“Ya, Ami. Ada apa?” Aku menjawab panggilan itu.
“Angela, Linda memberi tahu kami kalau kamu telah berhenti bekerja. Apakah itu benar?” dia bertanya dengan rasa ingin tahu.
“Hm, aku ingin mencari pekerjaan baru,” jawabku.
Dia menghela nafas. “Aku pikir itu yang terbaik untukmu. Linda akan terus menyiksamu jika kamu masih bekerja di sini,” katanya dengan nada sedih.Dia terdiam sejenak lalu berkata, “Oh, ya, Aku tahu sebuah perusahaan besar yang sedang mencari seorang resepsionis. Kamu bisa melamar kerja di sana jika kamu mau.”
Aku tersenyum senang dan sangat antusias. Pikiranku tiba-tiba mengingatkanku pada sesuatu. “Tapi, Ami. Aku tidak kuliah. Apakah mereka akan menerimaku untuk bekerja di sana?” aku bertanya dengan khawatir.
“Jangan khawatir. Mereka hanya butuh penampilan yang bagus. Kamu sangat cantik, aku yakin mereka pasti akan menerimamu bekerja untuk mereka,” jawabnya.
Aku tersenyum lega setelah mendengar apa yang dia katakan.
“Aku akan mengirimkan alamatnya sekarang,” katanya.
“Terima kasih, Ami,” jawabku.Tidak perlu menunggu lama, dia mengirimiku pesan. Aku membacanya sambil tersenyum. Aku lalu memasukkan ponselku ke dalam tasku dan segera meninggalkan kamar apartemenku untuk pergi ke tempat itu.
******Aku berdiri diam tanpa berkedip, menatap gedung di depanku. Gedung pencakar langit ini begitu megah sehingga membuatku ragu dan takut untuk masuk ke dalamnya.Aku menarik napas dalam-dalam sambil mengumpulkan keberanianku. Aku lalu memaksa kakiku untuk melangkah dan berjalan ke dalam gedung.
Aku takjub melihat bagian dalam gedung ini; Ini sangat mewah dan indah. Aku lalu berjalan dengan gugup dan berdiri di depan meja resepsionis.Seorang gadis cantik dengan rambut pendek bewarna hitam berdiri dari kursi dan tersenyum ramah kepadaku. “Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?” dia bertanya dengan sopan.
“Selamat siang. Aku ingin bertanya apakah perusahaan ini sedang mencari seorang resepsionis,” jawabku.
“Apakah Ami yang mengirimmu ke sini?” dia bertanya.
“Bagaimana kamu tahu itu?” Aku bertanya balik, penasaran.
Dia menjawab pertanyaanku hanya dengan senyuman.“Ikuti saya. Saya akan membawa Anda ke manajer kami,” katanya sebelum dia mengambil langkah. Aku lalu mengikutinya dari belakang.
Dia membawaku ke sebuah ruangan yang berada di lantai ini dan sekarang kami sedang berdiri menghadap seorang wanita paruh baya dengan rambut pendek bewarna pirang yang sedang duduk di kursi di belakang meja kerjanya dengan matanya tertuju ke mataku. Dia terlihat ramah dan anggun.
“Bu, dia gadis yang dikirim Ami ke sini."“Oke, kamu bisa pergi sekarang."
Gadis itu membungkuk dengan sopan dan berjalan pergi meninggalkan ruangan.
Wanita itu tersenyum padaku. “Silakan duduk,” katanya sambil menunjuk ke kursi di depan mejanya.
“Terima kasih Bu,” jawabku lalu duduk di kursi.
“Ami telah memberitahuku tentangmu. Kamu ingin melamar kerja di sini sebagai resepsionis, benar?” dia bertanya menatap ke mataku.“Ya, Bu,” jawabku sopan.
“Jika kamu ingin bekerja di sini, maka kamu harus menandatangani persyaratan kami. Pada tahun pertama, kamu tidak dapat berhenti dari pekerjaan kamu dengan alasan apa pun kecuali kamu meninggal. Dan kami berhak untuk mengubah posisi kamu kapan saja,” katanya dengan wajah serius.
