Share

06 || Usaha bersama

06 || Usaha bersama

Azan subuh berkumandang dengan indah, dengan mata berat aku terbangun. Tubuhku terasa remuk, kutatap jam lamat-lamat, pukul lima subuh. Buru-buru aku bangunkan mas Adam dan Raka untuk sholat di masjid.

"Anak Bunda udah cakep," ucapku setelah memakaikan baju koko putih kebanggaannya, tak lupa kopiah bewarna hitam.

"Mas cakep gak?" Tiba-tiba mas Adam sudah berada di sampingku, ia mencolek hidungku.

"Enggak," jawabku cepat, yang langsung kabur. Aku terkekeh kecil kala mas Adam berhasil menahan pergerakanku. Ia memberikan ciuman yang sangat lama. Inilah kebahagian.

Setelah mereka pergi ke masjid, aku siap bertempur dengan alat-alat dapur. Pagi ini aku hanya menyiapkan nasi goreng ala kadar plus ayam goreng tepung kesukaan Raka. Masakan itu selesai dengan cepat, aku bawakan keruang tamu yang hanya beralaskan tikar. Aku tata sarapan pagi ini dengan indah.

Setelah selesai semuanya, aku merebahkan tubuh pada ranjang yang baru ada tadi malam. Dalam hitungan detik aku sudah berselancar dalam sosial media. Dari semua postingan, aku hanya tertuju pada postingan Nada -sahabat lamaku.

[Assalamualaikum, sahabat lamaku]. Ku kirim pesan itu, tak lama pesanku sudah mendapat jawaban.

[Waalaikumsalam, udah lama enggak ngchet. Tumben nih!]. Ia juga menyertakan Beberapa emoticon.

[Aku tertarik tuh sama skincare yang kamu posting, kamu seller?]

Lama kami berbincang-bincang, hingga ia menawarkan aku untuk jadi seller juga. Banyak keuntungan yang didapatkan kalau aku mau jadi seller, tak lupa dengan syarat-syaratnya yang tak kalah susah. Walaupun aku sempat menolak, Nada terus mendorongku agar aku mau jadi seller skincare yang sudah ber-BPOM.

Aku memutuskan untuk bertanya sama mas Adam dulu, walaupun aku menggunakan uang sendiri, aku harus tetap berbicara 'kan samanya. Memang iya sih, hasil yang didapatkan luar biasa, apa lagi Nada sudah mendapatkan banyak hadiah dari hasil penjualannya.

Tak lama, mas Adam dan Raka sudah pulang. Aku sambut mereka dengan semangat empat lima, aku juga tak lupa membahas tentang keinginanku  yang mau jadi seller skincare. Awalnya masa Adam tampak ragu, namun setelah aku yakinkan, ia mengizinkannya juga.

"Itu seterah kamu, Dek. Mas akan dukung segala hal yang kamu mau, dan selalu positif. Tapi lebih baik kamu coba dulu produk itu, jangan sampai kamu menjual barang abal-abal, resikonya besar banget."

Aku mengangguk, benar apa yang dikatakan mas Adam. Sebelum aku benaran jadi seller, aku membeli beberapa produk skincare dari Nada sebagai uji coba. Alhamdulillah, keinginanku satu persatu bakalan terwujud.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, mas Adam mulai sibuk dengan tugasnya sendiri, Raka sudah bergabung dengan anak-anak di gang ini. Kutatap gorengan yang aku bawa, tak lupa satu cerek teh dingin. Berjalan keluar, mencari di mana perkumpulam ibu-ibu.

Rasa senang menghampiri seketika, ibu-ibu itu sedang berkumpul, duduk di kursi dan meja buatan sendiri, tepat di seberang jalan setapak.

"Assalamualaikum, Ibu-ibu." Aku tersenyum ramah.

"Waalaikumsalam, ayo sini duduk. Warga baru ya?" Aku mengganguk tanda benar. Tak lupa aku letakkan piring yang berisi gorengan, dan cerek teh dingin.

Tak perlu berbasa-basi, aku sudah berteman akrab dengan ibu-ibu gang sini, dan lucunya mereka minta dipanggil 'Mbak' aja. Katanya biar enggak ketuaan. Aku tertawa puas sama mereka, sampai tengah hari.

Aku pamit pulang, karena masih banyak yang harus aku kerjakan sama mas Adam. Sore ini aku bakalan berjualan sate, hanya usaha itu yang keluar dari pemikiran kami, kemarin siang. Mas Adam juga dengan semangat mencari resep bumbu kacang dan bumbu padang yang lezat.

Saat aku sampai di rumah, aku mulai memotong daging sapi, mas Adam masih sibuk dengan persiapan tempat duduk. Aku senang banget dengan apa yang aku dapatkan sekarang, apa lagi sudah terlepas dari rumah bak neraka itu, tak panas namun menyiksa.

Semuanya siap dengan cepat sebelum azan ashar berkumandang. Aku mulai menata meja dan kursi yang baru saja selesai mas Adam buat, hanya pekarangan kecil kami gunakan untuk berjualan.

Tepat pukuk setengah lima sore, aku mulai mengeluarkan bahan dagangan. "Bismillah ya, Dek. Kita buka usaha ini."

Aku mulai mengipasi beberapa tusuk sate dengan penglaris, bukan menggunakan jin, malainkan dari wanginya, kata orang-orang dulu sih. Mas Adam memanaskan lontong yang kami buat tadi malam, ia sangat telaten. Hingga pembeli pertama datang dengan senyum merekah.

"Ya Allah, Nis. Kamu jualan sate? Udah lama aku nggak makan, buatkan satu porsi komplit pakai bumbu padang ya," seru Mbak Misra yang langsung mengambil tempat duduk.

"Bentar ya, Mbak." Aku memberikan tujuh tusuk sate pada mas Adam, ia juga mulai memotong lontong. Tak lupa dengan siraman bumbu padang yang mengugah selera.

"Minunya mau apa, Mbak?" tanyaku seraya meletakkan piring berisi sate dan potongan lontong.

"Es teh aja deh, Nis. Hem, wanginya, enak nih!" Mbah Misra langsung menyantap sate, gigitan pertama membuatnya termenung. "Enak banget, Nis!" serunya kembali menggigit potongan daging yang tersisa ditusukan.

Tak lama, beberapa warga yang mendengar seruan Mbak Misra. Mereka langsung memesan tanpa menanyakan harga, yang awalnya hanya tiga orang, lalu delapan orang, kini sudah ada belasan orang.

"Kalau nggak muat silahkan masuk aja ke dalam, Mas tolong ya." Aku sangat teramat senang, dalam sekejap usahaku sama mas Adam banyak pembeli, dan seterusnya bertambah, aamiin.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status