Share

2. Bajingan Mesum

Tidak ada yang seorang wanita ingin menikah dengan duda, apalagi pria itu mantan kekasihnya dulu. Tidak, ini seperti mimpi buruk dalam kehidupan Yura. Di jaman modern seperti sekarang, masih gitu dijodoh-jodohkan, duda pula.

Namun Yura bisa apa coba, suka tidak suka dia harus menikah dengan Raga, laki-laki yang telah membuat kehancuran dalam hidupnya. Dari merenggut asetnya, untungnya dia tidak pernah sampai hamil, walau dulu masih polos, dia sering baca-baca novel yang ada ena-ena, sekalian praktek gaya baru setiap bertemu Raga. Astaga, gara-gara Raga kepolosannya pun punah.

Kini Yura sudah berada di masjid tak jauh dari rumahnya. Dia duduk samping pria yang tengah mengucap ijab kabul, atas persyaratan dirinya, pernikahan mereka digelar sederhana tanpa pesta.

Yura tak mau ada teman kampus, atau teman Raga mengenalnya sebagai istri Raga. Malu dong, sudah putus. Eh, tahunya nikah, nanti disangka Yura benaran menunggu duda Raga. Ih bisa besar kepala sih Raga-Raga ini.

"Bagaimana saksi sah?"

" Sah."

"Alhamdulillah."

Akhirnya sebuah kalimat sederhana, bermakna, disaksi kedua keluarga, ralat hanya keluarga Yura, dan menyatukan dua orang yang memiliki karakter berbeda. Menjadikan kedua orang ini sepasang suami istri sah di mata agama dan negara.

Setelah selesai akad nikah Raga langsung membawa Yura ke rumah mewahnya, untung Yura bukan wanita yang silau akan harta, mau harta pria ini berjibun seperti apa pun, dia tak peduli.

"Selamat datang, istriku," ucap Raga. Hampir saja isi perut Yura keluar, kalimat laki-laki ini menjijikan, telinganya sampai panas gini. Gerah, euy.

"Di mana kamar aku?" Wanita ini berjalan sambil menyeret kopernya, tidak ada waktu bicara hal tak berguna. Sudah syukur dia mau nikah dengan Raga, seolah stock laki-laki di dunia ini habis, sampai-sampai mengharuskan Yura menikah dengan mantannya yang sudah duda.

"Jangan buru-buru, duduk di sini dulu." Raga menepuk sofa kosong sampingnya, ada senyum dari sudut bibirnya, tetapi senyum itu seperti bermakna lain. Wanita ini sudah bisa menebak isi otak Raga.

Yura menyematkan tatapan sinis dari raut wajahnya. Untuk apa menghabiskan waktu dengan duduk dengan laki-laki tak berguna, seperti tidak ada kerjaan lain. Masih banyak kerjaan yang penting, daripada duduk manis.

"Tunjukan di mana kamar aku sekarang?" sekali lagi Yura menanyakan hal yang sama, bahkan jika ada pilihan, dia ingin lari dari pria ini, Raga boleh menang, karena telah berhasil menikahinya, tetapi dia akan menyakinkan diri tidak akan memberikan cinta untuk rubah yang tak tahu diri ini. Rasa sakitnya dulu saja belum terobati, masa mau ditambah-tambah lagi lukanya. Kan pedih, atuh.

Lelaki ini pun bangkit dari duduknya, dia menatap Yura penuh gairah, sudah lama rasanya tidak menghirup aroma tubuh Yura yang telah sah menjadi istri, jika dulu haram sekarang Yura halal untuknya. Boleh dong colek sedikit.

"Mau apa? Jangan mendekat!" Dia menyadari langkah Raga semakin mendekat, antisipasi yang dapat dilakukannya hanya memundurkan langkahnya, atau benaran kabur. Eh, tapi kemana? Ke rumah orang tuanya? Ya, kali dia diterima lagi, ujung-ujungnya Hendra akan memberitahu keberadaannya. Bukannya lebih baik dia tinggal sendiri di dunia, ada mereka semua, hanya bisa membuat hidup Yura tambah kacau.

"Kita main-main dulu." Masa baru nikah pedang miliknya dibiarkan begitu saja. Rugi dong, setidaknya jadi istri harus bisa melayani suami di ranjang. Istri sholeha maksudnya.

Mendengar kalimat suami bajingannya ini, Yura semakin panik, bahkan saking paniknya, ia kesulitan menelan salivanya. Langkahnya tak dapat mundur lagi, ia sudah berada di sudut tembok. Sekarang apa yang harus Yura lakukan? Pasrah? Masa harus menyerah sebelum perang.

"Ajak anak kamu aja main, dia kan bocah." Dia tetap bersikap tenang, meski kenyataan yang terjadi, jantungnya berdebar kencang, lantaran takut.

Bicara soal anak, di mana anak yang sudah menyebabkan mereka berpisah dulu. Mungkin jika anak itu tidak pernah ada, sudah sejak lama mereka menikah.

