Aku berjalan keluar dari ruang kerja bosku, bernapas dengan ketakutan. Pikiranku kosong, aku merasa seperti berada dalam mimpi terburukku dan aku tidak bisa bangun dari mimpiku.
“Angela? Apa yang kamu lakukan di sini?”
Aku terkejut saat mendengar suara itu. Aku melihat Amanda sedang berdiri dengan Olivia dan seorang pria paruh baya mengenakan setelan hitam. Pria itu berambut pendek bewarna hitam dan berkacamata. Dia terlihat rapi, dan ramah.
Eva telah memberi tahuku bahwa Amanda bekerja di sini sebagai asisten manajer. Dia membantu Olivia dalam melakukan pekerjaannya. Aku lalu berjalan ke depan dan berdiri menghadap mereka sambil mencoba menyembunyikan apa yangku rasakan.Olivia tersenyum melihat wajah pucatku. “Angela sekarang sudah menjadi sekretaris bos kita,” dia menjawab pertanyaan Amanda.
Amanda terkejut, dia hampir menjatuhkan rahangnya. “Apa! Tapi... Bagaimana mungkin? Bos kita sudah memiliki Pak Carson sebagai sekretarisnya.”
Olivia hanya tersenyum kepada Amanda. Lalu dia mengalihkan pandangannya ke wajah pria itu. “Semuanya sudah beres. Aku akan kembali bekerja sekarang,” katanya. Pria itu menjawab dengan anggukan.Olivia kemudian berjalan keluar dari ruangan. Amanda menatapku dengan kebencian di matanya sebelum dia mengikuti Olivia dari belakang.
“Nona Angela, nama saya Carson James. Senang bertemu dengan Anda,” kata pria itu sambil mengulurkan tangannya.Aku menjabat tangannya. “Senang bertemu denganmu juga. Tolong, panggil saja aku Angela.”
Dia mengangguk padaku sambil tersenyum. Aku terus menatap wajahnya. Senyumnya yang ramah mengingatkanku pada ayah angkatku.
“Ini mejamu,” katanya sambil menunjuk ke meja di sebelah kiri dari mejanya. Matanya lalu kembali ke mataku. “Jika Anda membutuhkan bantuan saya, Anda dapat meminta saya kapan saja,” katanya dengan ramah.
Aku mengangguk. “Terima kasih Pak,” kataku. Aku mencoba membalas senyumannya saat aku melihatnya tersenyum padaku.
******Amanda sekarang sedang duduk di kursi di belakang meja kerjanya. Dia sangat marah dan juga cemburu kepada Angela. Dia terus bertanya pada dirinya mengapa Angela bisa menjadi sekretaris bosnya.“Amanda, berikan ini pada Carson.”
Dia segera berdiri dengan terkejut. Dia baru menyadari bahwa Olivia sedang berdiri di depannya dengan selembar kertas di tangannya.
“Ya, Bu,” jawabnya dengan sopan dan mengambil kertas itu. Dia kemudian berjalan keluar ruangan saat manajernya berjalan kembali ke ruang kerjanya.
Ketika dia berada di ruang kerja Carson, tidak ada seorang pun di sana. Dia kemudian melangkah mendekat ke meja Angela.
Dia tersenyum dengan rencana jahat dalam pikirannya saat dia melihat dompet Angela di atas meja itu. Dia mengambil dompet itu dan mengambil uang di dalamnya dan memasukkannya ke dalam sakunya.******Angela’s POVKetika Aku kembali dari kamar mandi berjalan masuk ke ruang kerjaku, Aku melihat Amanda sedang berdiri di dekat mejaku sambil memegang dompetku di tangannya.“Amanda? Kenapa dompetku ada di tanganmu?” Aku bertanya dengan rasa ingin tahu saat aku berdiri di depannya.Dia tidak mengatakan apapun dan hanya menyerahkan dompet itu kepada saya sambil tersenyum. Tiba-tiba aku merasa cemas melihat senyum jahatnya. Dia selalu tersenyum seperti itu ketika dia memiliki rencana jahat dalam pikirannya untukku.Aku mengambil dompet dari tangannya dan segera membukanya. Aku terkejut bahwa semua uangku telah hilang.
“Di mana uangku? Aku punya $500 di dalam dompetku,” kataku dengan panik.
"Mana Aku tahu. Aku tidak mengambil uangmu,” katanya dengan santai.
Aku tahu dia sedang berbohong padaku. “Tolong... Amanda. Kembalikan uangku. Aku tidak punya uang lagi. Hanya itu uang yang Aku punya,” pintaku padanya.Dia tersenyum dengan tatapan mengejek. “Sudah kubilang, aku tidak mengambil uangmu,” katanya.
