Share

Chapter 5 - Loss Of Hope

Berita menghilangnya Pangeran Gabriel dan sekretaris pribadinya bernama Lucas, menggemparkan seluruh negeri kerajaan Godnation. Bahkan situasi kerajaan saat ini sangat kacau, karena peristiwa tragis ini pertama kalinya terjadi dalam kerajaan ini bertahun-tahun. Tidak hanya keluarga kerajaan saja yang berkeluh kesah, namun seluruh rakyat yang selama ini memuja Pangeran Gabriel tampak berkeluh kesah, bahkan sampai memberikan doa khusus keselamatan pada Pangeran di TKP, tempat ditemukannya bangkai pesawat.

Saat ini, masih belum ditemukan sebuah kamera dasbor pesawat yang bisa membuktikan kejadian sebenarnya saat terjadinya ledakan pesawat tersebut. Untuk sementara ini, seluruh petugas kepolisian dan anggota Badan Intelijen Nasional masih dalam tahap proses pencarian berbagai bukti dan beberapa jenazah yang tenggelam pada dasar laut.

Masih belum ada berita mengenai ditemukan keberadaan tubuh Pangeran Gabriel dan Lucas walaupun sudah berjalan 24 jam sejak insiden tersebut. Charlotte yang merupakan sang tunangan tercinta Pangeran Gabriel, keadaannya saat ini jauh tidak stabil dari biasanya. Senyuman ceria dan pancaran matanya yang selalu terlihat percaya diri, kini sudah tenggelam di lembah putus asa. Bibirnya memanyun, helaan napas lesuh yang dihembuskan dari mulutnya, dan tatapan sendu membuat semua orang di sekitarnya sangat mencemaskannya sekarang. Apalagi selera makannya menurun drastis seperti tidak memiliki semangat hidup sama sekali.

Seperti biasanya, selain Gabriel yang mampu menenangkan hati Charlotte, Violet yang merupakan sahabat terdekatnya juga selalu berada di dekatnya setiap kali ada masalah. Saat ini, Charlotte mengurungkan dirinya di dalam kamar, tidak ada seorangpun yang memasuki kamarnya termasuk ibunya sendiri. Ketika sang ibu ingin membawakan makanan untuk putrinya, lagi-lagi pintu kamarnya dikunci rapat.

“Charlotte! Kau harus membuka pintu kamar untuk ibu!” pekik sang ibu dari luar kamar.

“Tidak mau!” tolak Charlotte keras kepala dari dalam kamar.

“Kalau kau tidak makan, nanti kau bisa sakit! Sejak kemarin kau tidak makan sama sekali, ibu sangat mencemaskanmu!”

“Tinggalkan aku sendiri, Bu! Aku tidak ingin diganggu siapapun sekarang!”

“Pokoknya ibu tidak ingin angkat kaki kalau kau masih terus memberontak seperti anak kecil!” elak sang ibu menaikkan nada bicaranya satu oktaf.

“Kumohon, Bu! Pikiranku sangat kacau sekarang! Jangan mengganggu pikiranku!”

Di tengah perdebatan antara ibu dan anak, Violet melangkahkan kakinya pelan menghampiri ibu Charlotte, menunjukkan rasa empatinya dengan menepuk pundaknya pelan.

“Apakah Charlotte masih keras kepala?” tanya Violet pelan.

“Tante sudah pasrah dengannya. Memang sejak dulu, dia selalu saja bersikap seperti ini setiap kali ada masalah. Tapi sejak dia bertemu dengan Pangeran Gabriel, sikapnya berubah drastis menjadi pribadi yang sangat dewasa.”

Kedua tangan Violet menyentuh tangan ibu Charlotte, mengukir senyuman ramah pada wajahnya secara spontan.

“Biarkan aku saja yang membujuknya.”

“Tapi tante tidak enak denganmu, Violet. Tante selama ini telah banyak merepotkanmu untuk mengurus Charlotte.”

“Tidak apa-apa. Ini semua demi kebaikannya. Kalau seandainya aku tidak turut campur tangan, masalahnya akan menjadi lebih rumit lagi. Satu-satunya orang terdekatnya yang bisa diandalkan hanyalah aku.”

