Share

Bab 3

Author: Isti Alfarizi
last update Last Updated: 2022-06-08 10:12:42

"Mbak, bangun Mbak," ucap Pak Abdullah mencoba membangunkan perempuan itu. Namun, Amira tak kunjung bangun. Badannya sedingin es dengan wajah yang memucat. Sementara tangisan Gemilang tak kunjung berhenti membuat Pak Abdullah sedikit panik.

"Mbak, bangun Mbak." Pak Abdullah terus mencoba membangunkan Amira.

Yudha, yang merupakan anak sulung Pak Abdullah gegas menghampiri suara tangisan bayi saat ia baru saja sampai di pelataran masjid.

Dilihatnya sang Ayah sedang berusaha membangunkan seorang wanita yang di sampingnya ada bayi yang tengah menangis, gegas Yudha menggendong bayi tersebut.

Amira mengerjapkan kedua matanya. Bibirnya menggigil kedinginan, ia ingin bangun tapi seluruh tubuhnya seperti mati rasa. Hujan deras yang kembali turun semalam membuat tubuhnya kedinginan. Amira, yang memang punya riwayat tak kuat dingin pun, mengalami hipotermia ringan karena ia tak memakai jaket atau sesuatu yang tebal untuk melindungi tubuhnya.

Wajah Amira tersorot lampu teras, Yudha pun dengan segera mengenali Wajah cantik  yang pucat itu.

"Amira?" Yudha bergumam, hal itu membuat Pak Abdullah menoleh padanya.

"Kamu kenal, Yud?" tanya Pak Abdullah.

"Dia Amira, Pak. Istri temanku," jawab Yudha setelah memastikan wanita yang dilihatnya adalah Amira. 'Ya Allah apa yang terjadi padamu, Mir,' bathin Yudha.

"Ya sudah, kamu panggil Ibumu Yud, bawa dia ke rumah, kasihan itu bayinya juga kedinginan," perintah Pak Abdullah pada Yudha.

Yudha pun gegas bertolak ke rumahnya sembari menggendong Gemilang yang sudah mulai tenang dalam gendongan Yudha.

Sesampainya di rumah, Bu Zaenab--Ibu Yudha, sedikit kaget dengan kehadiran Yudha yang membawa seorang bayi. Yudha belum sempat menjelaskan, ia segera memberikan Gemilang pada Ibunya. Kemudian diambilnya selimut tebal miliknya dan gegas ia kembali ke masjid dengan tatapan bingung Bu Zaenab.

Amira sudah bangun, bibirnya menggigil, ia mencari-cari di mana Gemilang.

"Gemilang," lirihnya.

Yudha datang langsung menyelimuti tubuh kecil milik Amira. Bersama dengan Pak Abdullah, Yudha menggotong tubuh Amira sampai di rumahnya. Subuh masih terasa sepi, belum sepenuhnya orang-orang sekitar bangun, apalagi cuaca yang basah akibat hujan deras semalam.

Yudha dan Pak Abdullah meletakkan tubuh Amira di atas karpet tebal yang terbentang di ruang keluarga yang sebelumnya sudah diberi bantal.

Pak Abdullah meminta Bu Zaenab--istrinya untuk menolong Amira. Sementara Gemilang, diberikan pada Yuni--anak keduanya.

"Buk, tolong perempuan ini ya. Sepertinya ia sedang butuh pertolongan. Badannya dingin sekali," perintah Pak Abdullah.

"Tapi, Pak. Kita gak kenal dia, kalau terjadi apa-apa gimana, Pak?" Bu Zaenab merasa cemas.

"Ibu tenang saja, saya kenal dia Bu. Dia Amira, istri temanku waktu kuliah," jawab Yudha menenangkan Ibunya. "Nanti aku coba hubungi suaminya, Bu. Lebih baik kita tolong Amira sekarang."

Bu Zaenab merasa iba dengan kondisi Amira, apalagi setelah melihat Gemilang yang sepertinya sangat haus meminta Asi pada Ibunya.

"Bapak ke masjid dulu, biar Yudha di sini temenin Ibu dan Yuni. Takut terjadi apa-apa dengan perempuan ini." Pak Abdullah pamit, ia akan melanjutkan tugasnya untuk azan di masjid.

Sementara itu, tubuh Amira dibalur dengan minyak kayu putih oleh Bu Zaenab. Gemilang, sudah sedikit tenang dalam gendongan Yuni. Yudha memutuskan untuk Salat subuh di kamarnya.

Setelah beberapa kali tubuh Amira dibalur minyak kayu putih dan dikompres dengan air hangat, badan Amira tak sedingin seperti tadi.

"Alhamdulillah, kamu sudah baikan Nak, ayo ini diminum teh manis hangatnya dulu." Bu Zaenab membantu mendudukkan Amira, kemudian membantunya meminum teh manis hangat.

