"Kamu bener-bener udah buat Abang kecewa, Mir. Abang kira, kamu hanya berhubungan dengan tiga lelaki yang di foto itu. Ternyata, dengan Yudha juga," sinis Radit.
"Abang ngomong apa sih? Amira gak ada hubungan apa-apa dengan Kak Yudha." Amira membela diri.
"Abang ke sini mau jemput Amira dan Gemilang, iya kan, Bang?" tanya Amira penuh harap.
"Abang ke sini hanya ingin mengantarkan ini," jawab Radit, ia kemudian menyerahkan sebuah amplop pada Amira.
"I-ini apa, Bang?" Amira menerima amplop itu, tangannya bergetar saat hendak membukanya.
Amira membuka isi amplop itu, ia membaca secarik kertas yang berada di dalam amplop tersebut. Air matanya luruh seketika setelah membacanya. Surat itu berisi panggilan ke pengadilan agama untuk sidang pertama perceraian mereka. Amira sangat tak menyangka secepat ini Radit bertindak, tanpa bertabayun mencari kebenarannya dahulu.
"Abang benar-benar akan menceraikanku?" tanya Amira, ia meremas kertas yang dipegangnya.
"Kamu sudah baca sendiri isi surat itu. Aku harap, kau bisa datang saat sidang," jawab Radit.
"Brengs*k lo, Dit!" secara tiba-tiba Yudha memukul Radit, ia merasa tak tega dengan Amira yang kembali menangis.
"Cih, bukannya ini yang kalian berdua inginkan? setelah bercerai, kalian bisa bebas berdua," ucap Radit, ia mengelap sudut bibirnya yang berdarah akibat dipukul Yudha.
"Elo nuduh tanpa bukti, Radit. Amira tak seperti yang elo kira, gue dan Amira tak ada hubungan apa pun," jelas Yudha.
"Kalau tak ada hubungan apa pun? ngapain istri gue ada di rumah lo? kalian berdua sama-sama tega sama gue! Brengs*k!" Radit membalas memukul Yudha.
"Cukup!" Amira melerai perkelahian antara mereka berdua, ia tak ingin membuat keributan yang akan memancing tetangga keluar. Sudah ada beberapa orang yang keluar dari rumahnya untuk melihat kejadian yang terjadi di depan rumah Yudha.
"Bang, jika kedatanganmu hanya untuk mencari keributan, lebih baik kau pulang! Aku terima surat ini, dan aku tak akan datang ke pengadilan. Aku tak menuntut apa pun dari kamu, aku juga tak akan membela diri lagi. Percuma, kau sudah dibutakan oleh rasa cemburu!" tegas Amira yang membuat Radit tak percaya.
"Cih! benar-benar, kau memang ingin secepatnya berpisah dariku, Mir? agar kau bisa secepatnya bersatu dengan dia kan?" Radit tersenyum sinis menatap Amira, tangannya menunjuk Yudha yang berdiri di sampingnya.
"Terserah apa pun yang kamu pikirkan, Bang! Aku sudah sangat kecewa sekali padamu. Aku pikir, kau akan lebih dewasa dalam mengambil sikap dan bertabayun mencari kebenaran dengan apa yang dituduhkan oleh Ibu dan adikmu padaku. Tetapi, aku rasa percuma jika hatimu tak percaya padaku lagi, kau bahkan menuduhku berselingkuh dengan Yudha. Tuduhan yang sama sekali tak ada bukti, Bang." Amira mengusap kedua matanya yang mengalir membasahi pipi. Sakit, itu yang Amira rasakan saat mengucapkan itu semua.
Radit tak percaya dengan semua ucapan Amira. Radit berpikir Amira akan memohon-mohon padanya untuk tak bercerai dan meminta maaf karena telah mengecewakannya. Semua diluar perkiraan Radit, ternyata Amira malah ingin secepatnya berpisah darinya.