Aku sangat senang mendengar apa yang dia katakan. Aku bisa bekerja di sini selama setahun tanpa khawatir dipecat. “Ya, Bu, Aku akan menandatangani persyaratannya,” jawabku dengan senyum ceria.Dia tersenyum padaku dan mengambil kertas perjanjian dari laci mejanya. “Silakan, tanda tangani ini,” katanya sambil menyerahkan kertas itu kepadaku.
Aku mengambil itu dari tangannya dan membacanya.
Aku hampir tidak bisa mempercayai mataku ketika Aku melihat gaji yang akan mereka bayarkan kepadaku. $ 40.000 selama setahun. Aku segera menandatangani itu tanpa berpikir dan menyerahkan kertas itu kepadanya.
Dia mengambil itu dari tanganku. Aku segera berdiri saat dia bangkit dari kursinya. “Selamat bergabung di perusahaan kami. Saya Olivia Grace, manajer Anda,” katanya sambil mengulurkan tangannya.Aku menjabat tangannya. “Terima kasih banyak, Bu. Aku akan melakukan yang terbaik dan bekerja keras, ”kataku, tersenyum ceria.
Dia tersenyum balik kepadaku dengan senyum ramahnya.
Aku sangat senang, aku bisa mendengar jantungku berdebar kencang. Aku hampir tidak percaya apa yang telah terjadi. Aku merasa seperti sedang bermimpi indah sekarang.******Aku berjalan menuju pintu keluar gedung ini sambil tersenyum. Senyum di wajahku menghilang ketika aku melihat Amanda Lee sedang berjalan dengan dua gadis ke arahku. Dia menatap dengan penuh penasaran saat dia melihatku. Aku tidak tahu kalau dia bekerja di tempat ini.“Apa yang kamu lakukan di sini?” dia bertanya menatap ke mataku saat dia dan gadis-gadis itu berdiri dihadapanku.“Aku datang ke sini untuk melamar pekerjaan dan mereka menerimaku untuk bekerja di sini sebagai resepsionis,” jawabku.
Dia terkejut dengan matanya yang terbuka lebar. “Apa! Bagaimana mereka bisa memberikan pekerjaan itu kepadamu? Kamu tidak kuliah. Mereka seharusnya mempekerjakanmu sebagai pembersih, bukan resepsionis,”katanya, lalu mencibir padaku.Gadis-gadis itu tersenyum mengejek padaku setelah mendengar apa yang dia katakan.
“Amanda, siapa dia?” tanya gadis yang berdiri di sebelah kirinya.
“Dia yatim piatu. Ayahku mengadopsinya, ”jawabnya sambil menatapku dengan jijik. Gadis-gadis itu juga menatapku dengan tatapan yang sama.“Ayo pergi, aku lapar. Aku akan mentraktir kalian makan siang,” kata Amanda kepada gadis-gadis itu sambil tersenyum palsu.
Gadis-gadis itu tampak senang. “Terima kasih, Amanda! Kamu adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki,” kata gadis yang berdiri di sebelah kanannya sambil memeluk lengannya.
Mereka semua saling tersenyum satu sama lain dan berjalan menjauh dariku. Aku lalu berjalan keluar dari gedung ini sambil menahan kesedihan dan air mataku.
Amanda selalu memperlakukanku seperti ini sejak kami di sekolah. Dia memberi tahu semua orang tentang Aku. Dia bilang ibuku adalah seorang pelacur yang tidak menginginkanku sebagai anaknya. Itulah mengapa dia meninggalkanku di panti asuhan.Di mata semua orang, Amanda adalah gadis cantik dengan hati yang baik. Hanya aku yang tahu siapa dia yang sebenarnya. Dia adalah malaikat dengan hati iblis.
******Aku bangun pagi-pagi sekali; Aku tidak ingin terlambat di hari pertamaku bekerja. Apartemenku cukup jauh dari kantor, jadi butuh waktu untuk sampai ke sana.Aku sekarang sedang duduk di ruang kerjaku dengan Eva Miller duduk di sebelah kananku. Dia adalah gadis yang bertemu denganku kemarin.
Aku melihat sambil menyentuh seragam resepsionis yang Aku kenakan dengan tersenyum. Seragam ini terlihat cantik, tapi roknya terlalu pendek untukku.
Aku mengalihkan pandanganku ke Eva. Dia sedang sibuk mengoleskan perona pipi di pipinya dan lipstik merah di bibirnya. Kami saling tersenyum saat mata kami bertemu.
