Share

Chapter 4 - Plane Crash

Sebelum insiden berlangsung…

Usai berpamitan dengan tunangannya, ia bersama Lucas memasuki pesawat jet sambil melambaikan tangannya terus padanya. Lalu, ia menduduki sebuah tempat duduk empuk berbahan busa tebal, duduk berhadapan dengan sekretaris pribadinya. Sebelum pesawat lepas landas, untuk terakhir kalinya, ia memandangi foto kebersamaan bersama tunangannya untuk melepas kerinduan, walaupun baru berpisah beberapa menit yang lalu.

“Aku merindukanmu, Charlotte,” ungkap Gabriel dengan senyuman tulus sambil mengelus layar ponselnya terutama foto sang tunangan terpampang pada layar.

“Padahal kau baru berpisah dengannya, tapi kau sudah merindukannya seperti sudah berbulan-bulan tidak pernah bertemu,” lontar Lucas sedikit menyindirnya.

“Wah, sekarang kau sudah berani berkata lancang padaku karena kemarin aku menyuruhmu untuk bersikap biasa saja padaku!” seru Gabriel membulatkan matanya dengan sempurna.

Secara inisiatif, Lucas langsung berlutut di hadapan Gabriel, kepalanya menunduk bersalah.

“Maafkan atas kelancanganku barusan, Pangeran Gabriel. Aku tidak akan pernah mengulanginya lagi. Kalau perlu bunuh saja aku.”

Gabriel tertawa terbahak sambil menggelengkan kepalanya terus mengamati betapa polos sekretarisnya.

“Kau memang tidak bisa diajak bergurau, Lucas. Padahal barusan aku hanya bergurau denganmu saja.” Gabriel menepuk pundak Lucas santai.

“Benarkah? Jadi kau tidak akan penggal kepalaku?”

“Tenang saja, aku ini dikenal sebagai Pangeran yang berbaik hati terhadap siapapun. Pasti aku tidak akan membunuh orang seperti menangkap tikus dengan perangkap.”

“Syukurlah, aku jadi sedikit lega sekarang.” Lucas membangkitkan tubuhnya, lalu kembali menduduki tempat duduk di hadapan Gabriel.

“Tapi bukan berarti aku tidak akan penggal kepalamu suatu hari nanti.” Gabriel menyunggingkan senyuman nakalnya tertawa puas.

“Maafkan aku.”

Raut wajah Gabriel tiba-tiba berubah drastis mengingat sesuatu penting yang akan disampaikan oleh Tuan Alexander. Tidak seperti biasanya ia harus mengunjunginya tiba-tiba begini, tidak tercatat dalam agenda kegiatan. Sorot matanya terfokus pada kaca jendela pesawat, menautkan kedua alisnya sambil bertopang dagu.

“Ini aneh sekali, kenapa dia tiba-tiba memintaku untuk bertemu?”

“Entahlah, katanya dia ingin mengungkapkan semuanya padamu.”

Tangan kanannya lambat laun berpindah pada bibirnya yang sudah terasa sangat manis bekas berciuman mesra dengan tunangannya. Mengingat perlakuannya beberapa saat lalu, membuat dirinya melebarkan senyumannya, menyandarkan punggungnya santai sambil memejamkan matanya. Apalagi sentuhan hangat dan manisnya bibir sang kekasih, membuatnya ingin melakukannya lagi.

“Aku tidak sabar ingin merasakan bibir manisnya lagi. Sebenarnya tadi aku sudah kecanduan melakukannya,” lontarnya santai sambil membayangkannya.

“Tapi tidak biasanya kau melakukan seperti ini di hadapan banyak orang.”

“Entah kenapa, aku ingin melakukannya saja. Aku merasa seperti aku harus melakukan dengannya selagi ada kesempatan emas.”

“Kalau aku jadi kau, pasti tidak akan melakukannya langsung. Lebih baik melakukannya di dalam kamar supaya bisa melakukannya puas.”

Alis kanan Gabriel terangkat, helaan napas kasar dihembuskan dari rongga mulutnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Jadinya maksudmu, aku tidak sopan melakukannya?”

“Bukan begitu maksudku….sudahlah lupakan saja perkataanku barusan daripada kepalaku sungguh dipenggal.”

“Demi Charlotte, aku tidak penggal kepalamu. Kalau seandainya aku sungguh penggal, dia pasti akan membenciku lagi.”