Padahal, jika saja Amira mau memohon dan berlutut padanya serta mengakui semua perbuatannya, Radit akan berpikir dua kali untuk menceraikan Amira dan mencoba menerima Amira kembali. Radit masih sangat mencintai Amira, tetapi egonya mengesampingkan rasa itu semua.
"Kenapa kau angkuh sekali, Amira? apa salahnya kau mengaku saja dan meminta maaf padaku!" Radit menatap tajam Amira.
"Sampai kapanpun aku tak akan mengakui hal yang tak pernah aku lakukan, Bang!" tegas Amira.
"Kau masih menyangkal? bahkan ada Gemilang hasil selingkuhanmu dengan lelaki itu!" tuduh Radit yang seketika membuat Amira murka.
Plakk!!
Amira menampar Radit, tak ada yang lebih sakit dari hati seorang wanita jika anak yang telah dilahirkannya tak diakui oleh ayah kandungnya sendiri. Amira tak habis pikir dengan tuduhan Radit yang terkesan tak masuk akal. Bukankah Radit sendiri yang menemaninya selama ia mengandung Gemilang?
Ah, entah hasutan apalagi yang membuat Radit begitu berubah secara sifat dan sikap.
"Amira, kau!" Radit mengusap pipinya, baru kali ini dalam hidupnya ia ditampar oleh seorang wanita. Amira, yang selalu bersikap lembut padanya berubah seketika.
"Lebih baik kau pergi, Bang. Aku tak akan menjelaskan apa pun lagi padamu, aku juga tak akan menuntut apa pun padamu. Kau bukan anak kecil lagi yang harus aku beritahu hal yang salah maupun benar. Semoga kau tak menyesal telah melakukan ini padaku dan Gemilang," kata Amira dengan tenang, ia mulai mampu meredam emosinya.
Padahal rasanya ia ingin sekali memaki-maki Radit, tetapi ia tak akan melakukan itu. Rasanya percuma menjelaskan apa pun saat ini pada Radit, ia masih dikuasai rasa cemburu yang membuatnya tak menggunakan logikanya. Amira sudah pasrah jika memang harus berpisah dengan Radit, meskipun hatinya sakit.
Amira kemudian masuk ke dalam rumah, ia bergegas ke kamarnya dan mengunci pintunya. Saat bersamaan, Gemilang bangun dari tidurnya, bayi itu pun menangis meminta haknya untuk di asi-hi.
Amira mengambil Gemilang, lalu menggendongnya. Diciuminya berkali-kali bayi lelaki tersebut. Kemudian Amira duduk dan memberikan hak Gemilang. Ditatapnya bayi yang sedang menyusu itu, air mata Amira kembali luruh. Ia sama sekali tak menyangka jika nasibnya akan seperti ini.
Sementara itu, Radit masih berdiri di luar rumah bersama Yudha. Radit sangat tak menyangka Amira akan bersikap seperti itu. Amira terlihat tenang bahkan ia tak menuntut apa pun, Amira juga tak berusaha untuk membuktikan jika semua tuduhannya salah. Radit jadi meragukan tuduhannya pada Amira, tetapi bukti-bukti perselingkuhan Amira sangat kuat. Bahkan adik kandungnya yang selalu bersaksi atas perselingkuhan Amira.
"Gue harap lo gak nyesel dengan keputusan yang lo buat," ucap Yudha, ia kemudian menyuruh Radit pergi dari rumahnya.
"Lo sudah berapa lama berhubungan dengan Amira?" tanya Radit.
"Gue harus bilang berapa kali sama lo. Gue gak ada hubungan apa pun sama Amira. Kalo gue punya hubungan dengan Amira, gue pasti gak bakalan beritahu elo kalo dia di sini. Harusnya lo pikir pake logika, Dit." Yudha kembali menjelaskan hubungannya dengan Amira, ia sangat menyayangkan keputusan Radit yang terkesan tiba-tiba.
"Amira berada di rumah gue, itu karena gak sengaja gue nolong dia. Lo harusnya dengerin dulu penjelasan gue, Dit," lanjut Yudha.
"Basi! Kalian pasti sudah bersekongkol!" tuduh Radit.