Amira mengalami hipotermia ringan pada tubuhnya. Dinginnya angin malam karena hujan yang kembali datang, membuat Amira tak kuasa menahan dingin yang menusuk tulang. Untunglah, Gemilang tidak mengalami hal yang sama dengan Ibunya,karena dipakaikan jaket yang tebal pada tubuh Gemilang.

"Anak saya mana, Bu?" tanya Amira setelah menyesap hangatnya teh dari Bu Zaenab.

"Kamu tenang saja, ya. Anakmu ada di kamar," jawab Bu Zaenab.

"Aku ingin memberikan anakku, Asi, Bu. Dia pasti kelaparan," pinta Amira.

Yuni keluar dari kamarnya sembari menggendong Gemilang setelah dipanggil oleh Ibunya. Diberikannya Gemilang pada Amira untuk di-asihi.

"Terima kasih, Bu, sudah menolong saya," ucap Amira tulus, tangannya mengelus pipi lembut Gemilang yang sedang menyusu.

"Sama-sama, Nak. Kalau boleh tahu, apa yang terjadi?" tanya Bu Zaenab lembut.

Amira tak menjawab pertanyaan Bu Zaenab, air matanya berdesak-desakan ingin keluar dari kedua netra indahnya. Amira hanya menangis, merasa tak sanggup menceritakan apa yang dialaminya. Ia merasa malu, tak ingin kisah rumah tangganya diketahui oleh orang lain.

"Baiklah, kalau kamu tak bisa bercerita, tak apa-apa. Mungkin kamu belum siap." Bu Zaenab seakan mengerti, ia tak memaksa Amira untuk bercerita. "Nanti biar anakku yang menghubungi suamimu, kata Yudha dia kenal dengan suamimu," lanjut Bu Zaenab.

"Yudha?" Amira kaget, ia berpikir sejenak mengingat Yudha. Amira pun ingat, Yudha adalah sahabat Radit dahulu. Mereka berdua sering nongkrong di kafe tempat Amira bekerja. Namun, hubungan Yudha dan Radit menjadi renggang karena dirinya. Ya, dulu Yudha pun mengejar Amira, tetapi Amira lebih memilih Radit.

"Yun, kamu panggil Mas-mu, sana," perintah Bu Zaenab pada Yuni yang dari tadi menyimak percakapan Ibunya dan Amira. Gadis tujuh belas tahun itu, gegas beranjak dari duduknya dan memanggil Yudha yang berada di kamar.

Sementara itu, di kamar, Yudha tengah menghubungi Radit. Sebenarnya sudah lama ia tak pernah berkomunikasi dengan Radit. Persaingan dirinya dengan Radit untuk mendapatkan Amira, membuat hubungan keduanya renggang. Yudha meminta nomor Radit dari Edo, sahabat mereka juga. Edo pun dulu sama, menginginkan Amira. Namun sekarang, Edo telah menikah dan memiliki keluarga kecil yang bahagia.

Berbeda dengan Yudha, bayangan Amira tak pernah hilang dari hati dan ingatannya. Lelaki berusia hampir tiga puluh tahun itu, masih melajang sampai sekarang. Belum ada wanita lain yang bisa menggantikan Amira dari hatinya. Tak pernah ia bayangkan akan bertemu Amira dalam kondisi seperti ini.

**

Radit merasa terganggu dengan suara ponsel yang terus menjerit-jerit di atas meja di sisi ranjangnya. Diraihnya ponsel itu, lalu ia membuka matanya dengan paksa, dilihatnya nomor tak dikenal terus menghubunginya.

Radit mengangkat teleponnya dengan malas, ia mengira mungkin klien atau atasannya yang meneleponnya.

"Halo."

"Radit, ini gue, Yudha." Suara di seberang telepon membuat Radit membelalakkan kedua matanya.

"Oh, apa kabar lo? tumben, telepon gue," tanya Radit basa-basi.

"Gue cuma mau bilang, Amira ada di rumah gue. Gue gak tahu ada masalah apa lo sama Amira, yang jelas gue gak tega liat keadaan istri lo," jelas Yudha.

Radit tersenyum kecut, tak menyangka ternyata istrinya juga berhubungan dengan Yudha. Radit berpikir, mungkin selama ini Amira dan Yudha masih berhubungan di belakangnya.

"Gak sangka gue, ternyata perempuan itu pergi ke rumah lo Yud." Radit terlihat kecewa, ia membayangkan Amira sekarang tengah berada di pelukan Yudha dan menertawakan kebodohannya.

"Ini gak seperti yang elo kira, Dit. Gue gak sengaja ketemu Amira." Yudha berusaha menjelaskan.