“Berhenti berbohong! Kembalikan uangku sekarang juga!” kataku dengan suara tinggi.
Tiba-tiba pintu ruang kerja bosku terbuka. Aku menoleh dan melihat bosku dan Carson sedang berdiri di depan pintu sambil melihat ke arah kami.Aku menoleh kembali ke Amanda ketika aku mendengarnya menangis.
Carson kemudian berjalan mendekat dan berdiri menghadap kami. “Ada apa dengan kalian?” dia bertanya dengan penasaran.
“Angela menuduhku mengambil uangnya, tapi aku benar-benar tidak melakukan itu dan dia tidak percaya padaku,” kata Amanda dengan wajah polosnya.
“Pak, Jangan percaya kata-katanya. Dia bohong! Dia benar-benar mengambil uangku,” kataku kepada Carson.
“Angela! Tolong berhenti menuduhku! Aku mohon. Kamulah yang berbohong, bukan aku! Kamu melakukan ini dengan sengaja, kan? Kamu ingin mempermalukanku di depan bos kita. Kenapa kamu tega melakukan itu kepadaku!” katanya sambil menangis.Carson kemudian memeluknya. Wajahnya terlihat sedih melihat Amanda menangis.
Aku menahan air mataku dengan mulutku tertutup. Aku merasa sangat sedih dan tidak bisa berkata satu katapun.Amanda pernah melakukan ini padaku sebelumnya ketika kami di sekolah. Dia membuat semua teman-temanku percaya kepada kata-katanya dan membuat mereka membenciku.Aku lalu berjalan keluar ruangan sambil menahan kesedihanku. Aku tidak ingin mereka melihatku menangis.
******Aku sekarang sedang duduk di kursi di halte bus, menunggu bus untuk pulang ke apartemenku.Salju terus turun sejak pagi. Aku mengencangkan syalku dan memasukkan tanganku ke dalam saku jaketku. Udara terasa sangat dingin membuat tubuhku menggigil.
Tiba-tiba ponselku berdering. Aku memeriksanya, pemilik apartemenku meneleponku.
“Ya Pak. Ada apa?” Aku menjawab panggilan itu.
“Angela, kamu harus membayar sewa kamarmu besok. Aku butuh uang.”Aku panik mendengar apa yang dia katakan. “Tapi, Pak. Anda bilang saya bisa membayar itu di akhir bulan. Tolong, Pak. Saya tidak punya uang sekarang,” pintaku padanya.
“Berikan Aku uang itu atau tinggalkan Apartemenku,” katanya lalu menutup telepon genggamnya.
Aku terdiam dengan kecemasan memenuhi pikiranku. Aku mencoba untuk tetap kuat dan tabah tetapi Aku tidak bisa dan Aku meneteskan air mata.
Saat aku sedang menyeka air mataku, sebuah sedan mewah berwarna hitam terparkir di depanku. Pintu depan mobil terbuka. Sopir kemudian turun dari mobil dan berjalan mendekat dan berdiri di depanku. “Nona Angela, silakan masuk kedalam mobil,” katanya.“Apa yang kamu lakukan! Lepaskan aku!” kataku sambil meronta saat dia meraih lenganku dan menarikku ke mobil.
Aku kaget dan ketakutan ketika dia membuka pintu belakang mobil. Aku melihat bosku sedang duduk di dalam, tersenyum menatap mataku.
Sopir itu memaksaku masuk dan menutup pintu mobil. Bosku meraih lenganku ketika Aku ingin membuka pintu.Aku berusaha melepaskan lenganku dari cengkeramannya, tapi aku tidak bisa. “Tolong... lepaskan aku. Biarkan Aku pergi. Aku mohon,” pintaku kepadanya.Dia tersenyum dan menarikku mendekat padanya. Matanya tertuju ke mataku. “Kamu mau pergi kemana? Kamu sekarang sudah tidak punya tempat untuk tidur,” katanya dengan nada menggoda.
Aku kaget dan juga merasa penasaran mendengar apa yang dia katakan.
“Jalan,” katanya kepada sopirnya, yang telah berada di kursi pengemudi.
“Tunggu! Kamu mau membawaku kemana?” tanyaku dengan panik.Dia tidak mengatakan apapun dan hanya tersenyum padaku dengan mata iblisnya mencengkeram mataku.Rasa takut dan cemas menyelimuti seluruh tubuhku, jantungku berdegup kencang saat sopir mengemudikan mobil dan membawaku pergi dari tempat itu.
