Share

Bab 7 Kecelakaan

"Kamu bener-bener udah buat Abang kecewa, Mir. Abang kira, kamu hanya berhubungan dengan tiga lelaki yang di foto itu. Ternyata, dengan Yudha juga," sinis Radit.

"Abang ngomong apa sih? Amira gak ada hubungan apa-apa dengan Kak Yudha." Amira membela diri. 

"Abang ke sini mau jemput Amira dan Gemilang, iya kan, Bang?" tanya Amira penuh harap.

"Abang ke sini hanya ingin mengantarkan ini," jawab Radit, ia kemudian menyerahkan sebuah amplop pada Amira.

"I-ini apa, Bang?" Amira menerima amplop itu, tangannya bergetar saat hendak membukanya.

Amira membuka isi amplop itu, ia membaca secarik kertas yang berada di dalam amplop tersebut. Air matanya luruh seketika setelah membacanya. Surat itu berisi panggilan ke pengadilan agama untuk sidang pertama perceraian mereka. Amira sangat tak menyangka secepat ini Radit bertindak, tanpa bertabayun mencari kebenarannya dahulu.

"Abang benar-benar akan menceraikanku?" tanya Amira, ia meremas kertas yang dipegangnya.

"Kamu sudah baca sendiri isi surat itu. Aku harap, kau bisa datang saat sidang," jawab Radit.

"Brengs*k lo, Dit!" secara tiba-tiba Yudha memukul Radit, ia merasa tak tega dengan Amira yang kembali menangis.

"Cih, bukannya ini yang kalian berdua inginkan? setelah bercerai, kalian bisa bebas berdua," ucap Radit, ia mengelap sudut bibirnya yang berdarah akibat dipukul Yudha.

"Elo nuduh tanpa bukti, Radit. Amira tak seperti yang elo kira, gue dan Amira tak ada hubungan apa pun," jelas Yudha.

"Kalau tak ada hubungan apa pun? ngapain istri gue ada di rumah lo? kalian berdua sama-sama tega sama gue! Brengs*k!" Radit membalas memukul Yudha.

"Cukup!" Amira melerai perkelahian antara mereka berdua, ia tak ingin membuat keributan yang akan memancing tetangga keluar. Sudah ada beberapa orang yang keluar dari rumahnya untuk melihat kejadian yang terjadi di depan rumah Yudha.

"Bang, jika kedatanganmu hanya untuk mencari keributan, lebih baik kau pulang! Aku terima surat ini, dan aku tak akan datang ke pengadilan. Aku tak menuntut apa pun dari kamu, aku juga tak akan membela diri lagi. Percuma, kau sudah dibutakan oleh rasa cemburu!" tegas Amira yang membuat Radit tak percaya.

"Cih! benar-benar, kau memang ingin secepatnya berpisah dariku, Mir? agar kau bisa secepatnya bersatu dengan dia kan?" Radit tersenyum sinis menatap Amira, tangannya menunjuk Yudha yang berdiri di sampingnya.

"Terserah apa pun yang kamu pikirkan, Bang! Aku sudah sangat kecewa sekali padamu. Aku pikir, kau akan lebih dewasa dalam mengambil sikap dan bertabayun mencari kebenaran dengan apa yang dituduhkan oleh Ibu dan adikmu padaku. Tetapi, aku rasa percuma jika hatimu tak percaya padaku lagi, kau bahkan menuduhku berselingkuh dengan Yudha. Tuduhan yang sama sekali tak ada bukti, Bang." Amira mengusap kedua matanya yang mengalir membasahi pipi. Sakit, itu yang Amira rasakan saat mengucapkan itu semua.

Radit tak percaya dengan semua ucapan Amira. Radit berpikir Amira akan memohon-mohon padanya untuk tak bercerai dan meminta maaf karena telah mengecewakannya. Semua diluar perkiraan Radit, ternyata Amira malah ingin secepatnya berpisah darinya.

Padahal, jika saja Amira mau memohon dan berlutut padanya serta mengakui semua perbuatannya, Radit akan berpikir dua kali untuk menceraikan Amira dan mencoba menerima Amira kembali. Radit masih sangat mencintai Amira, tetapi egonya mengesampingkan rasa itu semua.

"Kenapa kau angkuh sekali, Amira? apa salahnya kau mengaku saja dan meminta maaf padaku!" Radit menatap tajam Amira.

"Sampai kapanpun aku tak akan mengakui hal yang tak pernah aku lakukan, Bang!" tegas Amira.

"Kau masih menyangkal? bahkan ada Gemilang hasil selingkuhanmu dengan lelaki itu!" tuduh Radit yang seketika membuat Amira murka.

Plakk!!

Amira menampar Radit, tak ada yang lebih sakit dari hati seorang wanita jika anak yang telah dilahirkannya tak diakui oleh ayah kandungnya sendiri. Amira tak habis pikir dengan tuduhan Radit yang terkesan tak masuk akal. Bukankah Radit sendiri yang menemaninya selama ia mengandung Gemilang?