"Terserah lo Dit, yang jelas gue udah jelasin semuanya ke elo. Kalo lo gak bisa bahagiain Amira, gue mampu Dit buat bahagiain dia. Lebih baik sekarang, lo pergi, Dit," usir Yudha.
Radit kemudian meninggalkan rumah Yudha, hatinya berkecamuk tetapi rasa cemburunya juga besar. Radit menyalakan motornya, ia kemudian melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Melihat Amira yang begitu tenang, membuat Radit bertanya-tanya dalam hatinya. Sebenarnya ia sendiri mulai ragu dengan tuduhan yang dilontarkan Ibu dan adiknya tersebut. Namun, bukti-bukti foto Amira dengan lelaki lain selalu mengusik jiwanya. Apalagi Amira sekarang tinggal di rumah Yudha, lelaki yang dulu sama-sama mencintai Amira.
Radit masih sangat yakin jika Yudha sampai saat ini masih mencintai Amira. Ia dapat melihat sinar mata Yudha yang mendamba Amira, hal itu membuat Radit semakin yakin jika Amira dan Yudha telah berselingkuh.
"Aaaargh!" Radit berteriak sembari memukul setang motornya, pikirannya bercabang, antara hati dan logika saling berperang. Radit semakin melajukan motornya dengan kencang, hingga ia beberapa kali diklakson oleh pengendara lain.
Dari arah berlawanan, sebuah mini bus hendak putar arah. Radit tak bisa mengendalikan motornya, ia pun belok ke kiri untuk menghindari tabrakan dengan minu bus itu.Namun, hal itu itu malah membuatnya menabrak pohon yang berada di pinggir jalan. Darah segar keluar dari kepala Radit, ia sempat meraba kepalanya hingga sampai akhirnya semua terasa gelap.
Bersambung....
Bu Zaenab baru saja pulang dari mengantar kue. Saat ia berjalan menuju rumahnya, ia dicegat oleh beberapa tetangganya. "Bu Zaenab ,Bu," panggil seorang wanita paruh baya seusia Bu Zaenab. "Eh, Iya Bu Las. Ada apa, Bu?" Bu Zaenab tersenyum ramah. "Ini lho, Bu. Saya mau tanya, itu wanita yang tinggal di rumah Ibu, beneran saudaranya yang dari Jawa?" tanya wanita bernama Bu Las tersebut. "Iya, Bu," jawab Bu Zaenab tenang. "Bu Zaenab yakin? Gak bohong kan?" Bu Las mencoba menyelidik membuat Bu Zaenab heran. "Jangan bohong Bu Zaenab, kami di sini sudah tahu kalau wanita itu kekasihnya Yudha. Gak sangka ya, Bu, ternyata Yudha jadi selingkuhan wanita bersuami," timpal Bu Yati, salah satu tetangganya yang anaknya pernah dijodohkan dengan Yudha. Namun, Yudha menolak anak perempuan Bu Yati. "Maaf, maksud Ibu-ibu semua, ini apa ya?" tanya Bu Zaenab bingung. "Tadi Yudha sempat berkelahi dengan laki-laki yang bertamu ke rumahnya. Kami diberitahu oleh seorang perempuan muda. Ia mengatakan ji
"Ran, kamu bisa tolongin, Abang?" Radit bertanya pada Rania, saat ia selesai minum."Minta tolong apa?" "Tolong beritahu Amira, Abang ada di rumah sakit," pinta Radit.Seketika wajah Selly dan Rania berubah masam, mereka sangat kesal karena Radit malah menanyakan Amira."Abang ini gimana sih, kenapa masih nanyain Amira? Dia kan udah khianatin Abang," ujar Rania, ia enggan menerima permintaan Radit."Abang ingin dirawat olehnya, Ran. Hanya Amira yang tahu kebutuhan Abang," ucap Radit."Abang apa udah lupa apa yang Amira lakuin?" tanya Rania."Abang ingat, Ran. Tetapi, Abang jadi tidak yakin setelah melihat Amira yang justru kekeh tak mengakui perbuatannya. Abang merasa, Amira tak berbohong," ungkap Radit, hal yang mengganjal di hatinya sudah diucapkannya.Seketika wajah Rania dan Selly sedikit tegang, mereka takut jika Radit akan menyelidiki kebenarannya."Ngomong-ngomong kamu dapat foto-foto itu, dari mana Ran?" selidik Radit."Itu ... itu ... Emm ... Ya, dari Amira, Bang. Aku Nemu f
