Share

02 || Unek-unek

02 || Unek-unek

Aku memejamkan mata kala tangan Mbak Sri bergerak ingin menamparku. Satu detik, dua detik, tiga detik. Aku tak merasakan apa pun.

“Jangan sesekali kamu menyentuh istriku kalau kamu ingin terus hidup, Mbak.”

Eh, suara itu tidak asing. Saat aku membuka mata, pemandangan pertama Kali Aku lihat adalah mas Adam. Kulihat tangan mas Adam menahan pergerakan Mbak Sri. “Lepaskan 'kan aku, brengsek!” umpatnya.

Mas Adam malah menguatkan tenaganya, sampai aku dapat melihat pergelangan tangan mbak Sri memerah. Aku menelan saliva, ini benar-benar di luar perkiraan ku, aku juga lupa kalau waktu subuh sudah selesai.

“Jangan kurang ajar kamu, Adam.” Bogem mentah hampir saja mendarat di pipi mas Adam.

Bug

Aku melongo, mas Adam malah menumbuk perut mas Ronal dengan keras. “Sudah aku bilang tadi malam bukan? Siapa saja yang mengusik keluarga kecilku, akan kuhajar, walaupun itu keluargaku sendiri!” ucap mas Adam dengan suara tinggi.

“Heh, apa-apaan kamu ini Adam!” pekik Ibu mertua dengan mata yang mendelik. “Jangan kurang ajar kamu sama Mas dan Mbak, mu. Apa salahku, sampai kamu menjadi anak pembangkang seperti ini. Apa yang sudah wanita sialan itu berikan untukmu, sampai keluarga sendiri kamu sakiti.”

“Mas Ronal memang keluargaku, tapi tidak dengan wanita itu. Dia orang asing yang hadir di rumah ini, sama seperti istriku. Tapi kenapa istri saja yang dibeda-bedakan, kenapa dia nggak?” tanya mas Adam yang berusaha menahan amarahnya.

“Mas, sudahlah. Ayo kita makan.” Aku mengajak mas Adam ke dalam kamar, aku tak mau gara-gara aku keluarga mereka pecah dan saling bermusuhan. Karena aku sudah merasakan, bagaimana permusuhan antar saudara, itu sungguh menyeramkan. Saling mendiami sampai akhir hayat.

Aku, mas Adam dan Raka sudah mulai mengisi perut. Inilah yang selalu kamu lakukan, makan bersama di dalam kamar kecil penuh kebahagian ini.

“Dek, kalau nanti Mas udah dapat kerjaan, dan bisa nabung, Mas janji bakalan beliin kamu rumah,” ungkap mas Adam dengan antusias. Apa aku senang mendengarnya? Jangan ditanya, aku amat senang.

“Tapi ingat Mas, jangan karena janji semua dipaksakan. Rezeki sudah diatur sama Allah,” jawabku lembut.

“Kalau nggak dipaksakan nggak bakalan kebeli. Kalau masalah rezeki tidak perlu dipikirkan, yang penting usaha aja dulu.” Mas Adam meletakkan piringnya yang sudah kosong. “Apa lagi sikap Ibu sama Mbak Sri, bikin Mas muak, Dek. Mas nggak rela kamu diginiin sama mereka, Mas nggak rela.”

Air mataku meleleh begitu saja. Aku terharu dengan ucapan yang keluar dari mulut mas Adam. Aku tau dia pria yang bertanggung jawab, jadi Allah ingin tau betapa hebatnya pria itu dalam memperjuangkan rumah tangganya.

Tok .... Tok .... Tok ....

“Adam! Keluar kamu!” teriak Ibu mertua dari luar.

Saat aku mau bangun, mas Adam langsung menahannya. “Biar Mas selesaikan masalah ini, kamu cukup di sini, jagain anak kita ya?” Aku mengangguk.

Setelah mas Adam keluar, dan menutup pintu. Perasaanku kembali was-wasan, aku yakin bakalan terjadi hal buruk pada mas Adam.

Plak

Suara tamparan aku dengar dengan nyaring. Aku yakin, itu pasti mas Adam ditampar sama ibu mertua. Aku juga sering melihat mas Adam ditampar, dan itu ulah mas-Nya dan mbak Sri. Ada kala ibu mertua juga jengkel dengan mas Adam karena tidak diberi uang, padahal gaji mas Adam setengahnya sudah ditangan ibu mertua.

“Sekarang udah jadi sok hebat kamu ya? Berani mukul Mas kamu kayak gitu, Adam! Entah apa salahku dulu, sampai aku melahirkan anak sialan seperti kamu!”

Astagfirullah … ibu mertua sangat tega berkata seperti itu pada anaknya sendiri. Aku mati-matian menahan gejolak amarah yang siap meledak bagaikan gunung berapi.

“Bunda,” ucap Raka pelan. Ia sudah selesai menyantap makanan miliknya.

Ya Allah, aku sampai lupa dengan anak semata wayangku ini. Aku buru-buru mengambil buku yang menceritakan kisah para nabi. “Sayang, mau dengar kisah para Nabi lagi, gak?”

“Mau, Bunda!”

Aku berusaha mengalihkan perhatian Raka, agar ia tidak mendengar ucapan ibu mertua yang kasar. Setelah ia tenang sendiri, aku kembali mendengarkan setiap kata-kata  yang terlontarkan untuk mas Adam.

“Dari dulu kamu sudah membangkang, tidak mau mendengar kataku. Sekarang malah semakin menjadi-jadi, apa lagi ada wanita sialan itu. Apa kamu dikasih pelet sama dia hah? Kok mau sama wanita yang nggak jelas asal-usulnya,” lanjut Ibu mertua.

“Mau menjawab kamu? Apa kamu lupa kamu lahir dari mana? Dari sini!” Aku menduga, kalau ibu mertua menunjuk perutnya. “Kalau enggak ada aku Ibumu, nggak mungkin kamu lahir Adam! Apa kamu nggak bisa dengar kataku lagi?”

“Ma, aku nggak minta dilahirkan dari rahim, Mama.”

Plak

Aku juga terkejut mendengar ucapan mas Adam. Apalagi ibu mertua, aku yakin bentar lagi mas Adam bakalan babak belur dibuat mas-Nya, aku sangat yakin. Sesak mulai membuat aku tersiksa secara perlahan.

“Selama ini aku tersiksa di antara kalian, aku sudah seperti sapi perah di rumah ini. Kala aku minta lanjut kuliah, Mama nggak kasih. Pas Mas minta, Mama langsung setuju, Mama juga  ngambil uang tabungan aku untuk kuliah. Padahal uang itu aku tabung dari awal masuk SMA. Bukan hanya itu, selama satu tahun aku kerja serabutan, pas uangnya udah cukup, Mama ambil lagi untuk bayar cicilan motor Mas. Semuanya untuk Mas, untuk aku kapan, Ma?”

“Oh, jadi kamu mau semua uang kamu itu?”

“Iya,” jawab mas Adam lirih.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status