“Ngomong-ngomong, aku penasaran denganmu sebenarnya. Bukankah sebelumnya kalian sempat bertengkar, bagaimana caranya kau membujuknya kembali?”

“Ada deh, yang pasti Charlotte merupakan tipe wanita mudah memaafkan orang. Jadinya kesalahanku yang membuatnya sakit hati waktu itu, dia anggap berlalu saja.”

“Syukurlah, rasanya aku jadi ingin memiliki istri yang berkarakter seperti Charlotte.”

“Kau barusan bilang apa? Kau ingin merebutnya dariku?”

GUBRAKK

Tiba-tiba di tengah perbincangan mereka, keadaan pesawat tidak stabil hingga membuat Lucas mulai panik sekarang.

“Pangeran Gabriel, kau harus tetap duduk dulu dan pakai sabuk pengaman! Aku akan pergi ke ruang pengendalian pesawat menanyakan pilotnya dulu,” usul Lucas terburu-buru.

“Apa yang terjadi sebenarnya? Bukankah tadi sebelum lepas landas pesawatnya stabil dan tidak ada kerusakan mesin?”

“Aku juga belum tahu pasti.”

GUBRAKK

Lagi-lagi pesawatnya berguncang, kali ini hentakannya cukup kuat hingga membuat semua penumpang di sana terombang-ambing. Dengan sigap, seluruh pengawal yang dikerahkan, mengepung Gabriel untuk melindunginya.

“Yang Mulia, apakah Anda terluka?” tanya salah satu pengawal.

“Saya baik-baik saja. Saya akan menanyakan pilot mengenai keadaan pesawat ini.” Ketika Gabriel ingin beranjak dari kursi, semua pengawal menghadang jalannya.

“Anda tidak boleh bergerak, ini sangat berbahaya!” lontar pengawal lainnya.

“Lalu, apakah saya harus berdiam diri saja?” seloroh Gabriel menatap pengawal tersebut dengan tajam sambil berkacak pinggang.

Sementara Lucas berlari memasuki ruang pengemudi pesawat menghampiri pilot yang tengah berusaha menstabilkan pesawat bersama co-pilot.

“Apa yang terjadi? Kenapa pesawatnya bisa tiba-tiba begini?” tanyanya bingung dicampur panik.

“Saya juga tidak tahu pasti. Padahal sebelum pesawat ini siap dinaikki Yang Mulia, mesinnya masih terlihat baik-baik saja. Namun barusan tiba-tiba terjadi suatu ledakan pada salah satu mesin pesawat,” jawab pilot dengan nada panik sambil berusaha mengendalikan pesawat yang mulai jatuh ke permukaan.

DUAARR

Suara dentuman kilatan petir yang sangat kuat membuat semua penumpang pesawat ini tersentak kaget. Ditambah cuaca buruk memungkinkan mesin pesawat semakin rusak.

Melihat situasi saat ini, Lucas semakin gila mengacak-acak rambutnya kesal berjalan mondar-mandir seperti sedang menyetrika baju kusut.

“Apakah tidak ada cara lain?” tanya Lucas wajahnya semakin pucat.

“Saat ini kita harus melakukan pendaratan darurat demi keselamatan Yang Mulia,” jawab pilot sambil menekan sebuah tombol pengendalian pesawat.

“Pokoknya kalian tidak boleh membuat pesawat ini meledak di udara! Nyawa Yang Mulia dalam bahaya, kita tidak boleh membiarkannya meninggal begitu saja!”

Sementara co-pilot yang duduk tepat di sebelah pilot menekan tombol speaker untuk memberikan sebuah sinyal darurat.

“Kode 001, Royal Air, saat ini dalam kondisi darurat!”

Di sisi lain, Gabriel terus memberontak para pengawalnya sekaligus panik dengan keadaan yang semakin memburuk sekarang.

“Kalian jangan pernah berpikir pesawat ini akan meledak! Guncangan pesawat disebabkan karena turbulensi pesawat, sudah biasa saya menaikki pesawat seperti ini!” bentak Gabriel berlagak tegar namun dirinya sebenarnya sangat ketakutan, apalagi takut akan nyawanya melayang sebelum menikah dengan pujaan hatinya.

“Tapi Yang Mulia, kondisi saat ini memang sedang darurat.”