"Gue udah talak dia, secepatnya gue akan urus perceraian kami. Gue udah gak ada hubungan apa-apa lagi dengan Amira." Radit menutup teleponnya sepihak lalu memblokir nomor Yudha.

Radit mengacak rambutnya kasar, ia meraih foto pernikahannya dengan Amira lalu membanting foto itu hingga hancur berkeping-keping. Radit sangat kecewa dengan Amira, ia merasa sangat bodoh karena tak tahu hubungan Amira dan Yudha di belakangnya.

Yudha tertegun sejenak setelah telepon dimatikan sepihak oleh Radit, padahal ia belum menjelaskan apa pun. Yudha kembali menghubungi Radit, tetapi nomornya sudah di blokir. Hal itu membuat Yudha bertanya-tanya tentang masalah yang terjadi antara Radit dan Amira.

"Mas, dipanggil Ibu," suara Yuni, membuat Yudha mengehentikan aktivitasnya menghubungi Radit kembali. Gegas ia keluar kamar untuk menemui Amira yang masih berada di ruang keluarga.

Ada rasa canggung menelusup hati Yudha saat sudah duduk berhadapan dengan Amira. Rasa yang ia coba kubur dalam-dalam, kini muncul membuat debaran-debaran aneh di hatinya.

Sementara Amira, ia merasa tak enak dengan Yudha dan keluarganya. Amira tak menyangka akan bertemu Yudha dalam kondisi seperti ini.

Bersambung....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Fitnah Dari Ipar Dan Mertua    Bab 97 ( Tamat )

    "Ayo, cerita, ada apa?" tanya Nisa kemudian setelah mereka duduk."Nis, apa keputusanku ini salah ya? Apa aku telah egois?" Syahla mulai bercerita."Keputusan buat nikah dengan Pak Yudha? Bukankah itu mimpi kamu?" Nisa merasa tak mengerti dengan ucapan Syahla."Maksud aku gini, aku pikir, aku akan bahagia mendapatkan Mas Yudha. Namun, hati kecilku merasa hampa karena aku tahu, Mas Yudha tak mencintaiku. Aku merasa Mas Yudha tak bahagia jika menikah denganku. Ia selalu bersikap dingin meskipun kami akan menikah. Aku pikir, Mas Yudha masih mencintai Amira," ujar Syahla."Terus, mau kamu apa, La? Apa kamu berpikir untuk melepaskan Yudha dan Amira untuk bersama? Bukankah, kau membenci Amira?" seloroh Nisa."Iya, sih. Namun, aku kembali merenung akhir-akhir ini. Semua yang terjadi bukan sepenuhnya salah Amira. Ini hanya keegoisanku semata karena cemburu padanya. Aku bingung, Nis. Namun, untuk mundur dan melepas Mas Yudha, aku sudah terlanjur malu dengan foto-foto itu.""Hati kecilku juga me

  • Fitnah Dari Ipar Dan Mertua    Bab 96

    Syahla baru saja sadar dari pingsannya. Setelah semalaman tak sadarkan diri. Terlihat Nisa yang sedang menjaganya. "Nisa," ucap Syahla lirih."Syahla, kamu udah sadar? Alhamdulillah ..." Nisa menangis haru, ia sangat takut kehilangan sahabatnya tersebut."Nis, aku masih hidup kan?" tanya Syahla."Iya, bod*h. Kau masih hidup, janji jangan kau ulangi perbuatan bod*hmu itu, La," ujar Nisa."Buat apa aku hidup, Nis. Semua kebahagiaanku sudah direnggut oleh Amira. Aku bahkan sudah tidak punya muka lagi sekarang. Hanya karena cinta, aku bertindak bod*h." Syahla menyesali perbuatannya."Aku benci Amira, Nis! Aku benci dia, karena dia hidup aku hancur seperti ini," sambungnya."Syahla, kamu yang tenang ya. Pak Yudha pasti akan menikahimu," ucap Nisa."Nggak mungkin, Nis. Mas Yudha tak akan menikahiku, ia pasti sangat membenciku saat ini.""A-aku akan menikahimu, Syahla." Suara seorang lelaki yang tak begitu asing di telinga Syahla.Syahla pun menoleh, mencari lelaki itu. Terlihat Yudha sudah