Dia tiba-tiba memasukkan perona pipi dan lipstik itu ke dalam tasnya dengan tergesa-gesa dan segera berdiri tegak dengan sopan. Matanya menatap lurus ke pintu masuk utama. Aku segera berdiri dan melakukan apa yang dia lakukan.Jantungku tiba-tiba berdegup kencang saat Aku melihat seorang pria berjas hitam berjalan masuk dengan beberapa pria yang berada di sebelah kanan, kiri, dan belakangnya.
Ketakutan mencengkramku dengan sangat erat saat pria itu tersenyum menatap ke mataku. Aku berusaha menenangkan detak jantungku yang cepat saat mereka semua telah masuk ke dalam lift.
“Apakah kamu melihat itu! Bos kita tersenyum padaku. Dia tidak pernah melakukan itu sebelumnya. Ya Tuhan! Jantungku rasanya hampir akan meledak!” kata Eva dengan pipinya yang merona sambil memegang lenganku.“Pria itu... apakah dia bos kita?” aku bertanya dengan cemas.“Ya! dia adalah bos kita. Namanya Vincent Gray. Dia sangat tampan dan seksi, kan?” dia menjawab dengan mata berbinar.
Aku mencoba tersenyum kepadanya dengan wajah pucatku. Aku lalu duduk di kursiku sambil berusaha menyembunyikan rasa takutku dari dia. Aku merasakan seluruh tubuhku dingin dan gemetar. Aku terus bertanya pada diriku bagaimana dia bisa menjadi bosku.Aku pikir Aku akan senang bekerja di sini, tetapi ternyata Aku salah. Aku bisa merasakan penderitaan sedang menungguku. Mimpi burukku baru saja akan dimulai.Selasa sore di kantor Vincent. Seperti biasa, aku duduk di sofa seperti boneka sementara bosku duduk di kursi di belakang meja kerjanya di depanku sibuk dengan pekerjaannya, tetapi kali ini aku tidak berani menatap wajahnya. Aku terus menunduk, menyembunyikan pipiku yang semerah kepiting rebus. Aku menggigit bibirku, memejamkan rapat mataku, menahan rasa maluku sambil aku bertanya pada diriku mengapa aku bisa berubah menjadi iblis nafsu dan memperkosa bosku sepanjang malam.Aku membuka mataku menatap wajah bosku saat aku mendengar tawa lembutnya. Jantungku berdetak lebih cepat dan lebih cepat saat dia bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat dan berdiri di depanku. Dia membungkukkan tubuhnya sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku. “Kenapa kau terlihat sangat malu padaku? Kamu terlihat sangat berbeda malam itu,” katanya dan tersenyum menggoda menatap mataku. Aku menghindari tatapannya dengan pipiku yang terbakar. Aku merasa sangat malu dan gugup seka
Aku sekarang duduk di kursi malas mengenakan bikini merah, menatap bosku, yang sedang berenang di kolam renang di depanku. Aku tidak bisa berkedip dengan jantungku yang berpacu saat melihat tubuh berototnya yang sempurna. Aku menggigit bibirku dalam nafsu saat aku merasakan pahaku mengencang dan v*ginaku basah. Dia kemudian keluar dari kolam. Aku menelan nafsuku saat aku melihat tonjolan kemaluannya di bawah celana renang ketat hitamnya. Pria ini sangat tampan dan seksi sehingga para wanita yang melihatnya ingin bersamanya dan ingin bercinta dengannya. Aku segera mengalihkan pandanganku dan mengambil krim tabir surya di atas meja di samping kursi tempat aku duduk saat aku melihatnya tersenyum padaku. Aku berusaha menenangkan kegugupanku sambil mengoleskan krim itu ke lenganku saat dia berjalan mendekat dan duduk di sebelahku.“Biarkan aku membantumu,” katanya menatap ke mataku dan mengambil krim dari tanganku. Aku tidak bisa menolaknya karena tubuhku sangat in