Secara spontan ibu Charlotte mendekap Violet hangat sambil menepuk punggungnya berirama. Selama ini, Violet sudah dianggap seperti anaknya sendiri. Maka dari itu, ia sangat bahagia memandangi persahabatan putrinya dengan Violet tidak pernah terputus sejak pertama kali berteman.

“Tante mengandalkan sepenuhnya padamu, Violet.”

“Tenang saja, Tante. Aku pasti bisa membujuknya.”

“Kalau sampai dia masih tetap keras kepala, kau bisa mengancamnya dengan cara apapun.”

Dengan sigap ibu Charlotte meninggalkan Violet sendirian di depan kamar. Violet mengambil sebuah nampan besar yang berisi berbagai lauk untuk Charlotte sambil mengetuk pintu pelan.

“Pergi dari sini!” bentak Charlotte menangis terisak.

“Tubuhmu sudah kehabisan energi, sebaiknya kau harus makan.” Violet berusaha membujuknya lembut.

“Kau tidak ada bedanya dengan ibuku. Kalian tidak mengerti perasaanku saat ini!”

“Kami bukan bermaksud tidak mengerti perasaanmu, justru kami sangat mencemaskan tubuhmu saat ini. Kalau kau terus kepala, kau bisa jatuh sakit. Pangeran Gabriel, jika dia melihatmu seperti ini, pasti dia akan sangat sedih.”

Mendengar nama sang calon suami yang seharusnya kelak menikah dengannya hari ini, tangisannya semakin pecah dan bergeming sejenak. Kedua tangannya semakin gemetar sambil terus merenungkannya di bawah selimut tebal. Ia terus membayangkan kehangatan kebersamaan dengannya yang selalu membawakan kebahagiaan. Setiap dirinya selalu tidak berselera makan, calon suaminya yang membujuknya untuk makan. Terutama ia selalu dinasihati dengan lembut dan penuh kasih sayang dari pujaan hatinya, sehingga membuat dirinya selalu jatuh cinta padanya. Namun, cahaya yang selalu meneranginya, kini sudah tidak ada. Karena, dalam batinnya yang terdalam, sang Pangeran sudah seperti belahan jiwanya.

Setelah berpikir lama, memang perbuatannya saat ini sangat tidak patut dilakukan. Apa yang diinginkan pujaan hatinya, bukanlah berbuat egois seperti ini. Apalagi Pangeran tidak suka melihat wajahnya ters bersedih. Pada akhirnya ia berniat membukakan pintu kamar untuk sahabatnya. Sebelum itu, Charlotte beranjak dari ranjang, merapikan dirinya terlihat kusut di meja rias sambal memakai riasannya sedikit supaya terlihat sedikit segar. Usai itu, ia melangkahkan kakinya lemas sambil membuka pintu. Begitu pintunya terbuka, dengan sigap Violet memasuki kamar sambil membawa nampannya, lalu menaruhnya di atas meja dekat ranjang.

“Wajahmu terlihat sangat kurus, Charlotte.” Violet menatap sendu sambil menyentuh pipi kanan Charlotte.

“Menurutmu, situasi seperti ini apakah aku bisa hidup dengan tenang?” sahut Charlotte menghela napasnya panjang, alisnya turun.

Violet mengambil sesendok lauk mengarahkan pada mulut Charlotte.

“Buka mulutmu!” pintanya tegas.

“Tapi aku tetap tidak berselera makan.”

“Pokoknya kau jangan keras kepala dan turuti perintahku saja!”

Dengan sigap Violet memasukkan sesendok ke dalam mulut Charlotte paksa seperti seorang ibu menyuapin bubur untuk anaknya ketika sedang sakit. Mendapat perlakuan sedikit kasar dari sahabatnya, Charlotte menatapnya dengan tatapan elang seperti ingin menerkamnya.

“Kau!!”

“Sekarang aku akan berperan sebagai Gabriel. Jadinya kau jangan pernah berpikir bisa memberontakku!” elak Violet mencolek lengan Charlotte pelan.