Raga tak menjawab, ia justru menggendong wanita ini ala bridal style. Aroma harum coklat melekat pada Yura, tidak ada yang berubah dari sosok yang sampai saat ini dicintainya.

Yura memberontak, tapi tenaganya tak sekuat Raga. Kakinya yang berusaha menerjang pun, tak menghasilkan apa-apa.

Yura tergeletak di ranjang besar yang sudah seperti kamar bulan madu. Apa laki-laki ini seniat itu untuk menjamahnya? Tubuhnya mendadak mengelitik, tanpa berbasa-basi lagi Raga mendaratkan tangan di paha mulus, putih milik istrinya.

Secara paksa Raga menyesap ranum bibir merona Yura. Bibir kenyal miliknya, sudah sangat lama dia rindukan. Tangannya kembali berjalan menuju busung dada Yura, kemudian dia berkata, "Bukankah permainan ini lebih menyenangkan."

Dasar otak mesum!

Yura tak bisa memberontak, tubuhnya sudah terpenjara dengan badan kekar Raga. Sentuhan ini menaikan gairahnya, laki-laki yang tak membiarkan dia lepas. Dia bahkan belum sempat mengganti gaunnya, tetapi dengan buasnya Raga malah ingin langsung bergulat.

Kemudian Raga menenggelamkan ciuman semakin liar, agar pemilik bibir mendapatkan gairah yang sama. Lidah aktifnya mulai bermain dari dalam sela lidah Yura, tangannya menurun dua buah menonjol, secara paksa dia merobek gaun yang berani menutup tumbuh Yura.

Kreekk...

Sobekan gaun Yura terdengar, ketika Raga tak sabar membukanya. Dia sedikit kesal, tetapi Raga sudah mampu membuatnya terbuai dalam singasana indahnya bercinta.

Ah, terlihat menggoda saat Yura tidak mengenakan satu helai benang di tubuhnya. Dengan nafsu tinggi, dia pun membebaskan seluruh pakaiannya terlepas tak bersisa.

"Aku sudah sangat merindukan tubuhmu," desis Raga. Dia melanjutkan aksinya dengan menempelkan bibirnya disalah satu buah dada untuk ia hisap.

Uh, sebangsat ini rasanya. Lupakan ia sangat membenci pria ini, tidak munafik Yura membutuhkan sentuhan hangat, sudah lama sekali rasanya tak merasakan indah surga dunia. Tidak lupa ia memainkan pedang perkasa Raga bergelantungan di atas sangkarnya.

Raga pun menikmatinya. Dia menjilati bergiliran buah dada dari kanan ke kiri. Lalu dia menyentak tangan Yura, perlahan dia memasuki dalam lubang sempit milik wanita ini. Lama tidak bermain, ternyata membuat martabak persegi Yura terasa sempit.

Yura sudah pasrah menerima sentuhan demi sentuhan, dirinya tak bisa menahan desahan yang keluar dari bibirnya. Ah, setiap desahan itu membuat kepuasan. Apalagi saat Raga menganggut-anggut tubuhnya, sampai akhirnya Yura mendapatkan klimaksnya. "Aku sudah keluar."

Ah, kenapa harus secepat itu?

Raga mengguncang tubuhnya semakin jadi, sembari tangannya meremas-remas kekenyalan dua gunung Yura, dan tangan satu memain di wawuk tembem istrinya, maksud hati ingin membuat Yura teransang kembali.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Yura ingin protes. Dia sudah puas, ya sudah, kan. Tinggal menunggu pria ini mengeluarkan cairan kental miliknya.

"Sekali lagi. Aku masih ingin dengar desahan dari bibir kamu, penuh godaan." Emang dasar laki-laki tidak puas-puasnya. Raga melepaskan belatinya seketika, dia menyuruh Yura menungging, mereka kini bergaya dogging style.

Tubuh Yura menempel di dinding, sedangkan Raga memeluknya dari belakang. Wanita ini kembali berdesah, apalagi Raga tidak berhenti mencium punggungnya, tempat paling sensitif, karena dia akan cepat terangsang.

"Raga, kamu bajingan!" umpat wanita ini sambil mengeluarkan desahan kecil. "Hhhaah ... uh."

"Aku tahu itu." Dia tidak menyangkal untuk mengakui kesalahannya. Raga meremas bokong Yura, tidak perlu waktu lama lagi, dia mengalami klimaks.

Yura menindih tubuh Raga yang ambruk. Jangan salah paham, dia tidak menginginkan bergulat lagi. "Aku tak akan pernah lupa se-brensek apa kamu dulu, kamu boleh menikmati tubuh, nikahi aku, tetapi jangan bermimpi untuk mendapatkan cinta dariku, cih." Ia tak sudi memberikan cintanya.

Kata-kata Yura seperti tamparan untuk dirinya, seakan sekarang ini dia seperti gigolo yang butuh uang melayani wanita ini. Usaha mengancam Yura dan menidurinya, ternyata justru membuat Yura semakin membencinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status