Siang hari di kantor Vincent. Aku sedang duduk di sofa di ruang kerja bosku menatap bosku, yang sedang duduk di kursi di belakang meja kerjanya di hadapanku. Dia sudah sibuk bekerja sejak pagi sementara aku tidak melakukan apa-apa, hanya duduk di sini seperti boneka. Carson telah memberi tahuku bahwa Olivia akan membantu pekerjaanku, tapi justru dialah yang melakukan semua pekerjaanku. Yang aku lakukan hanyalah membuat kopi untuk bosku. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari bosku. Wajahnya yang tampan dan tubuhnya yang berotot sempurna membuat hatiku meleleh. Tapi aku masih marah padanya karena sikapnya padaku. Dia seperti pangeran tampan dengan hati iblis. Sampai sekarang, aku masih tidak percaya bahwa aku bisa jatuh cinta padanya.Aku segera menghindari tatapannya saat mata kami bertemu. Dia tertawa pelan, melihat aku gugup. “Kemarilah,” katanya dengan suara lembut, membuatku melihat kembali ke matanya. Aku kemudian berdiri dari sofa sa
Aku langsung memeluk nenekku saat pria itu melepaskanku dari cengkeramannya. “Vincent Gray, aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini," kata pria itu menatap mata bosku."Mengapa kamu ada disini?” bosku bertanya, menatap mata pria itu dengan tatapan dingin. Pria itu tersenyum pada bosku, lalu dia mengalihkan pandangannya ke wajahku. “Gadis ini berutang uang pada bos kami. Kami di sini untuk menagih hutang tersebut,” katanya sambil menunjuk ke arahku. Aku menatap mata bosku dengan wajah memohon saat mata kami bertemu. Aku memohon padanya untuk membantu kami. "Apakah Anda mengenal mereka?” tanya pria itu kepada bosku.Bosku mengalihkan pandangannya dari mataku ke mata pria itu. "Gadis itu milikku." Kedua pria itu tertawa setelah mendengar apa yang dikatakan bosku. Pria dengan pisau di tangannya kemudian berkata kepada bosku, “Karena gadis ini milikmu, maka kamu pasti akan melunasi hutangnya. Benarkan Tuan Gray?” Pria
Aku sedang berada di dalam mobil sekarang dalam perjalanan menuju ke rumah nenekku. Air mata mengalir di pipiku, membaca buku harian ibuku di tanganku. Bosku, yang duduk di sebelahku di kursi belakang, menatapku dengan mata sedihnya begitu juga dengan Carson, yang duduk di sebelah pengemudi, dia juga bersedih untukku.Bosku telah memberi tahuku semua yang terjadi. Detektif yang dia sewa untuk menyelidiki pembunuh ibunya memberitahu bosku kalau pria yang membunuh ibunya bukanlah ayahku. Ibuku sedang hamil satu bulan ketika dia menikah dengan pria itu. Ibuku menyembunyikan kehamilannya dari pria itu sehingga pria itu tidak tahu kalau ibuku sedang mengandungku.Ayahku adalah teman sekolah ibuku, dan mereka telah saling mencintai sejak lama. Nama ayahku adalah Drew Scott dan nama ibuku adalah Eliza Violet.Pembunuh itu sangat mencintai ibuku sampai tergila-gila padanya. Dia membunuh ayahku, dan dia juga membunuh sahabat baik ibuku. Ibuku sangat takut dan sangat
Sekarang sudah malam. Bosku terus menemaniku duduk di kursi di sebelah tempat tidur dimana aku sedang berbaring. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutku maupun mulutnya. Kami berdua terdiam dengan air mata memenuhi mata kami. Aku terus mengatakan pada diriku untuk tabah dan menerima takdir ini. Aku telah kehilangan bayiku untuk selamanya dan tidak ada yang bisa aku lakukan. Aku harus tetap tegar meski hatiku berduka dan menangis. Bosku mengangkat kepalanya melihat ke wajahku saat aku menyeka air mata yang menetes di pipiku. “Angela…” Suara sedihnya memecah kesunyian, membuatku menatap ke matanya. “Kumohon... maafkan aku,” katanya. Aku bisa melihat kesedihan dan penyesalan yang mendalam di matanya. Aku kemudian menghindari tatapan matanya, melihat ke depanku. “Aku tidak sungguh-sungguh mengatakan itu. Saat itu aku sangat marah sehingga aku tidak bisa berpikir dengan akal sehatku. Aku tidak akan mengatakan itu jika aku tahu kamu sedang menga