Pada saat yang bersamaan, co-pilot menekan tombol untuk mengeluarkan masker oksigen yang tersebar di area tempat duduk penumpang pesawat. Ketika semua pengawal sedang sibuk memasang masker oksigen masing-masing, Gabriel tidak memedulikannya sama sekali, membuka sabuk pengamannya dan mengabaikan maskernya. Salah satu pengawal menahan pundaknya sekaligus menghadang jalannya.

“Beraninya kalian menghalangi jalan saya! Apakah kalian semua tidak takut dengan saya!” bentak Gabriel emosinya membludak.

“Demi keselamatan Yang Mulia, kami harus melindungi Yang Mulia dengan baik.”

“Saya harus memeriksa kondisi yang sebenarnya!”

Gabriel mendorong para pengawal dengan sekuat tenaganya hingga terjatuh semua ke lantai. Kondisi pesawatnya semakin berguncang sehingga sulit baginya melangkahkan kakinya menuju ruang pengendalian pesawat.

GUBRAKK

Hantamannya terasa sangat kuat barusan, membuat tubuh Gabriel ambruk ke lantai. Melihat kondisinya barusan, secara spontan para pengawal kerajaan berusaha membangkitkan tubuh mereka menghampiri Gabriel.

“Yang Mulia!” pekik para pengawal.

“Saya baik-baik saja. Sebaiknya kalian jangan cemaskan saya!”

Sementara di ruang pengendalian pesawat, sorot mata Lucas terfokus pada pilot dan co-pilot mengendalikan kemudi pesawatnya yang sangat tidak stabil sekarang. Apalagi kecepatan pesawat ini sangat kencang hingga permukaan mulai terlihat dari sini.

Tet…tet…tet…

Sontak terdengar bunyi menandakan situasi sangat bahaya tertera pada layar LCD.

“Apa yang terjadi lagi?” tanya Lucas semakin berkeringat dingin.

“Ini gawat! Mesin pertama pesawat barusan mengalami sebuah ledakan!”

“APA?” Bola mata Lucas terbelalak.

“Maaf Tuan Lucas, sepertinya kita harus melakukan pendaratan di tengah laut,” tutur co-pilot lesuh.

“Jadi intinya, nyawa Yang Mulia tidak akan bisa selamat sekarang?”

“Hanya ini satu-satunya yang bisa menyelamatkan nyawa Yang Mulia, kita tidak mungkin membiarkan pesawat ini meledak di udara!” elak co-pilot.

Sementara pilot menekan tombol speaker memberikan sebuah pernyataan penting sebelum melakukan pendaratan darurat.

“Pendaratan darurat di tengah laut! Royal air, situasi sangat darurat sekarang! Roger mayday! Mayday!”

Dengan sigap Lucas berlari memasuki ruang penumpang lagi, menghampiri tubuh Gabriel yang sudah tidak berdaya sekarang.

“PANGERAN GABRIEL!” pekik Lucas sambil memasangkan masker pada wajahnya dan Gabriel.

“Apa…yang terjadi…sebenarnya?” sahut Gabriel lemas.

“Kapten pilot memutuskan untuk melakukan pendaratan darurat di tengah laut karena pesawat sudah sangat tidak stabil sekarang.”

Sementara Gabriel mendesah pasrah sambil menatap langit-langit dengan tatapan kosong.

“Apakah ini sungguh akhir dari hidupku? Bahkan aku belum sempat menikah dengan Charlotte.”

“Pangeran Gabriel, sebaiknya kau jangan berpikiran yang aneh dulu! Pasti kita semua akan selamat!”

Detik-detik terakhir sebelum melakukan pendaratan darurat, Gabriel mengamati sekelilingnya dengan putus asa, para pengawal istana ada yang tidak sadarkan diri, ataupun ada yang kepalanya terbentur akibat guncangan pesawat yang cukup kuat tadi.

Namun ia merasa ada sesuatu yang sangat mengusiknya sekarang. Di antara kumpulan pengawal istana, ada seseorang yang terlihat sangat asing baginya hingga membuat dirinya kebingungan sekarang. Pandangannya semakin kabur sambil mengulurkan jari telunjuknya menunjuk orang itu dari kejauhan.

“Siapa…dia?”

Belum sempat melanjutkan perkataannya, pesawat jet pribadi milik kerajaan tersebut mendarat di tengah laut.

BYURR

‘Maaf, aku tidak bisa menepati janjiku, Charlotte,’ sesal Gabriel dalam batinnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sinichi_kudo
Hhhh cukup menegangkan.. Orang misterius itu mau nolong apa malah yg bikin Gabriel-Lucas celaka? 🤔
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status