"Jadi, wanita itu, Amira?" tanya Bu Zaenab terkejut. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya."Wanita yang mana, Bu?" Pak Abdullah terlihat bingung.Yudha merasa menyesal telah mengucapkan itu, sekarang semuanya akan terungkap jika penyebab dirinya enggan menikah adalah karena perasaannya pada Amira. Yudha sempat menceritakan kisahnya dengan Amira dahulu pada kedua orangtuanya. Meskipun saat menceritakan itu, Yudha tak pernah menyebut nama Amira."Wanita yang membuat anak kita enggan menikah, Pak. Wanita yang dicintai Yudha, dulu," jawab Bu Zaenab."Benar itu, Yud?" tanya Pak Abdullah pada Yudha.Yudha sekilas melirik Amira sampai akhirnya ia menjawab, "Iya Pak, benar. Wanita itu, Amira."Amira merasa canggung, karena perkataan Yudha membuat posisinya semakin sulit. Amira semakin merasa tak nyaman berada di posisi seperti ini.Amira menyayangkan perkataan Yudha yang menceritakan masa lalu dengannya. Hal itu akan membuat masalah semakin runyam karena akan menimbulkan salah paham ser
"Mbak Amira, kenapa nangis?" tanya Yuni saat masuk ke dalam kamar Amira.Amira yang sedang mengemas pakaian seketika menoleh, Yuni berdiri dengan menggendong Gemilang yang tengah tertidur. Amira tak menjawab pertanyaan Yuni, ia lalu beranjak dan mengambil alih Gemilang dari gendongan Yuni. "Mbak, pasti karena gosip di luar yang beredar ya? Emm ... di grup warga, sedang ramai bahas Mbak Amira dan Mas Yudha. Tapi, aku tak percaya dengan semua itu Mbak, aku yakin Mbak Amira wanita baik-baik," ujar Yuni, ia memegang lengan Amira."Terima kasih, Yun. Tapi semua rasanya percuma. Aku merasa tak enak dengan keluargamu, Yun," kata Amira, raut wajahnya terlihat memancarkan kesedihan. "Mbak yang sabar, ya. Aku yakin semua akan baik-baik saja," ucap Yuni terjeda, "Mbak mau pergi ke mana?" lanjutnya bertanya saat melihat pakaian Amira sudah dikemas. Amira menggeleng sedih, ia pun tak tahu akan pergi ke mana. Tak punya saudara, teman pun pasti sudah punya kesibukan masing-masing, Amira tak mau m
Delia menyuguhkan segela air putih untuk Amira, ia kemudian gegas membereskan botol minuman dan sampah kacang yang berserakan di lantai kontrakannya.Selesai melakukan itu semua, ia lalu duduk di depan Amira. Diperhatikannya Amira yang tengah menyusui Gemilang."Lo ada masalah apa sih, Mir?" tanya Delia, ketika dilihatnya Amira yang telah selesai menyusui Gemilang. Didudukkannya Gemilang dalam pangkuannya Amira.Amira diam sejenak sebelum ia menjawab pertanyaan Delia. Ingin meminta tolong Delia, tetapi ia ragu karena melihat penampilan dan pola hidup Delia yang mulai berubah. Namun, Amira pun tak punya pilih"Del, kamu kenapa sekarang berubah?" Amira malah balik tan"Maksud, Lo?""Ya, kenapa kamu kayak gini. Gue-elo gue-elo, Aku gak biasa, Del. Penampilan kamu juga, berubah," ujar Amira jujur."Yaelah Mir. Tenang aja, gue masih Delia sahabat lo yang dulu. Penampilan dan gaya hidup gue sekarang, gak akan ngaruh sama persahabatan kita." Delia tersenyum menatap Amira. Namun, Amira terlih