Bosku membawa Aku ke rumahnya. Tempat ini sangat megah, seperti istana. Aku belum pernah berada di tempat seindah ini sebelumnya. Aku berdiri dalam diam, ketakutan, menghadap meja makan mewah di depanku. Jantungku terus berdebar, memikirkan apa yang akan dilakukan bosku padaku. Dia mengunciku di ruangan ini bersama dengan seorang pelayan wanita yang berdiri tidak jauh dariku. Mata pelayan itu terus mengawasiku.Aku terkejut ketika pintu ruangan ini terbuka dan aku melihat bosku berjalan masuk. Dia tersenyum padaku lalu duduk di kursi makan. “Kamu bisa pergi sekarang,” katanya kepada pelayan itu. “Ya, Tuan,” jawab pelayan itu dengan membungkuk sopan dan kemudian dia berjalan meninggalkan ruangan. Bosku lalu memotong steak yang ada di piring di depannya. Dia kemudian mengalihkan pandangannya ke mataku. “Berapa lama kamu ingin berdiri di sana? Duduk dan makan,” katanya. “Tidak! Aku tidak ingin duduk dan Aku tidak ingin makan. Aku ingin
Seorang wanita mengenakan gaun pendek ketat hitam sedang duduk di sofa di salah satu ruangan di rumah Vincent. Wajahnya cantik dan tubuhnya sangat seksi. Pintu ruangan itu terbuka. Wanita itu tersenyum genit pada Vincent saat dia berjalan masuk dan kemudian duduk di sofa di seberangnya. “Carolina, mengapa kamu ingin bertemu denganku?” Vincent bertanya menatap ke matanya.“Aku ingin mengubah kesepakatan kita. Aku ingin kamu membayar dua kali lipat dari harga itu,” dia menggigit bibirnya dengan genit, "Dan... aku ingin kamu meniduriku sekarang."Vincent memberinya senyum lembut. “Bagaimana jika aku tidak mau melakukan itu?"katanya dengan nada menggoda.Wanita itu berdiri dari sofa dan berjalan mendekat dan berdiri di depannya. Dia membuka ritsleting gaunnya perlahan dan membiarkannya jatuh ke lantai. Tubuh telanjangnya terlihat begitu cantik dengan kulit putih mulusnya. Mata genitnya terus menggoda mata Vincent sementara jari-jari
Angela’s POVDua orang pelayan wanita membawaku dengan paksa ke dalam kamar bosku. Mereka memandikanku dan memakaikanku baju tidur bewarna merah. Mereka lalu pergi meninggalkanku dan mengunciku di sini.Baju tidur yang Aku pakai sangat pendek, transparan, dan terbuka. Mereka bahkan tidak mengizinkanku memakai celana dalam dan bra. Aku menyeka air mataku sambil duduk di tepi tempat tidur. Jantungku berdetak cepat. Ketakutan dan ketidakberdayaan mencengkeramku dengan sangat erat. Aku merasa seperti anak domba yang sedang menunggu untuk disembelih.Aku terus bertanya pada diriku mengapa bosku melakukan semua ini kepadaku. Apakah dia marah karena saat itu aku tidak memberikan apa yang dia inginkan? Aku terbangun dari lamunanku dan segera berdiri dari ranjang ketika seseorang membuka pintu ruangan ini. Aku melihat bosku berjalan masuk. Ketika dia melihatku, dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dariku. Matanya berbinar penuh nafsu menatap tubuhku.
Angela’s POVAku baru saja selesai mandi dan keluar dari kamar mandi dengan handuk putih menutupi tubuhku. Aku melihat bosku sedang duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya. Dia memakai baju tidur bewarna hitam. Dia tersenyum kepadaku saat mata kami bertemu.“Pak, tolong kembalikan bajuku. Aku mau pergi sekarang,” kataku.“Siapa bilang kamu boleh pergi dari sini,” jawabnya, matanya yang mendominasi mencengkeram mataku. Aku terkejut mendengar apa yang dia katakan. “Kau yang bilang itu kepadaku. Aku telah memberikan apa yang kamu inginkan,” jawabku sambil menahan amarahku. “Nona Lee, Aku tidak pernah bilang kepadamu bahwa Aku akan membiarkan kamu pergi. Aku hanya bilang Aku akan melepaskanmu jika kamu memuaskanku, dan Aku tidak puas dengan pelayananmu,” katanya sambil tersenyum menggoda.Aku mengepalkan telapak tanganku dengan erat. “Vincent Gray! Aku benci kamu! Kamu benar-benar bajingan! ” Kataku sambil berjalan ke arahnya.
