Share

07 || Semakin laris

07 || Semakin laris

Sudah ada seminggu aku berjualan di depan rumah bersama mas Adam, pembeli semakin ramai. Sate yang kami jual habis total sebelum pukul delapan malam. Pembeli juga datang dari gang-gang yang lain, hingga membuat gang tempat tinggal ku menjadi ramai.

Sepaket skincare yang aku pesan sama Nada sudah sampai lima hari yang lalu, aku memakainya secara rutin. Kini kulihat wajahku yang cantik, bersih dan mampu membuat mas Adam makin cinta, hehehe.

Mungkin nanti malam aku bakalan menghubungi Nada, kalau aku siap untuk jadi seller skincare. Sore ini, aku dan mas Adam bakalan mencoba menu baru, bakwan siram kacang, ide yang sudah biasa, hanya saja kali ini kamu buat sedikit spesial.

Mas Adam mendatangiku, tangannya melingkar di pinggangku, lalu ia berbisik, "kamu semakin cantik, Sayang. Mas terbuai dengan cintamu." Aku geli mendengarnya.

"Mas harap setelah kamu berhasil mendapatkan apa yang kamu inginkan, kamu tidak meninggalkan Mas," lanjut mas Adam yang membuat aku mematung seketika.

Aku menatap lamat netra indah itu, tampak keseriusan. Aku sentuh dagunya, lalu mendekapkan wajahku, satu kecupan mendarat indah di bibirnya.

"Ayah sama Bunda ngapain?"

Deg

Jangan tanya lagi, wajahku sudah seperti kepiting rebus. Malu? Salah tingkah? Iya, lupa kalau Raka masih ada di rumah. Aku menepuk keningku.

"Jagoan Ayah, katanya mau main bola sama ayah, kan? Ayo!" Ajak mas Adam sembari berjalan, Raka mengikuti dari belakang, sudah seperti induk ayam dan anaknya.

Tepat pukul lima sore, saat Raka sudah mas Adam antarkan ke pengajian. Aku mulai berjualan, seperti biasa ditemani sama mas Adam. Suamiku itu sangat cekatan membersihan meja dan kursi, lalu ia membantuku untuk menggoreng bakwan.

"Eh, jual bakwan, Mbak? Kayaknya enak tu, boleh deng itu lima sama sate tiga porsi." Ayu datang dengan dua anaknya.

"Pakai bumbu kacang 'kan, Yu?" tanyaku.

"Bumbu kacang?"

"Iya Yu, ini menu baru Mbak buat, bakwan siram kacang," jelasku.

"Pakai bumbu kacang? Boleh lah deh, Mbak. Ntar bakwanya dipotong kecil-kecilnya."

Satu pelanggan sudah datang, dan semoga bentar lagi datang lebih banyak. Saat aku meletakkan pesanan Ayu, dia mencegahku.

"Mbak tunggu dulu, aku mau nanya. Mbak pakai apa biar mukanya cantik gitu?" Eh, ada juga yang sadar dengan perubahanku. Aku senang bukan main.

"Pakai Skincare yang lagi viral itu loh, Yu. Masa kamu enggak tau," jawabku.

"Enggak tau aku, Mbak. Mbak ada rencana jual skincare itu nggak? Kalau ada aku mau beli juga, biar suamiku makin lengket, kayak suami Mbak."

Alhamdulillah, belum saja memulai sudah ada yang ingin beli. "Insyaallah beberapa hari ke depan aku bakalan jualan skincare itu, aku bakalan jadi seller di wilayah sini."

°°°

Malam sudah hadir dengan ketenangan, aku sudah bilang sama Nada, dan aku sudah resmi jadi seller. Satu persatu keinginanku mulai terkabulkan lewat usaha dan doa yang aku panjatkan.

Mas Adam baru saja pulang, wajahnya masam. "Mas ada apa? Kalau ada masalah cerita lah," ucapku. Ia masih diam, membisu dengan pikirannya sendiri.

Greb

Dia memelukku dengan erat, tangis aku dengar. Kuelus punggung belakangnya dengan lembut. "Nangis lah sepuasnya, Mas," ucapku pelan.

Mas Adam menangis cukup lama, aku membiarkannya agar ia merasa lega. Laki-laki boleh kok menangis, karena itu fitrah semua manusia. Kalau menangis karena lemah, lebih lemah mereka yang menahannya, tak mau mengeluarkan. Menangis mampu membuat siapa saja lebih tenang, membuat lebih damai dan tentram. Setiap air mata yang mengalir, beban yang dipingkul lenyap secara perlahan.

"Maafkan Mas yang udah menutupi semua ini, Dek." Mas Adam menunduk, ia enggan menatap wajahku.

"Berbicaralah seperti sosok laki-laki yang aku kenal, Mas. Angkat wajahmu, bicara semuanya. Kita akan cari jalan keluarnya sama-sama."

Mas Adam mengangguk, wajahnya kini tampak lebih baik dari pada tadi. "Sebenarnya Mas enggak di PHK Dek, Mas dipecat, semuanya karena ada sangkut paut sama Mas Ronal." Kali ini aku terdiam, membisu.

"Perusahaan tempat Mas kerja terjadi penggelapan uang dengan nominal tiga ratus juta. Yang melakukannya Mas Ronal, bukan Mas. Tapi dia sangat brengsek, dia melakukannya dengan matang, uang itu awalnya dikirim ke rekening Mas, baru ke rekeningnya.

Mas yang merasa dijebak berusaha membela diri, namun hasutan Mas Ronal membuat semuanya gelap mata. Mas langsung dipecat tanpa hormat. Maafkan Mas yang selama ini sudah berbohong, Dek."

Sedih? Kecewa? Dua kata itu tak merujuk pada diriku. Aku marah, aku kesal sama Mas Ronal. Kenapa pria bajingan itu melakukan hal sebodoh itu, dan menjadikan adiknya sebagai kambing hitam, bedebah.

"Tadi pas Mas sholat di masjid, ada teman Mas yang satu perusahaan dulu. Dia mencaci Mas," ungkap mas Adam, ia juga menghela napas pelan.

Astagfirullah. Baru saja aku merasa bahagia karena sudah terlepas dari ibu mertua, dan ipar yang kejam itu. Tapi kini malah tabir yang tertutup, tersingkap dan menunjukkan kebenaran. Lihat saja pembalasanku, tunggu saja.

"Mas, lupakan apa yang terjadi. Semuanya ada hikmahnya, tapi ada satu hal yang tak bisa aku terima. Kenapa Mas Ronal sangat tega sama kamu? Kenapa Mas?!" Tanpa sadar suaraku meninggi.

"Biar ini jadi urusanku, Mas. Aku bakalan mengacak-acak hidupnya!"

To be continue ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status