Share

Chapter 4

Aku menghela napas dengan punggungku bersandar ke kursi bus. Aku sekarang dalam perjalanan menuju tempatku bekerja.

Aku tidak bisa tidur tadi malam. Ketakutan dan kecemasan memenuhi pikiranku. Ketika Aku melihat bosku tersenyum kepadaku, saat itu juga Aku menyadari kalau Aku telah jatuh ke dalam perangkapnya. Semua ini adalah rencananya untuk membuatku bekerja untuknya.

Aku tidak pernah ingin melihatnya lagi, tapi sekarang aku tidak bisa lari darinya. Aku telah menandatangani kontrak itu yang membuatku tidak bisa berhenti dari pekerjaanku. Aku terjebak dalam cengkeramannya selama setahun.

Aku sudah menelepon Ami berkali-kali tetapi ponselnya tidak aktif sejak kemarin. Dia tidak mau menjawab panggilanku dan sengaja bersembunyi dariku.

Aku terbangun dari lamunanku dan segera berdiri dari kursi berjalan  keluar dari bus ketika bus telah berhenti di halte bus. Aku lalu memaksa kakiku untuk berjalan menuju ke tempat kerjaku.

******

“Angela, manajer kita ingin bertemu denganmu sekarang,” kata Eva sebelum aku duduk di kursi di ruang kerjaku.

Aku bertanya-tanya kepada diriku mengapa Olivia ingin bertemu denganku. Aku lalu  berjalan menuju keruangannya dengan cemas.

Ketika Aku sampai di sana, pintu ruangan telah terbuka. Aku lalu masuk dan berdiri menghadapnya. “Selamat pagi Bu. Eva bilang Anda ingin bertemu denganku,” kataku dengan sopan.

“Hm,” katanya sambil menandatangani kertas di atas mejanya.

Dia lalu menatap ke mataku. “Angela, kami akan mengubah posisimu. Anda akan bekerja sebagai sekretaris bos kami mulai sekarang,” katanya dengan santai.

Jantungku tiba-tiba berdegup kencang. “Tapi Bu. Saya belum pernah bekerja sebagai sekretaris sebelumnya. Saya tidak bisa melakukan pekerjaan itu. Tolong Bu... biarkan saya bekerja sebagai resepsionis,” pintaku padanya.

Dia tersenyum jahat, lalu berdiri dari kursinya dan berjalan ke arahku. “Jangan khawatir. Tugasmu hanya untuk melayaninya,” katanya menatap ke mataku.

Dia kemudian meraih lenganku sebelum aku bisa membuka mulut untuk bicara. “Ayo ikut Aku! Bos kita sedang menunggumu,” dia berkata sambil membawaku keluar dari ruangannya.

******

“Pak, saya sudah memberi tahu Angela bahwa dia akan bekerja sebagai sekretaris Anda,” kata Olivia ketika kami berdiri menghadap bos kami, yang sedang duduk di kursi di belakang meja di ruang kerjanya.

“Kamu bisa pergi sekarang,” kata bosku kepadanya sambil terus menatap wajahku.

“Baik, Pak,” jawabnya dengan sopan.

Aku ingin menghentikannya saat dia mengambil langkah dan berjalan keluar ruangan, tapi aku tidak bisa membuka mulutku untuk berbicara. Lidahku seakan membeku.

“Angela, senang bertemu denganmu lagi."

Aku mengalihkan pandanganku dari pintu untuk melihat ke bosku. Aku menahan napas, ketakutan saat mata kami bertemu. Dia tersenyum, dia sangat menikmati melihat ketakutanku.

Aku mencengkeram rokku erat-erat sambil mengumpulkan keberanianku. “Pak, Saya ingin berhenti dari pekerjaan Saya. Saya tidak mau bekerja di sini,” kataku, berusaha untuk berani.

Dia menatapku dalam diam sebelum dia membuka mulutnya untuk berbicara. “Mengapa kamu tidak ingin bekerja di sini? Kamu tidak menyukai pekerjaanmu atau... kamu takut padaku?” dia bertanya dengan suara yang dalam.

Matanya yang mendominasi membuat tubuhku bergetar. Aku takut menjawab pertanyaannya. Aku menghindari matanya, mencoba menenangkan detak jantungku yang cepat.

Dia bangkit dari kursinya dan berjalan ke arahku. Aku mundur selangkah saat dia berdiri di depanku. Aku terkejut ketika dia melingkarkan lengannya yang besar dan kuat di pinggangku dan menarikku lebih dekat padanya.

“Lepaskan aku! Atau aku akan berteriak!” kataku sambil meronta dalam ketakutan.

Dia mencengkram kedua lenganku dengan erat. “Berteriaklah dan itu akan menjadi suara terakhir yang keluar dari mulutmu,” katanya dalam bisikan, matanya yang mengancam tertuju ke mataku.

Aku menatapnya dengan mulut tertutup rapat. Aku merasa sangat tidak berdaya; Aku sangat takut padanya. Seluruh tubuhku dingin dan gemetar.

Dia tersenyum melihatku ketakutan lalu dia berkata, “Kamu harus takut kepadaku. Kamu akan menyesal jika kamu membuatku marah.”

Air mata mengalir di pipiku. “Mengapa kamu memperlakukanku seperti ini? Aku tidak pernah berbuat salah kepadamu. Tolong... biarkan Aku pergi. Aku mohon padamu,” Aku berkata menatap matanya.

Dia menghindari mataku dan menyeka air mata di pipiku dengan lembut. Matanya lalu kembali ke mataku. “Aku tidak bisa membiarkanmu pergi. Aku ingin kau menjadi milikku. Jangan pernah berani lari dariku lagi. Aku akan menemukanmu dimanapun kamu bersembunyi. Bersikaplah patuh dan lakukan semua kemauanku atau Aku akan membuatmu menangis dan memohon belas kasihanku,” katanya dengan suara yang dalam.

Aku memejamkan mata erat-erat saat dia menempelkan bibirnya ke bibirku. Aku terlalu takut untuk menolaknya. Aku membiarkan dia menciumku.

Jantungku berdetak dengan semakin cepat. Aku merasa seperti kelinci kecil dalam cengkeraman singa besar dan tidak ada cara untuk melarikan diri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status