Bosku membawa Aku ke sebuah rumah yang sangat indah dan megah. Teman ayah bosku sedang merayakan pesta ulang tahunnya. Aku mengenakan gaun pendek tanpa lengan berwarna hitam. Gaun ini sangat cantik, aku sangat menyukainya. Pak Carson telah memberitahuku kalau ayah bosku telah meninggal 3 tahun yang lalu dalam kecelakaan pesawat. Ketika Aku bertanya tentang ibu bosku, dia tidak mengatakan apa-apa dan hanya mencoba tersenyum kepadaku. Aku bisa melihat di matanya yang sedih kalau dia sedang menyembunyikan sesuatu dariku.Semua orang di ruangan ini menatap dengan takjub pada bosku, yang berjalan di sampingku dengan setelan hitamnya. Semua gadis tidak bisa mengalihkan pandangan darinya, terpesona oleh pesonanya. Mata mereka bersinar dengan gairah mengamati bosku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Bosku tidak memperdulikan mereka semua dan terus berjalan bersamaku.Aku menunduk untuk menutupi wajahku. Aku merasa tidak pantas bersanding dengan bosku. Aku
Sudah hampir dua minggu sejak ulang tahun Pak Martin. Selama waktu itu, bosku terus membuat Aku gila dengan perilakunya. Dia tidak pernah bosan menggodaku. Dia mencium dan menyentuhku kapanpun dia mau. Dia membuatku selalu berada di dekatnya, menempel padanya seperti lem. Aku menarik napas dalam-dalam saat aku berdiri di depan pintu ruang kerja bosku dengan secangkir kopi di tanganku. Aku kemudian membuka pintu itu dan berjalan masuk.Bosku sedang duduk di kursi di belakang meja kerjanya. Seperti biasa, dia sedang sibuk bekerja dengan laptopnya. Aku kemudian meletakkan kopi di tanganku ke atas mejanya dalam diam dan segera mengambil dua langkah mundur.Aku melakukan itu agar dia tidak bisa meraih lenganku dan membuatku duduk di pangkuannya seperti yang selalu dia lakukan kepadaku. Dia tertawa pelan, lalu mengalihkan pandangannya dari laptop ke wajahku. “Kemarilah,” katanya sambil mengulurkan tangannya ke arahku.Aku menatapnya dengan puppy fa
Kami sekarang sedang makan siang di ruang makan sebuah hotel mewah di Sapporo. Kami tiba di tempat ini tadi malam dan menginap disini. Pagi tadi, bosku telah menandatangani dan membeli hotel ini. Bosku yang duduk di sampingku mengambil sup miso dengan jahe dari meja makan dan memberikan itu kepadaku. “Makan ini. Ini akan membuat tubuhmu hangat,"katanya menatap mataku. “Terima kasih, Pak,” kataku sambil mengambil sup itu dari tangannya. Dia tersenyum kepadaku dan melihatku makan dengan tatapannya yang lembut. Aku merasa gugup tapi juga bahagia. Aku bisa mendengar detak jantungku yang cepat di telingaku. Pak Carson, yang duduk di samping Amanda, pura-pura tidak melihat kami. Dia hanya tersenyum sambil melanjutkan makannya. Ketika Aku melihat ke Amanda, Aku melihat kemarahan dan kecemburuan di matanya. Aku segera menundukkan wajahku menghindari matanya. Tatapannya membuatku takut seakan dia ingin memakanku hidup-hidup.Amanda kemudian berkat
Angela’s POVAku terkejut saat Aku membuka mataku terbangun dari tidurku melihat bosku sedang berbaring disebelahku menatap lembut ke mataku dengan mata birunya yang indah. Sinar matahari pagi yang lembut menyinari wajahnya yang tampan.Aku tidak bisa berkedip dengan jantungku berdebar kencang. Aku tidak tahu apakah saat ini Aku masih bermimpi atau sudah terbangun.“Apakah aku masih mimpi? Aku baru saja mimpiin dia. Kenapa Aku mimpiin dia lagi?” kataku dengan penasaran.Bosku menahan tawanya setelah mendengar apa yang kukatakan.Aku menatapnya dengan wajah bingung. Aku kemudian mencubit lenganku. “Ah! Sakit!” teriakku. Aku baru sadar ini bukan mimpi. Bosk menertawakanku sambil terus melihat ke wajahku. Aku segera duduk dan menarik selimut menutupi dadaku. “Bagaimana kamu bisa masuk kesini? Aku sudah mengunci pintu,” kataku dengan panik.Bos duduk dan menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur dengan matanya tertuju ke mataku. “I