"Bu, Kenapa gak jawab?" Radit kembali bertanya.Retno berpikir sejenak, ia mencari alasan yang tepat untuk Radit agar tak curiga padanya. Bertepatan dengan itu, seorang perawat dan dokter masuk ke ruang rawat Radit. Mereka hendak memeriksa kondisi Radit."Maaf Pak, saya periksa dulu," ujar Dokter tersebut, kemudian mulai memeriksa Radit.Retno merasa lega, untuk sementara ia bisa menghindar dari pertanyaan Radit. Ia punya waktu banyak untuk berpikir tentang alasan apa yang tepat agar Radit tak curiga lagi."Kondisi Pak Radit sudah membaik, tak ada luka serius di bagian tubuhnya. Hanya luka di kepalanya yang masih belum benar-benar sembuh," jelas Dokter itu."Kira-kira, kapan saya boleh pulang, Dok?" tanya Radit."Sebenarnya kalau Pak Radit merasa sudah baikan, sore ini bisa pulang. Tinggal ganti perban di kepala yang luka saja, nanti Pak Radit bisa rawat sendiri di rumah," ucap sang Dokter. Hal itu membuat Radit merasa lega, ia sudah merasa tak nyaman berada di rumah sakit.Selesai m
"Maaf, cari siapa?" tanya Amira."Apakah Anda yang bernama, Amira Lestari?" Lelaki yang memegang foto itu, malah balik bertanya."Ya, benar. Itu saya, ada apa ya?" Amira penasaran.Kedua lelaki itu menoleh, menatap satu sama lain lalu mengangguk."Mbak Amira, dulu berasal dari panti asuhan kasih bunda, di Surabaya kan?" Lelaki pemegang foto menanyakan asal usul Amira. Amira lalu mengangguk, mengiyakan jika dirinya berasal dari panti asuhan tersebut."Mbak Amira, pasti kenal dengan Bu Salma. Pengurus panti asuhan tersebut?" Lelaki pemegang foto bertanya lagi. Ia lalu menyerahkan sebuah amplop coklat besar pada Amira. "Iya, saya sangat mengenalnya. Beliau Ibu saya, sebenarnya ini ada apa?" Amira sangat penasaran, ia lalu membuka amplop coklat besar yang diberikan lelaki asing tersebut.Amira terkejut, saat membuka amplop itu. Amplop itu berisi tentang data-data dirinya dan foto-foto dirinya saat masih kecil di panti. Amira semakin penasaran, siapa dua lelaki asing tersebut. Ia sedikit
Radit telah resmi bercerai dengan Amira. Ia sudah memikirkan secara matang keputusannya. Radit sangat kecewa dengan istrinya tersebut, ia pun tak mengabari proses sidang pada Amira sehingga dengan mudah perceraiannya itu dikabulkan oleh pengadilan.Setelah bercerai, perasaan Radit malah semakin tidak tenang. Ia tak berhenti memikirkannya Amira dan Gemilang setiap malam. Hal itu membuat Radit sedikit frustasi. Ada rasa yang mengganjal di hatinya, tetapi ia tak tahu apa.Dua bulan setelah bercerai resmi dari Amira, Radit kemudian menikah dengan Selly atas permintaan dari Ibunya. Saat itu, Bu Retno sakit dan dirawat di rumah sakit. Radit sangat takut kehilangan Ibunya, maka dari itu ia pun menyetujui permintaan Bu Retno untuk menikahi Selly.Padahal tanpa Radit tahu, hal itu hanya sandiwara antara Bu Retno dan Selly. Bu Retno sangat tahu, jika Radit sangat menyayanginya. Maka dari itu, ia tak akan menolak keinginannya saat melihat Bu Retno lemah, terbaring di rumah sakit.Radit dan Selly