Ah, entah hasutan apalagi yang membuat Radit begitu berubah secara sifat dan sikap.

"Amira, kau!" Radit mengusap pipinya, baru kali ini dalam hidupnya ia ditampar oleh seorang wanita. Amira, yang selalu bersikap lembut padanya berubah seketika.

"Lebih baik kau pergi, Bang. Aku tak akan menjelaskan apa pun lagi padamu, aku juga tak akan menuntut apa pun padamu. Kau bukan anak kecil lagi yang harus aku beritahu hal yang salah maupun benar. Semoga kau tak menyesal telah melakukan ini padaku dan Gemilang," kata Amira dengan tenang, ia mulai mampu meredam emosinya. 

Padahal rasanya ia ingin sekali memaki-maki Radit, tetapi ia tak akan melakukan itu. Rasanya percuma menjelaskan apa pun saat ini pada Radit, ia masih dikuasai rasa cemburu yang membuatnya tak menggunakan logikanya. Amira sudah pasrah jika memang harus berpisah dengan Radit, meskipun hatinya sakit.

Amira kemudian masuk ke dalam rumah, ia bergegas ke kamarnya dan mengunci pintunya. Saat bersamaan, Gemilang bangun dari tidurnya, bayi itu pun menangis meminta haknya untuk di asi-hi. 

Amira mengambil Gemilang, lalu menggendongnya. Diciuminya berkali-kali bayi lelaki tersebut. Kemudian Amira duduk dan memberikan hak Gemilang. Ditatapnya bayi yang sedang menyusu itu, air mata Amira kembali luruh. Ia sama sekali tak menyangka jika nasibnya akan seperti ini. 

Sementara itu, Radit masih berdiri di luar rumah bersama Yudha. Radit sangat tak menyangka Amira akan bersikap seperti itu. Amira terlihat tenang bahkan ia tak menuntut apa pun, Amira juga tak berusaha untuk membuktikan jika semua tuduhannya salah. Radit jadi meragukan tuduhannya pada Amira, tetapi bukti-bukti perselingkuhan Amira sangat kuat. Bahkan adik kandungnya yang selalu bersaksi atas perselingkuhan Amira.

"Gue harap lo gak nyesel dengan keputusan yang lo buat," ucap Yudha, ia kemudian menyuruh Radit pergi dari rumahnya.

"Lo sudah berapa lama berhubungan dengan Amira?" tanya Radit.

"Gue harus bilang berapa kali sama lo. Gue gak ada hubungan apa pun sama Amira. Kalo gue punya hubungan dengan Amira, gue pasti gak bakalan beritahu elo kalo dia di sini. Harusnya lo pikir pake logika, Dit." Yudha kembali menjelaskan hubungannya dengan Amira, ia sangat menyayangkan keputusan Radit yang terkesan tiba-tiba.

"Amira berada di rumah gue, itu karena gak sengaja gue nolong dia. Lo harusnya dengerin dulu penjelasan gue, Dit," lanjut Yudha.

"Basi! Kalian pasti sudah bersekongkol!" tuduh Radit.

"Terserah lo Dit, yang jelas gue udah jelasin semuanya ke elo. Kalo lo gak bisa bahagiain Amira, gue mampu Dit buat bahagiain dia. Lebih baik sekarang, lo pergi, Dit," usir Yudha.

Radit kemudian meninggalkan rumah Yudha, hatinya berkecamuk tetapi rasa cemburunya juga besar. Radit menyalakan motornya, ia kemudian melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.

Melihat Amira yang begitu tenang, membuat Radit bertanya-tanya dalam hatinya. Sebenarnya ia sendiri mulai ragu dengan tuduhan yang dilontarkan Ibu dan adiknya tersebut. Namun, bukti-bukti foto Amira dengan lelaki lain selalu mengusik jiwanya. Apalagi Amira sekarang tinggal di rumah Yudha, lelaki yang dulu sama-sama mencintai Amira.

Radit masih sangat yakin jika Yudha sampai saat ini masih mencintai Amira. Ia dapat melihat sinar mata Yudha yang mendamba Amira, hal itu membuat Radit semakin yakin jika Amira dan Yudha telah berselingkuh. 

"Aaaargh!" Radit berteriak sembari memukul setang motornya, pikirannya bercabang, antara hati dan logika saling berperang. Radit semakin melajukan motornya dengan kencang, hingga ia beberapa kali diklakson oleh pengendara lain.

 Dari arah berlawanan, sebuah mini bus hendak putar arah. Radit tak bisa mengendalikan motornya, ia pun belok ke kiri untuk menghindari tabrakan dengan minu bus itu.Namun, hal itu itu malah membuatnya menabrak pohon yang berada di pinggir jalan. Darah segar keluar dari kepala Radit, ia sempat meraba kepalanya hingga sampai akhirnya semua terasa gelap.

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status