  • Fitnah Dari Ipar Dan Mertua    Bab 95

    Malam hari.Syahla tengah melihat foto-foto di galeri ponselnya di dalam kamar. Foto-foto mesra yang ia ambil dengan dibantu Nisa, ketika Yudha tengah tak sadarkan diri di kamarnya. Ia sedang berpikir untuk mengirim foto-foto itu di media sosial miliknya. Juga, ia akan mengirim di grup pekerjaannya di kantor. Meskipun, hal itu akan sangat memalukan, tetapi Syahla sudah tak punya cara lain lagi.Ia kemudian mengirim foto-foto itu di grup kerjaanya. Tak lama, grup kerjaanya itu heboh dengan banyaknya komentar dari rekan-rekan karyawan di kantornya. Semua komentar hampir menanyakan apa maksud dari Syahla mengirimkan foto-foto ini. Serta, menanyakan apakah benar foto-foto itu adalah foto Yudha dan Syahla?Syahla hanya membaca kehebohan di grup kantor, ia tak berniat membalasnya. Deretan pesan pribadi pun memenuhi ponselnya. Rata-rata dari teman kantornya."La, kamu benar-benar gila ya? Kamu serius kirim foto itu di grup kantor?" Nisa menghampiri Syahla, ia tak percaya dengan tindakan nek

  • Fitnah Dari Ipar Dan Mertua    Bab 94

    Amira begitu kecewa mendengar penuturan dari Yudha yang mengatakan, jika lelaki itu mengakui tidur di kamar yang sama dengan Syahla saat terbangun. Namun, Yudha sendiri merasa tak yakin jika melakukan hal itu, ia tak ingat apa pun."Aku tak begitu ingat, kenapa aku berada di kamar yang sama dengan Syahla. Aku juga merasa tak yakin jika aku melakukan hal itu. Hanya saja, aku merasa kecewa dengan diriku sendiri, Mir. Aku sudah menyakitimu, maafkan aku," sesal Yudha."Terus, apa yang akan kau lakukan, Kak? Apa kau akan menikahi Syahla?" tanya Amira datar.Yudha terdiam, entahlah dia tak tahu apa yang akan dia lakukan. Sebagai seorang lelaki yang dididik baik oleh keluarganya, ia tak ingin menjadi lelaki pengecut yang lepas dari tanggung jawab. Namun, ia tak yakin dengan apa yang terjadi antara dirinya dan Syahla di kamar itu.Yudha kembali mengingat saat baru saja bangun dari pingsannya malam tadi. Ia memijit pelipisnya, merasa kepalanya begitu sakit. Pelan-pelan ia membuka matanya, terl

  • Fitnah Dari Ipar Dan Mertua    Bab 93

    Syahla sedang pisisi tidur di samping Yudha. Meskipun tidak berpakaian seksi, Syahla melepas hijab yang menutup kepalanya."Nisa!" Syahla menoleh saat mendengar suara pintu terbuka dan Nisa masuk ke kamarnya."Syahla, aku berubah pikiran!" "Maksud kamu?"Nisa ke sisi Syahla kemudian menarik lengan wanita itu untuk segera bangun dari kasur."La, sadar, bukan seperti ini cara untuk mendapatkan Yudha! Kamu hanya akan mempermalukan dirimu sendiri!" ujar Nisa memperingatkan."Aku tak peduli, Nis! Bagiku mendapatkan Mas Yudha adalah hal yang lebih penting. Aku bahkan rela jika harus tidur dengannya!" seloroh Syahla."Tapi aku tak bisa membantumu dalam hal ini. Aku seperti ini karena peduli padamu, La. Aku tak ingin kamu mempermalukan dirimu sendiri." Nisa berusaha menyadarkan Syahla dari ide konyolnya."Oke, tak masalah. Aku sudah punya rencana lain kalau kau tak mau membantuku. Tapi, untuk kali ini kau jangan ikut campur Nisa. Berhenti menasehatiku, kau cukup melihat saja dan jangan berit

  • Fitnah Dari Ipar Dan Mertua    Bab 92

    "Gemilang? Itu ... Bukan apa-apa," jawab Syahla gugup. Ia khawatir Gemilang melihat aksinya memberikan beberapa tetes cairan ke dalam kopi milik Yudha."Tapi, aku pernah lihat itu di rumah Oma." Gemilang menunjuk sesuatu di tangan kiri Syahla.Syahla pun mengikuti pandangan Gemilang, ternyata yang dimaksud anak kecil itu adalah gelang yang dipake Syahla."Gelang ini?" tanya Syahla memastikan dengan menunjukkan gelang itu pada Gemilang.Gemilang mengangguk. "Gelangnya sama kaya punya Oma. Apa itu gelang punya Oma, Tan?"Syahla sedikit lega mendengar ucapan Gemilang. Ternyata benar, Gemilang menanyakan gelangnya."Ini gelang punya Tante. Oma membelikannya untuk Tante. Gelang Oma sama Tante samaan," jelas Syahla."Emang kenapa, kok Gemilang tanya gelang ini?" tanya Syahla kemudian karena penasaran."Dulu waktu di rumah Oma, aku ambil gelang Oma buat mainan. Habis itu, gelang Oma rusak. Oma marah sama aku, katanya itu gelang berharga punya Oma. Aku nggak boleh pegang gelang itu lagi." Gem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status