saat Alan pulang dan masuk kamar. Sandra sengaja menitipkan Rio di kamar sang mertua agar bayi laki-laki itu tidak menangis seperti kemarin saat mendengar suaranya.“Maksud apa?” Alan terlihat malas dan lelah, ia menanggapi Sandra dengan tidak serius.“Ada apa sama Lastri sampai kamu berubah begini?”“Maksudnya?”“Kamu bahkan nggak minta pertimbangan aku waktu Lastri minta anaknya dibawa ke rumah ini. Apa itu pantas? Aku masih istrimu dan anggota keluarga ini!” Sandra menaikkan suaranya.Alan mengacak-acak rambutnya, tidak mungkin kan ia bilang kalau bukan Lastri yang minta Sekar dibawa ke rumah melainkan dirinya yang menawarkan.“Kemarin situasinya nggak enak, kamu juga sibuk dan langsung ke kantor. Kapan aku bisa bilang?” bela Alan.“Keputusan kayak gini bukan hal urgent yang harus diputuskan saat itu juga. Kamu harusnya bisa nunggu sampai omongin masalah ini ke aku, kan?” “Oke, terus kamu maunya gimana? Toh sudah terlanjur juga, ka
“Kamu terlalu sempurna, jadi aku merasa nggak dibutuhkan sebagai seorang suami.”Kalimat yang diucapkan Alan semalam masih membayangi Sandra. Sandra tidak mengerti maksudnya. Bagaimana mungkin kesempurnaan bisa menjadi kekurangan seseorang?Sebenarnya, istri seperti apa yang dibutuhkan oleh Alan? Atau memang hanya alasan Alan karena sudah tidak menginginkan dirinya? Apa suaminya punya wanita idaman lain? Apa wanita seperti Lastri?Tadi malam percakapan mereka terhenti begitu saja karena Rio menangis ingin disusui. Sandra tidak sempat menanyakan apa maksud lelaki itu. Begitu selesai mengurus Rio, Alan sudah tidur. Pagi hari pun mereka tidak sempat bicara apapun karena sibuk bersiap berangkat kerja.“Aku harus apa Sil?”Sandra menemui Sisil, sahabatnya, setelah pulang bekerja. Wanita itu tidak bisa menemukan jawaban atas arti ucapan Alan semalam. Lantas ia menceritakan semuanya pada Sisil.“Apa salah k
“Ibu nggak paham sama jalan pikiran kamu Sandra.”Bu Rohimah sudah bersiap akan tidur ketika mendengar Sandra berteriak. Rambutnya kusut, terurai begitu saja karena ia cepat-cepat keluar setelah mendengar Sandra berteriak.“Kamu kan pintar, tapi kenapa jalan pikiranmu nggak masuk akal? Bisa-bisanya kamu menuduh suamimu sendiri kayak begini.” Bu Rohimah memijat-mijat keningnya.“Nggak masuk akal bagaimana, Bu? Jelas-jelas aku liat Mas Alan sedang berduaan sama Lastri di dapur.” Sandra menjelaskan.Sandra menatap Alan yang tampak salah tingkah dan Lastri yang dari tadi hanya menunduk. Dari gaya mereka sekarang saja, sudah kelihatan kalau keduanya bersalah.“Alan, ibu pusing. Kamu jelaskan sendiri sama istrimu.” Bu Rohimah memijat keningnya yang sebenarnya tidak sakit.“Aku cuma ambil minum dan kebetulan Lastri masuk untuk nyiepin bahan sarapan besok. Tahu-tahu Sandra masuk dan menuduh macam-macam.
“Baru pulang?” Tanya Bu Rohimah dengan nada sinis.Sang mertua sedang nonton sinetron dengan Lastri di ruang keluarga ketika Sandra baru masuk rumah.“Iya, Bu. Ada lemburan.” Jawab Sandra dengan senyum yang dipaksakan.Sandra menatap Lastri yang langsung menunduk begitu Sandra datang. Dasar perempuan menyebalkan! Sandra benar-benar tidak suka melihat Lastri duduk di samping mertuanya, sudah seperti dia yang menjadi menantu di rumah ini. Apalagi jelas sekali kalau Lastri hanya merasa tidak nyaman pada dirinya.“Kenapa?” Tanya Bu Rohimah karena Sandra bukannya masuk kamar malah berdiri mematung. “Kamu mau ikut nonton sinetron?”“Nggak Bu. Cuma kangen aja pengen liat muka Ibu.” Jawab Sandra cuek kemudian naik ke kamar.Bu Rohimah hanya geleng-geleng melihat kelakuan menantunya yang semakin hari semakin ajaib itu.“Hai suamiku yang paling ganteng sedunia.” Sapa Sandra be
"Lan, ibu mau bicara.” Bu Rohimah berjalan mendekati Alan yang sedang minum teh sore di teras.“Iya Bu, mau ngomong apa?” Tanya Alan.“Itu si Sandra ada masalah apa sih sama Lastri? Kok kayaknya istrimu itu nggak suka banget sama Lastri.” “Maksudnya bagaimana? Kayaknya Sandra biasa saja deh Bu. Kemarin juga dia sampe mau ikut nemenin Sekar daftar sekolah. Sandra juga nggak protes waktu Alan bilang mau beliin Sekar sepeda.” Alan menatap bingung pada ibunya.“Menurut kamu begitu?” Tanya Bu Rohimah.Curhatan Lastri semalam soal Sandra yang sengaja membuat Lastri malu sebenarnya sedikit mengganggu wanita itu. Ia juga merasakan kalau Sandra tidak menyukai Lastri, jadi ia ingin mengkonfirmasi sendiri sebenarnya apa yang terjadi antara menantu juga pembantunya.“Memangnya ada alasan kenapa Sandra harus nggak suka sama Lastri?”“Nggak tahu ya Lan, tapi menurut ibu sih Sandra kayaknya cemburu s