“Gabriel tidak pernah memperlakukanku kasar seperti ini!”

“Aku masih meragukannya. Sepertinya dia akan memperlakukanmu persis seperti apa yang aku lakukan sekarang. Suatu hari nanti, dia pasti bersikap galak supaya kau menurutinya!”

Embusan napas kasar dikeluarkan dari mulut Charlotte sambil mengibaskan pakaiannya karena gerah. Namun, jika dirasakan kelamaan, perasaannya semakin sesak dan rasanya ingin melampiaskannya dengan puas. Memandangi kondisi temannya yang mulai tidak stabil, secara spontan Violet memeluknya sambil menepuk punggungnya pelan.

“Aku sangat merindukannya. Ini baru saja lewat sehari, tapi aku tidak bisa menghadapi kenyataan sekarang. Seharusnya upacara pemberkatan pernikahan sudah berlangsung meriah, lalu aku dan Gabriel sudah menjadi sepasang suami istri berbahagia. Sedangkan kenyataannya aku hanya bisa mengurungkan diriku selama seharian penuh.”

“Walaupun sampai sekarang tubuhnya masih belum ditemukan, aku yakin suatu saat nanti dia ditemukan dalam kondisi hidup. Pangeran Gabriel adalah pria yang sangat kuat. Dia pasti bisa menghadapinya.”

“Bahkan tubuh Lucas saja juga tidak ditemukan sama sekali.”

“Kalau Lucas tidak ditemukan, sudah pasti dia melindungi Pangeran Gabriel dengan segenap tenaganya. Bagaimana kalau kita taruhan?” tawar Violet tersenyum cerdas.

“Di saat begini kau masih bisa taruhan denganku. Aku tidak ingin bermain denganmu.” Charlotte mengernyitkan dahinya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Firasatku mengatakan bahwa mereka berdua masih hidup.”

“Tapi tubuh para pengawal dan juga pilot ditemukan tidak bernyawa. Sangat mustahil kalau seandainya mereka masih hidup.”

“Sudahlah kau cukup dengar perkataanku saja!”

Charlotte memutar bola matanya bermalasan, hanya bisa pasrah dengan lontaran perkataan dari sahabatnya sendiri yang hobinya bergurau dengannya.

“Baiklah, aku dengar saja walaupun sebenarnya aku masih meragukanmu.”

“Daripada kita terus bersedih sepanjang hari, bagaimana kalau kita bernostalgia sewaktu dulu? Terutama saat kau pertama kali bertemu dengan Pangeran Gabriel.” Violet berantusias merangkul pundaknya.

“Aish, mengingat kejadian itu rasanya malu sekali!” Pipi Charlotte mulai merah merona dan kepalanya menunduk malu.

“Aku ingat sekali kau bahkan selalu mengincarnya, walaupun kau adalah seorang wanita berkepribadian introvert.”

“Sudahlah, sebaiknya kau tidak perlu membahasnya lagi, itu sudah berlalu.”

“Ayolah Charlotte, ingatanku sudah mulai samar-samar nih!” rengek Violet menggoyangkan lengan Charlotte.

“Tapi aku malu sekali menceritakannya padamu lagi.”

“Masa kau malu dengan sahabatmu sendiri sih! Padahal kita sudah berteman sejak remaja, tapi kau masih bersikap malu di hadapanku.”

Charlotte hanya bisa pasrah dengan sahabatnya yang semakin lama semakin keras kepala. Terpaksa ia mengulum senyuman tipisnya.

“Baiklah, aku akan menceritakan ulang sedikit untukmu.”

“Yah, masa cuma beberapa sih!” ketus Violet kecewa.

“Jadinya kau ingin aku menangis seharian mengingat setiap momen kemesraan kami?”

“Tidak sih. Ya sudah, kau boleh ceritakan apapun yang kau inginkan.”

“Memang kau tega padaku, Violet!”

“Cepat, ceritakan sekarang!”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sinichi_kudo
Kerja bagus Violet.. Sahabat baik yg selalu siaga saat Charlotte butuh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status